Pernahkah Kawan GNFI mendengar istilah “Indonesianis”?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) VI Daring, Indonesianis diartikan sebagai ahli atau peneliti mengenai bahasa Indonesia (biasanya berkewarganegaraan asing). Sederhananya, Indonesianis adalah orang asing dari berbagai profesi yang memiliki minat dan kecintaan pada Indonesia, di mana rasa cinta itu dibuktikan dengan karya nyata yang berdampak.
Indonesianis membuat karya yang berisikan tentang Indonesia dan bertujuan untuk meningkatkan eksposur dan pemahaman masyarakat internasional tentang Indonesia. Karya itu bisa berupa tulisan-tulisan akademik maupun buku.
Kawan GNFI, para Indonesianis ini memiliki peran penting untuk membantu mempromosikan Indonesia di mata dunia. Mereka menjadi jembatan yang mampu menghubungkan Indonesia dengan komunitas global.
Para Indonesianis ini umumnya memiliki ketertarikan khusus di beberapa bidang, seperti sejarah, politik, hukum, ekonomi, bisnis, pembangunan, hubungan luar negeri, sosial-budaya, bahasa, geografi dan demografi, agama, atau bidang lain yang tengah berkembang di Indonesia.
Indonesianis yang Cinta Indonesia
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, dalam hal ini melalui Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN), melakukan pendataan dan mengumpulkan daftar Indonesianis di seluruh dunia. Pendataan ini dilakukan melalui perwakilan Indonesia yang terakreditasi di luar negeri.
Menyadur dari Policy Brief World Indonesianist Congress terbitan Kemlu RI, pemerintah Indonesia memfasilitasi Indonesianis dengan menginisiasi penyelenggaraan World Indonesianist Congress atau Kongres Indonesianis Sedunia (KIS). Kongres ini dilaksanakan pertama kali pada tahun 2018 di Bali.
Saat itu, orang-orang asing dengan berbagai latar belakang dan profesi berkumpul bersama dan saling membagikan ketertarikan mereka pada Tanah Air lewat karya pikir dan tindakan nyata. Meskipun tidak memiliki darah Indonesia, mereka justru berjasa untuk ikut berkontribusi dalam memberikan buah pikir dari karyanya untuk mendukung kemajuan pembangunan Indonesia dalam berbagai bidang.
Menariknya, KIS edisi pertama mendapat sambutan yang amat baik, sehingga di tahun-tahun berikutnya, Kemlu RI secara rutin terus menggelar agenda serupa, bahkan hingga saat ini. Saat pandemi COVID1-19, pelaksanaan KIS dilakukan secara daring pada tahun 2021 dan 2022. Pasca-pandemi di tahun 2023, KIS juga sempat dilaksanakan secara hybrid.
Kawan, Indonesianis banyak yang melakukan kajian dan penelitian tentang Indonesia. Kontribusi mereka inilah yang dinilai penting untuk mendukung visi Indonesia Emas 2045. Mereka berperan untuk turut serta dalam memberikan gagasan untuk selanjutnya ditindaklanjuti oleh pembuat kebijakan.
Selain akademisi dan peneliti, ada juga Indonesianis yang berprofesi sebagai jurnalis, praktisi, hingga pengusaha. Bahkan, Kemlu RI menyebut jika ada Indonesianis yang berasal dari kalangan mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah Indonesia, seperti Beasiswa Dharmasiswa.
Karya Ciamik Para Indonesianis
Jika Kawan bertanya-tanya, kira-kira, berapa jumlah Indonesianis di dunia?
Data Kemlu RI yang dihimpun dalam Global Indonesianist Network (GIN), ternyata sudah ada hampir 500 Indonesianis di seluruh dunia. Uniknya, Australia menjadi negara “penyumbang” Indonesianis terbanyak, yakni 51 orang.
Dalam Kajian Mandiri Indonesianis Sebagai Agen Soft Power: Upaya Pemanfaatannya bagi Diplomasi Indonesia terbitan Kemlu RI, ada banyak sekali karya Indonesianis sejak zaman dahulu yang sudah dibuat. Ada yang meneliti soal Indonesia untuk urusan tesis di perkualiahannya, ada juga yang menuliskan buku-buku bertemakan budaya dan seni di berbagai daerah di Indonesia.
Salah satu Indonesianis yang sudah berkontribusi untuk mengenalkan bahasa Indonesia sejak lama adalah Pierre Labrousse. Ia merupakan penulis Dictionnaire Général Indonésien-Français atau Kamus Bahasa Indonesia-Prancis.
Pierre pernah mengajar bahasa Indonesia sejak 1975 hingga 2002. Ia sudah berpulang pada Sang Pencipta pada Maret 2024 lalu. Namun, karya luar biasanya masih dikenang hingga saat ini.
Selain Pierre, ada Profesor Mitsuo Nakamura asal Jepang. Ia menghabiskan setengah hidupnya—lebih dari 50 tahun—untuk meneliti Indonesia, khususnya Muhammadiyah.
Saking lamanya meneliti soal Indonesia, saat ini Nakamura sangat fasih berbahasa Indonesia. Dalam sebuah unggahan di akun Instagram Lensa MU, Nakamura mengatakan bahwa ia mengenal Islam bukan melalui buku, tetapi secara personal dari orang Muhammadiyah.
Tak ketinggalan, di tahun 1988, ada seorang Indonesianis asal Belanda, Hein Steinhauer, yang ikut berkontribusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid 4; Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Keren, ya!
Jika Kawan GNFI tertarik untuk mengetahui banyak tokoh Indonesianis di seluruh dunia, Kawan bisa mengunjungi situs globalindonesianist.com. Di sana, kawan akan menemukan ratusan warga asing dari berbagai benua dan negara yang menaruh perhatiannya untuk Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News