“Jadi apa yang dulu belum bisa saya dapatkan, sekarang saya perjuangkan ke anak-anak. Misalnya kuliah, dulu saya nggak bisa. Tahun 2014 saya perjuangkan ke yayasan agar anak-anak berprestasi bisa kuliah,” ujar Syafaah, Pengasuh LKSA Darul Hadlonah, dikutip dari Mojok.co.
Darul Hadlonah merupakan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) yang berada di Kabupaten Rembang. Darul Hadlonah bukan hanya panti, tetapi juga ruang tumbuh bagi anak-anak. Darul Hadlonah adalah tempat belajar, berkarya, dan membangun harapan masa depan.
Darul Hadlonah berada di Gang Kulit, Desa Sawahan, Rembang. Jika dilihat dari Google Maps, cukup cari dengan kata kunci Panti Asuhan Darul Hadlonah Rembang. Lembaga pendidikan non-formal ini berada di bawah Yayasan Kesejahteraan Muslimat NU Kabupaten Rembang.
Dikembangkan Seorang Mantan Anak Asuh yang Kini Mengasuh
Darul Hadlonah berdiri sejak 15 April 1985. Berkembangnya panti tersebut saat ini tidak bisa dilepaskan dari cerita sosok Syafaah. Sekitar tahun 1991, ia juga merupakan salah satu bagian dari anak asuh di LKSA tersebut. Dua dekade kemudian, setelah lulus SMA pada tahun 2000, ia ditarik untuk menjadi bagian dari pengurus dan kini ia adalah pengasuh.
Saat menjadi pengasuh, ia banyak melakukan pembenahan. Ia memperjuangkan kesempatan lebih besar untuk generasi yang kini tinggal di Darul Hadlonah, misalnya saja kuliah.
Ia masih mengingat apa yang dulu tidak ia peroleh. Hal Itu yang kemudian mendorongnya untuk mengubah sistem di LKSA.
Dulu, menurut penuturannya, menempuh sekolah SMA di luar kawasan Rembang tidak diperbolehkan. Kini, anak-anak bisa melanjutkan sekolah hingga ke Kudus, dengan catatan tetap berada di sekolah naungan NU. Bagi Syafaah, itu cara membuka jendela dunia.
“Karena saya ingin memberi ruang anak agar terbuka dengan perkembangan dunia. Bahwa anak-anak perlu punya kesempatan keluar,” tuturnya.
Sistem Baru: Anak Menentukan Aturan Hidup Mereka Sendiri
Darul Hadlonah menaungi anak-anak yatim, piatu, yatim-piatu, dari keluarga tidak mampu, hingga korban broken home. Stigma itu, kata Syafaah, sering membebani mental mereka.
“Anak-anak dulu itu nggak percaya diri. Insecure kalau istilah anak sekarang,” ujarnya.
Dari sinilah Syafaah mulai berbenah. Tidak cukup menyediakan tempat tinggal; mereka butuh rasa percaya diri untuk menghadapi masa depan. Dari situlah, berbagai program ia cetuskan untuk mendukung pengembangan diri.
Salah satu langkah yang ditawarkan Darul Hadlonah adalah memberi ruang bagi anak-anak menyusun aturan mereka sendiri. Melalui PIK-R (Pusat Informasi dan Komunikasi Remaja)—semacam OSIS versi LKSA—para penghuni asrama menetapkan peraturan internal.
“Aturan yang berlaku di sini justru bukan dari pengurus atau pengasuh, tapi dari anak-anak sendiri,” jelas Syafaah.
Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan ruang kebebasan sekalaligus pemahaman terkait tanggung jawab.
Kegiatan Kreatif: Dari Tari hingga Desain
Sebagai lembaga kesejahteraan, Darul Hadlonah jelas memiliki program yang bertujuan untuk mendidik ataupun mengembangkan kemampuan anak asuh.
LKSA ini tidak menutup diri hanya pada kegiatan religius. Anak-anak juga belajar public speaking, paduan suara, tari, hingga teknologi digital. Laboratorium komputer hasil bantuan donatur dimanfaatkan untuk belajar keterampilan desain. Ketika komputer rusak akibat terlalu semangat belajar, pengasuh tidak marah.
“Risiko orang belajar ya memang begitu. Berani kotor itu baik,” ujar Syafaah.
Kelompok tari bahkan sering tampil di luar. Meski sempat dikomplain karena dianggap tidak NU.
“Anak-anak itu kalau urusan agama sudah sewajarnya menguasai. Saya pengin sesuatu yang beda, pengin anak-anak kreatif dan melek seni-budaya di luar hadrah.”
Masuknya Dukungan BSDF: Membentuk Pola Asuh Berbasis Konseling
Pada 2016, Bakti Sosial Djarum Foundation (BSDF) mulai memberi dukungan. Mereka tidak hanya membantu infrastruktur, tetapi juga pola pengasuhan.
“Dari sisi pengasuh, kami dilatih untuk memperbaiki pola asuh dengan pendekatan konseling… Goal-nya nanti ke cita-cita mereka,” kata Syafaah.
Anggi V. Goenadi, mentor program dari BSDF, menambahkan bahwa tujuan utama dukungan itu adalah agar setiap pengaruh bisa aware terhadap potensi anak-anak.
“Yang sekarang kami dorong adalah bagaimana agar setiap pengasuh LKSA bisa mengidentifikasi potensi dan kebutuhan keterampilan anak-anak,” ujarnya.
Anak-anak pun diberi bekal 21st Century Skills 4C: creativity, critical thinking, communication, dan collaboration. Kemampuan ini membentuk mereka bukan hanya bermimpi menjadi profesi tertentu, tetapi memahami langkah-langkah mencapainya.
Bagi Syafaah, apa yang ia perjuangkan selama ini adalah untuk kebaikan anak. Tujuan akhirnya adalah anak-anak harus jadi “orang”.
“Kita sama-sama nggak tahu ke depan nanti bakal jadi apa, tapi saya yakin ilmunya pasti bermanfaat,” ujarnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News