politisasi fandom k pop sebuah fenomena baru dalam sejarah pemilu - News | Good News From Indonesia 2024

Politisasi Fandom K-Pop, Sebuah Fenomena Baru dalam Sejarah Pemilu

Politisasi Fandom K-Pop, Sebuah Fenomena Baru dalam Sejarah Pemilu
images info

Politisasi Fandom K-Pop, Sebuah Fenomena Baru dalam Sejarah Pemilu


Kawan GNFI pasti sudah tidak asing lagi dengan ARMY yang merupakan komunitas penggemar boy group asal Korea bernama BTS, bukan? Komunitas penggemar tersebut disebut sebagai fandom yang dapat dipahami sebagai kondisi ketika seseorang mengidolakan seorang figur publik atau suatu teks budaya (Dean, 2017). 

Aktivitas fandom, khususnya fandom K-pop, dapat berbagai macam. Mereka kerap kali mengembangkan berbagai budaya dalam komunitasnya, seperti projek penggemar (fan-project), karaoke sesama penggemar (noraebang), hingga pembuatan lagu untuk idolanya.

Selain beberapa hal tersebut, ternyata fandom juga dapat terlibat dalam aktivisme politik, lho, Kawan GNFI!

Fenomena keterlibatan fandom dalam aktivitas politik ini salah satunya terlihat pada Pilpres 2024 lalu. Anies Baswedan sebagai salah satu kandidat calon presiden (capres) mendapat dukungan yang sangat masif dari relawannya yang tergabung dalam komunitas penggemar bernama Humanies.

Hal ini bermula ketika akun @aniesbubble mengunggah cuplikan siaran langsung Anies Baswedan di media sosial (medsos) X pasca debat pertama capres. Tak biasa, gaya komunikasi yang dipakai akun tersebut sangat mirip dengan komunikasi yang digunakan oleh penggemar idol di Korea, seperti penggunaan huruf hangeul sekaligus bahasa Korea.

baca juga

Selain itu, emoji burung hantu juga digunakan sebagai simbol identitas Anies Baswedan persis ketika penggemar K-pop mengidentikkan idolanya dengan simbol emoji tertentu.

Tak lama setelah itu, muncul akun @olpproject yang melakukan penggalangan dana untuk mendukung Anies Baswedan, yang dalam kalangan penggemar K-pop disebut sebagai crowdfunding fan-idol.

Dukungan kepada Anies Baswedan kemudian merambah pada fan-project, seperti fan-art, fan-video, serta fan-letter.

Uniknya, kedua inisiator akun yang berhasil menggaet dukungan masif untuk Anies Baswedan tersebut mengaku tidak memiliki afiliasi apapun dengan tim sukses kandidat tersebut.

Fenomena politisasi fandom ini kemudian menginspirasi para mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) untuk meneliti hal tersebut.

Penelitian yang diangkat bertajuk “Politisasi Fandom: Crowdfunding dan Fan-Project dalam Kampanye Politik oleh Relawan Anies Baswedan”.

Tim ini diketuai oleh Jasmine Rizky El Yasinta, dengan anggota Muhammad Ahsan Alhuda, Kezia Aurora, Elvira Chandra Dewi Ari Nanda, dan Cristopher Isac Wibowo serta dibimbing oleh Dosen Ilmu Komunikasi UGM, Mashita Phitaloka Fandia P., S.IP., M.A.

baca juga

“Terdapat tiga hal yang ingin kami ketahui dalam riset ini, yakni mengenai bagaimana kultur fandom dimanfaatkan dalam kampanye politik oleh Humanies di media sosial X, bagaimana pengaruh politisasi fandom terhadap pandangan gen-Z mengenai Anies Baswedan dalam Pilpres 2024, serta bagaimana efektivitas kampanye,” tutur Elvira, salah satu anggota tim PKM-RSH.

Berdasarkan hasil riset, dapat diketahui bahwa budaya penggemar telah berhasil menciptakan kultur partisipatoris yang membuat mereka turut terlibat dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang diinisiasi oleh akun @aniesbubble dan @olpproject untuk mendukung Anies Baswedan.

“Salah satu yang dilakukan Humanies adalah menggunakan tagar untuk menaikkan tren terhadap Anies Baswedan di X, seperti penggunaan tagar #Anies2ndStage dan #HwaitingAbahAnies saat debat capres kedua,” jelas Kezia, anggota tim PKM yang lain.

Pemanfaatan fandom dalam kampanye politik Anies Baswedan juga terlihat pada dukungan ketika Humanies mengirimkan food truck dalam kampanye Anies Baswedan. Mereka juga mengiklankan Anies Baswedan serta pasangannya Muhaimin Iskandar (AMIN) melalui videotron.

Ahsan, salah seorang anggota PKM, menuturkan bahwa puncak dukungan dari Humanies terlihat saat mereka rela memberikan tenaga, waktu, dan uang yang tak sedikit pada kampanye akbar AMIN di Jakarta International Stadion (JIS).

baca juga

“Politisasi fandom ini telah terbukti telah memberikan pengaruh sebesar 79% terhadap pandangan gen-Z mengenai Anies Baswedan dalam Pilpres 2024,” ungkap Ahsan.

Hal ini dibuktikan melalui survei yang dilakukan oleh tim kepada 100 responden. Survei tersebut mengukur 4 dimensi yang meliputi Konsumsi dan Produktivitas, Emosi dan Afeksi, Komunitas, serta Kontestasi. Dari hasil survei, kemudian dihasilkan 6 indikator dengan nilai tertinggi.

Salah satu indikator tertinggi pada hasil survei tersebut terdapat pada pada dimensi Komunitas yang menyatakan bahwa 52% responden mengaku jika keberadaan fandom Humanies telah mampu mendorong kolaborasi lebih jauh antarpenggemar sehingga menciptakan berbagai inisiatif yang sejalan dengan visi misi Anies Baswedan di Pilpres 2024. Fenomena ini disebabkan oleh rasa memiliki (sense of belonging) antaranggota (in-group) yang didukung oleh masyarakat secara luas (out-group) (Dean, 2017).

Tak berhenti sampai di sana, berbagai istilah dan terminologi yang hanya dapat dipahami oleh fandom K-pop pun juga turut mewarnai diskusi di media sosial X.

Istilah-istilah tersebut seperti Anies-ahjussi yang merupakan panggilan “paman” dalam bahasa Korea, olpbbong atau lightstick yang sering digunakan saat fan-idoling, maknae yang merupakan sebutan untuk anggota termuda dalam idol K-pop, dan lain sebagainya.

Jasmine yang merupakan ketua tim PKM mengatakan bahwa kampanye Humanies di jejaring sosial X juga telah terbukti efektif dengan indeks sebesar 4,11 dari skala 5. Pernyataan ini didapatkan dari data survei yang menguji empat dimensi, yakni Empathy, Persuasion, Impact, dan Communication.

“Dimensi Impact merupakan yang tertinggi dengan indeks sebesar 4,32 dari 5,” imbuh Jasmine.

“Fenomena ini diharapkan dapat memunculkan kesadaran pada masyarakat bahwa sebuah komunitas penggemar yang bersifat hiburan dapat menjadi wadah untuk merealisasikan agenda politik sehingga masyarakat dituntut agar lebih waspada,” ucap Jasmine mengakhiri wawancara.

Bagaimana, Kawan GNFI? Menarik, bukan, hasil penelitian ini? Yuk, berikan pendapatmu pada kolom komentar, ya!

 

 

Referensi:

Dean, J., 2017. Politicising Fandom. The British Journal of Politics and International Relations. 19(2): 408-424.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

EC
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.