Hal apa yang kawan pikirkan jika mendengar sampah makanan dan kelaparan? Sebagian mungkin akan menjawab masyarakat kelas bawah. Ya, menurut data sistem informasi pengelolaan sampah, sekitar 40% jenis sampah di TPA (tempat pembuangan akhir) dihasilkan dari sisa makanan. Saat ini pikirkan deh, dari sepiring makanan yang tersaji untukmu, seberapa sering kamu menuntaskannya sampai tak bersisa? Coba lihat lagi, apakah kawan masih termasuk ke dalam golongan orang yang membuang makanan? Minimal dalam sehari, jika Kawan GNFI makan dua kali sehari dan pada salah satu kegiatan makan tersebut menyisakan makanan yang terbuang, kemudian apabila dikumpulkan sisa makanan dari satu keluarga, satu RT, satu RW, bahkan kemudian satu kecamatan saja, kira kira berapa kilogram hasil sampah makanan tersebut yang tidak dimanfaatkan hanya dalam sehari?
Nah kira-kira bagaimana sih solusi yang bisa kita lakukan untuk meminimalkan sampah sisa makanan, dan untuk Kawan yang mungkin bertanya atau sempat terlintas dalam pikiran ”Apakah ada organisasi yang dekat dengan permasalahan ini untuk membantu menyelamatkan pangan?”. Jawabannya, ternyata ada lho Kawan!. Salah satu penerima Apresiasi Satu Indonesia Award tahun 2024 dalam bidang lingkungan, Kak Kevin Gani berkesempatan membagikan dan mengenalkan kegiatannya pada Yayasan Garda Pangan. Sebagai Ketua Yayasan, kak Kevin mengungkapkan lebih jauh mengenai pengelolaan sampah makanan dan menyebutkan tagline ”Why bin it if you can feed people in need?”.
Kak Kevin, menganalogikan bila kita hanya melihat sepiring nasi seharga Rp 5000, maka dampak kerugian ekonomi tidak hanya semata-mata bernilai Rp 5000 saja. Lebih jauh dari yang kita bayangkan apabila ditarik ke belakang, kerugian tersebut berasal dari bibit, pupuk untuk menanamnya, air untuk menumbuhkannya, serta tenaga dan keringat petani yang ikut terbuang sia-sia. Semua itu setara dengan kerugian 213-551 milyar atau 4-5% GDP Indonesia. Wah kebayang ngga sih Kawan, dari sisa makanan bisa menghasilkan dampak yang seperti itu?
Fakta selanjutnya, sisa makanan berdampak pada kerugian lingkungan–tumpukan sisa makanan yang ada di TPA akan menghasilkan gas metana dan merupakan gas yang dua puluh tiga kali lebih berbahaya daripada karbon dioksida. Hal ini, tentu turut berpengaruh pada perubahan iklim. Kejadian paling parah dari akumulasi gas metana, pernah terjadi di Indonesia, tepatnya tahun 2005, longsoran sampah di TPA Leuwigajah menewaskan 157 orang. Mengingat peristiwa tersebut dan data bahwa Indonesia menjadi negara pembuang sampah makanan terbesar kedua diantara negara-negara G20, bukan tidak mungkin kejadian yang sama dapat terulang. Kemudian dari sisi kerugian sosial, ternyata 19,4 juta orang di Indonesia masih menderita kelaparan. Kontras sekali dengan milyaran sisa sampah makanan di Indonesia. Padahal, ketika jumlah sisa makanan dapat dipulihkan, masih dapat memberikan makan sekitar 61 sampai 125 juta orang atau setengah dari jumlah populasi di Indonesia.
Oleh karena itu, Kak Kevin Gani dan teman-teman Garda Pangan yang berfokus di daerah Surabaya, menyediakan layanan untuk mengelola sampah secara efisien dan bijak. Mereka melaksanakan program yang menyelesaikan masalah, tanpa membuat masalah baru. Sebelum itu, mari kenalan terlebih dahulu mengenai profil Garda Pangan. Awalnya, Garda Pangan sama sekali tidak memikirkan tentang keuntungan. Akan tetapi, setelah beberapa tahun berjalan, akhirnya sebagai social enterprise, dijadikan ’dua jalur’ yaitu berbentuk yayasan atau food bank yang menjalankan kegiatan non-profit, dan PT menjadi wadah segala kegiatan unit bisnis yang memiliki profit serta seluruh keuntungannya digunakan untuk memenuhi keperluan food bank. Nah, kita coba ulik satu per satu kegiatan yang dilakukan Garda Pangan, yuk. Pertama, food rescue. Pangan berlebih dari hospitality seperti hotel, bakery, distributor buah, supermarket, dan lainnya diselamatkan melalui kerja sama yang telah disepakati. Industri makanan tersebut memiliki standar makanan yang sangat tinggi, oleh karenanya makanan yang sangat layak masih berpotensi untuk dibuang. Kemudian event besar seperti hajatan pernikahan, sunatan, dan sebagainya juga menjadi target kerja sama dalam food rescue. Dalam cerita yang dibagikan, ternyata Garda Pangan pernah lho menyelamatkan sebanyak 600 porsi makanan setelah terselenggaranya acara pernikahan, saluut!. Bersama Garda Pangan, makanan tersebut disortir kembali untuk memastikan food safety dan hygine, barulah disalurkan kepada yang membutuhkan. Pada kegiatan pendistribusiannya, masyarakat sekaligus diajak untuk meminimalkan sampah plastik dengan membawa piring sendiri.
Selanjutnya, gleaning on farm. Sama seperti misi penyelamatan sebelumnya, tetapi perbedaannya kali ini dilakukan langsung di lahan pertanian. Tepatnya ketika panen raya, harga komoditas anjlok seperti contoh tomat yang mulanya bernilai Rp 8.000 – 12.000 menjadi hanya Rp 500 – 1.000. Dimana hal itu menjadi dilema para petani untuk memanen, karena tetap membutuhkan ongkos untuk buruh maupun transportasi, tetapi tidak ada keuntungan yang diperoleh bahkan terancam merugi. Sehingga umumnya petani membiarkan komoditas sampai membusuk baru ditanami kembali. Hal lainnya yaitu ketika terdapat sisa sayuran maupun buah yang tidak cantik secara visual, seperti terlalu kecil, terlalu besar, cacat secara fisik karena kurangnya estetika, maka akan dibiarkan oleh petani karena tidak dapat terserap pasar. Adanya potensi food loss ini menjadi penggerak terlaksananya kegiatan mulai dari membantu panen, mengangkut komoditas, dan mendistribusikannya. Tentunya, Garda Pangan memperbolehkan masyarakat umum mengikuti kegiatan ini sebagai volunteer.
Layanan organic waste treatment by BSF (black soldier fly). Selanjutnya, yaitu makanan yang sudah tidak layak atau telah menjadi limbah pangan disalurkan ke tempat biokonversi maggot. Garda Pangan sendiri memiliki biokonversi dan memantau maggot yang berperan dalam memakan sampah makanan. BSF atau maggot selanjutnya menjadi alternatif pakan ternak. Tak hanya itu, residunya dapat digunakan sebagai pupuk untuk kebun komunal. Hasil kebun komunal yang juga dimiliki organisasi ini, dibagikan lagi ke masyarakat. Nah itu dia beberapa dari kegiatan yang dilakukan organisasi Garda Pangan. Keren dan bermanfaat sekali, bukan?

Salah satu misi Garda Pangan. | Foto: Instagram/@gardapangan
Kemudian sebagai pribadi yang bijak, Kawan GNFI pun dapat melakukan hal yang bermanfaat untuk menyelamatkan pangan. Simak lebih lanjut, yuk!. Berdasarkan hierarki pemilahan sampah, Kawan dapat mengurangi sisa makanan atau lebih awal, sadar dengan perencanaan pembelanjaan pangan yang matang agar tidak terjadi food waste. Penempatan stok bahan makanan juga menjadi salah satu bagian penting yang dapat dilakukan. Dengan menyimpan bahan makanan dengan rapi, Kawan dapat dengan mudah melakukan sistem FIFO (First in, First out). Bahan yang pertama kali masuk akan selalu didahulukan untuk dimanfaatkan, agar tidak ada drama dibuang karena membusuk atau kadaluarsa, terutama bahan baku segar yang memiliki masa simpan singkat. Langkah selanjutnya, apabila masih terdapat banyak makanan, pilahlah kembali yang masih sangat layak makan agar bisa dibagikan ke tetangga, yayasan sosial ataupun homeless. Ketiga, selain untuk manusia, value makanan dapat dilihat dari sisi makhluk hidup lain. Ketika tidak layak makan manusia, Kawan bisa memberikan untuk pakan ternak. Keempat, menjadikan limbah makanan sebagai kompos yang dapat dimanfaatkan kembali untuk pupuk tanaman. Kelima, barulah sampah yang sudah tidak dapat diolah lagi, bisa disalurkan ke TPA.
Sebagai penutup, Kak Kevin mengingatkan bahwa kita semua harus aware, sampah makanan adalah sebuah masalah. Pemerintah belum memiliki regulasi yang tegas bagi horeka (perhotelan, restoran, dan kafe) untuk mengolah sampahnya sendiri. Kemudian dalam skala rumah tangga, sampah merupakan tanggung jawab diri kita. Mungkin seringkali Kawan kecewa karena sudah berusaha memilah sisa makanan kemudian dibuang, tetapi ketika sampai di TPA ternyata disatukan lagi dengan sampah lainnya. Oleh karena itu, Kak Kevin mengajak sekaligus memberikan contoh realisasi nyata dengan program-program pengolahan sampah yang ada di Yayasan Garda Pangan. Mengutip dari kegiatan Zoom Good Movement 3, Kak Kevin Gani turut menyampaikan ”Satu piring nasi yang dihadirkan kepada kita, telah melalui proses yang sangat panjang mulai dari rantai pasoknya, karena itu kita harus makin peduli dengan isu pangan.”
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News