“Remaja merupakan masa transisi antara kanak-kanak dan dewasa. Pada fase ini, seseorang mengalami perubahan besar pada aspek fisik, mental, emosional, dan sosial. Masa ini dikenal sebagai periode pencarian jati diri. Remaja mulai memahami siapa dirinya dan perannya dalam masyarakat,” jelas Psikiater dr. Riati Sri Hartini, SpKJ, MSc, dosen Fakultas Kedokteran IPB University.
Deretan kasus perundungan dalam beberapa bulan terakhir mengisyaratkan tanda bahaya dalam sistem pendidikan. Setiap berita perundungan muncul, seolah memberi sinyal bahwa ada yang goyah terkait kesehatan mental remaja Indonesia.
Beberapa kejadian memperlihatkan beratnya tekanan psikis anak muda saat ini. Misalnya, Di Sukabumi dan Sawahlunto, seorang remaja mengakhiri hidup karena tekanan teman sebaya. Di Aceh, seorang santri membakar pesantrennya setelah tak tahan di-bully. Sementara itu, di Jakarta, korban perundungan meledakkan bom rakitan di sekolahnya.
Dalam banyak kasus, tidak semua remaja mampu meminta pertolongan ketika situasi semakin menyakitkan. Banyak yang memilih untuk menahan sendiri rasa takut, marah, dan rasa tidak berharga.
Tantangan Menciptakan Kesehatan Mental
Konsep sehat adalah sesuatu yang kompleks. Bagi sebagian orang, sehat mental berarti tidak gila. Padahal, konsep itu keliru.
Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan adalah kondisi sejahtera fisik, mental, dan sosial, bukan sekadar bebas gangguan kejiwaan.
“Dalam konteks remaja, sehat mental berarti mampu mengenali dan mengelola emosi, menjalin hubungan positif, serta beradaptasi terhadap tekanan hidup,” kata dr. Riati.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa juga menegaskan bahwa individu sehat mental mampu berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Bagi remaja, konsep ini sering menjadi tantangan karena mereka sedang berada di fase perubahan. Mereka baru belajar mengenali perubahan pada tubuh, emosi, dan tekanan lingkungan yang makin kompleks.
Tanda-Tanda Kecil yang Butuh Perhatian
WHO mencatat beberapa kategori masalah yang umum muncul pada remaja adalah gangguan emosional, gangguan perilaku, gangguan makan, psikosis, hingga perilaku menyakiti diri.
Masalah kesehatan mental remaja dapat dilihat dari perubahan perilaku. Biasanya, orang yang sedang mengalami gangguan pada mental, lebih sering bersembunyi dalam perilaku sehari-hari.
Sebagian remaja mencari pelarian melalui rokok, alkohol, atau obat-obatan. Banyak yang tidak menyadari bahwa itu adalah bentuk coping dari stres, bukan hanya menjadi bagian dari kenakalan.
Faktornya berlapis-lapis, mulai dari tekanan teman sebaya (peer pressure), tuntutan untuk tampil sempurna di media sosial, pola komunikasi keluarga yang kaku, hingga kekerasan di sekitar.
Peer pressure adalah kondisi ketika remaja merasa harus mengikuti standar atau perilaku kelompok agar diterima. Pada fase pencarian jati diri, dorongan ini bisa sangat kuat. Tekanan yang negatif bisa mendorong remaja melakukan hal berbahaya, atau membuat mereka sulit menolak perlakuan buruk.
Oleh karena itu, dr. Riati memberikan tanda-tanda yang perlu diperhatikan agar dapat mengidentifikasi perubahan pada seseorang:
- menarik diri dari lingkungan
- pikiran negatif yang berlangsung lama
- mudah marah
- sering melanggar aturan
- keluhan fisik tanpa sebab jelas
Remaja Sehat Mental: Bukan Tanpa Masalah, Tapi Mampu Mengolah Masalah
dr. Riati menekankan bahwa remaja sehat mental bukan berarti tidak punya problem.
Mereka tetap mengalami konflik, tetap merasa sedih atau kecewa. Namun, mereka mampu mengolahnya dengan cara yang lebih bijak. Ciri-cirinya dari remaja yang sehat mental antara lain:
- dapat menyelesaikan konflik dengan sehat
- memiliki empati
- berpikir lebih positif
- merasakan kebahagiaan
- mampu menerima diri sendiri
- menjalankan perannya sebagai makhluk Tuhan
Kesehatan mental adalah perjalanan panjang. Dan bagi remaja, perjalanan itu baru dimulai.
“Kesehatan mental remaja adalah fondasi penting bagi terbentuknya generasi yang tangguh di masa depan. Bila sejak dini mereka belajar mencintai diri sendiri dan berani meminta bantuan ketika membutuhkan, mereka akan tumbuh menjadi generasi yang lebih sehat dan produktif,” tutupnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News