Chlorophytum comosum, yang lebih dikenal sebagai tanaman laba-laba, adalah salah satu spesies tanaman hias daun yang paling banyak dibudidayakan.
Popularitasnya tidak hanya berasal dari penampilannya yang khas dan menarik, tetapi juga dari kemudahan perawatannya dan kemampuan adaptasinya yang tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan.
Tanaman ini telah menjadi pilihan utama bagi pemula dalam dunia tanaman hias sekaligus kolektor berpengalaman.
Selain nilai estetikanya, tanaman laba-laba telah menjadi subjek penelitian ilmiah, terutama terkait perannya dalam meningkatkan kualitas udara dalam ruangan.
Mengenal Tanaman Laba-Laba
Tanaman laba-laba memiliki nama ilmiah Chlorophytum comosum. Ia termasuk dalam keluarga Asparagaceae, meskipun sebelumnya sering diklasifikasikan ke dalam keluarga Liliaceae atau Agavaceae.
Spesies ini berasal dari wilayah Afrika Selatan, di mana ia tumbuh secara alami di lingkungan tropis dan subtropis. Nama "laba-laba" (spider plant) berasal dari penampilan anakan atau plantlet yang tumbuh pada ujung stolon panjangnya, yang menyerupai laba-laba yang menggantung pada benangnya.
Terdapat beberapa kultivar populer, dengan yang paling umum adalah Chlorophytum comosum 'Vittatum' yang memiliki daun dengan garis tengah putih, dan Chlorophytum comosum 'Variegatum' yang memiliki pinggiran daun berwarna putih.
Tanaman Hias Berdaun Runcing
Tanaman laba-laba adalah herba tahunan dengan pertumbuhan roset. Daunnya berbentuk pita (linear-lanset), memanjang, dan melengkung, tumbuh langsung dari akar rimpang yang pendek. Panjang daun dapat mencapai 20 hingga 45 sentimeter dengan lebar sekitar 6 hingga 25 milimeter.
Warna daun bervariasi tergantung kultivar, mulai dari hijau solid hingga kombinasi hijau dengan garis atau pinggiran putih atau krem. Ciri yang paling membedakan adalah cara reproduksi vegetatifnya. Tanaman ini menghasilkan stolon atau batang merambat yang panjangnya dapat mencapai lebih dari 75 sentimeter.
Di ujung stolon ini, berkembang anakan atau plantlet yang merupakan tanaman mini lengkap dengan daun dan akar udara. Anakan ini dapat dengan mudah dipisahkan untuk menghasilkan individu baru. Sistem perakaran tanaman laba-laba menebal dan berdaging, berfungsi sebagai penyimpan air, yang membuatnya relatif tahan terhadap kekeringan.
Bunganya kecil, berwarna putih, berbentuk bintang, dan tumbuh pada rangkaian bunga yang panjang, meskipun jarang menjadi fokus utama karena nilai dekoratifnya lebih terletak pada daun dan anakan.
Perawatan Tanaman Laba-Laba
Chlorophytum comosum terkenal sebagai tanaman yang sangat mudah dirawat dan tangguh. Ia dapat tumbuh optimal dalam cahaya tidak langsung yang terang, tetapi juga toleran terhadap kondisi cahaya rendah, meskipun pertumbuhannya mungkin melambat dan variegasi pada daun bisa memudar.
Tanaman ini menyukai media tanam yang berdrainase baik dan tidak menyukai tanah yang terus-menerus basah. Penyiraman dapat dilakukan ketika permukaan tanah terasa kering. Dalam hal suhu, tanaman laba-laba lebih menyukai kondisi hangat (antara 18-32°C) dan kelembaban ruangan biasa.
Pemupukan dapat diberikan sebulan sekali selama musim tanam dengan pupuk cair setengah dosis. Masalah umum yang dihadapi adalah ujung daun berwarna coklat (brown tips), yang sering kali disebabkan oleh kandungan fluorida atau klorin dalam air keran, kelembaban udara terlalu rendah, atau penyerapan air yang tidak merata.
Menggunakan air suling atau air hujan dapat meminimalkan masalah ini. Harga tanaman laba-laba di pasar Indonesia sangat terjangkau, berkisar antara Rp 15.000 hingga Rp 50.000 per pot, tergantung ukuran tanaman, kelimpahan anakan, dan kultivar variegata yang lebih langka.
Penyaring Udara Alami
Selain keindahannya, tanaman laba-laba diakui secara ilmiah sebagai tanaman pemurni udara. Laporan terkenal dari NASA Clean Air Study, yang diterbitkan pada akhir 1980-an, meneliti kemampuan berbagai tanaman hias dalam mengurangi polutan udara dalam ruangan.
Studi tersebut menemukan bahwa Chlorophytum comosum efektif dalam menyerap senyawa organik volatil (VOC) berbahaya seperti formaldehyde, xylene, dan toluene dari udara.
Tanaman ini mencapai efisiensi penyerapan formaldehyde yang signifikan, hingga 86% dalam percobaan terkontrol selama 24 jam menurut temuan penelitian NASA (Wolverton et al., 1989).
Mekanismenya melibatkan penyerapan polutan melalui stomata di daun dan proses metabolisme oleh mikroorganisme di sekitar akar tanaman.
Meskipun efektivitas di lingkungan rumah yang lebih dinamis dan berventilasi mungkin bervariasi dibandingkan dengan kondisi laboratorium, integrasi tanaman laba-laba sebagai bagian dari strategi perbaikan kualitas udara dalam ruangan tetap dianjurkan oleh banyak ahli hortikultura dan kesehatan lingkungan.
Kehadirannya tidak hanya menambah unsur hijau, tetapi juga berkontribusi positif terhadap lingkungan mikro ruangan.
Referensi:
- Wolverton, B. C., Johnson, A., & Bounds, K. (1989). Interior Landscape Plants for Indoor Air Pollution Abatement. NASA.
- Royal Horticultural Society (RHS). (n.d.). Chlorophytum comosum. Diakses dari https://www.rhs.org.uk
- University of Florida, IFAS Extension. (2023). Spider Plant, Chlorophytum comosum. Diakses dari https://gardeningsolutions.ifas.ufl.edu
- Missouri Botanical Garden. (n.d.). Chlorophytum comosum. Diakses dari https://www.missouribotanicalgarden.org
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News