Pada 18 November 2025, sebuah pencarian panjang yang melelahkan akhirnya berbuah manis. Di kedalaman hutan Hiring Batang Somi, Kecamatan Sumpur Kudus, Sumatera Barat, tim ilmuwan yang dipimpin oleh Dr. Chris Thorogood dari Universitas Oxford berhasil menemukan spesies langka yang selama ini mereka buru: Rafflesia hasseltii.
Momen penemuan ini begitu mengharukan, tergambar jelas dalam video unggahan Instagram Universitas Oxford (@oxford_uni) yang menunjukkan Septian Andriki, seorang pemandu lokal yang akrab disapa Deki, menangis terharu.
Deki telah mendedikasikan waktu selama 13 tahun untuk mencari bunga ini. "Selama 13 tahun. Saya sangat beruntung," ujarnya, seperti dilaporkan Detik.com. Penemuan ini bukan sekadar tambahan dalam katalog botani, melainkan sebuah pencapaian ilmiah yang signifikan dalam upaya konservasi flora Indonesia.
Mengenal Rafflesia hasseltii
Rafflesia hasseltii adalah salah satu dari sekitar 40 spesies dalam genus Rafflesia, sebuah genus tumbuhan parasit obligat yang terkenal karena bunganya yang berukuran raksasa dan tidak memiliki akar, batang, atau daun sejati.
Tumbuhan ini sepenuhnya bergantung pada inangnya, yaitu tumbuhan merambat dari genus Tetrastigma (famili Vitaceae), untuk menyerap air dan nutrisi. Secara taksonomi, Rafflesia hasseltii diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Ordo Malpighiales, Famili Rafflesiaceae.
Penamaan hasseltii sendiri diduga diberikan untuk menghormati A.W. Hasselt, seorang naturalis Belanda. Di daerah asalnya, bunga ini sering kali disebut secara umum sebagai "bunga padma" atau "patma", meskipun nama spesifik lokalnya dapat bervariasi.
Apa yang membedakan Rafflesia hasseltii dari kerabatnya? Ciri yang paling mencolok adalah warna perigonnya (tenda bunga) yang berwarna merah darah cerah. Pada spesies Rafflesia lainnya, seperti R. arnoldii, warna cenderung lebih ke oranye kecoklatan atau memiliki corak yang berbeda.
Keunikan lainnya terletak pada pola bintik-bintik putihnya. Pada R. hasseltii, bintik-bintik pada kelopak bunga berbentuk bulat, relatif seragam, dan tersebar secara merata.
Bagian diafragma, yang memisahkan bukaan bunga dengan ruang dalam, juga memiliki karakteristik bentuk dan warna yang spesifik, seringkali dengan bercak-bercak yang lebih gelap. Kombinasi warna merah darah yang intens dengan bintik-bulat putih inilah yang menjadi penanda utama spesies ini.
Bunga Endemik yang Langka
Habitat Rafflesia hasseltii adalah hutan hujan tropis dataran rendah hingga perbukitan di Sumatera. Seperti semua spesies Rafflesia, ia hanya dapat tumbuh pada inang Tetrastigma tertentu yang hidup di lingkungan hutan primer atau sekunder yang masih relatif utuh.
Persyaratan inang yang spesifik inilah yang menjadi salah satu faktor utama kelangkaannya. Rafflesia tidak dapat dibudidayakan dengan mudah di kebun raya karena ketergantungan mutlaknya pada jaringan inang yang hidup dan sehat.
Kelangkaan Rafflesia hasseltii diperparah oleh beberapa faktor ancaman yang serius. Pertama, kerusakan habitat akibat deforestasi untuk perkebunan, pertanian, dan pemukiman secara langsung memusnahkan baik inang Tetrastigma maupun Rafflesia itu sendiri.
Kedua, siklus hidupnya yang kompleks dan lama membuat populasi sulit untuk pulih. Dari mulai biji yang menginfeksi inang hingga mekarnya bunga pertama, dapat memakan waktu bertahun-tahun.
Ketiga, bunga ini hanya mekar untuk waktu yang singkat, biasanya sekitar 5-7 hari, sehingga peluang untuk melakukan penyerbukan secara alami (yang dibantu oleh lalat) sangat sempit. Tingkat keberhasilan pembuahan dan produksi biji juga sangat rendah. Kombinasi semua faktor ini menjadikan setiap penemuan individu Rafflesia hasseltii yang sedang mekar sebagai peristiwa yang sangat istimewa dan berharga.
Mengeluarkan Aroma Busuk
Pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah Rafflesia hasseltii juga mengeluarkan bau busuk? Seperti hampir semua spesies Rafflesia, R. hasseltii menghasilkan bau yang menusuk, menyerupai daging busuk. Bau busuk ini tidak dihasilkan tanpa alasan; ia adalah bagian dari strategi penyerbukan yang cerdik.
Bau busuk tersebut berasal dari senyawa volatil yang diproduksi oleh jaringan di bagian diafragma dan ramenta (tonjolan-tonjolan seperti kutil di dalam bunga). Berdasarkan penelitian dalam jurnal ilmiah seperti Plants dan Journal of Plant Growth Regulation, senyawa-senyawa ini meniru aroma bangkai atau kotoran.
Tujuannya adalah untuk menarik lalat dari famili Calliphoridae (lalat hijau/biru) dan Sarcophagidae (lalat daging) yang secara alami tertarik pada materi yang membusuk untuk bertelur. Lalat-lalat inilah yang berperan sebagai polinator.
Saat mereka masuk ke dalam bunga, mencari tempat yang sesuai untuk berkembang biak, serbuk sari (jika bunga jantan) dapat menempel pada tubuh mereka dan kemudian terbawa ke bunga betina, sehingga terjadi penyerbukan. Dengan demikian, bau busuk adalah adaptasi evolusioner yang sangat penting untuk kelangsungan hidup spesies ini.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News