Indonesia secara resmi menerima sertifikat penetapan tiga elemen budayanya ke dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Tiga elemen tersebut adalah Kebaya, Kolintang, dan Reog Ponorogo.
Sertifikat tersebut diserahkan oleh Kementerian Luar Negeri kepada Kementerian Kebudayaan dalam sebuah acara di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, pada Selasa, 2 Desember 2025.
Acara ini dihadiri oleh perwakilan negara-negara ASEAN dan Afrika, berbagai kementerian dan lembaga, komunitas budaya, akademisi, serta mitra diplomasi internasional. Penyerahan simbolis ini menegaskan komitmen negara untuk melindungi dan memajukan warisan budaya nasional.
Jalan Panjang Pengusulan
Penetapan ketiga warisan budaya ini merupakan hasil akhir dari Sidang ke-19 Komite Antar-Pemerintah untuk Pelindungan Warisan Budaya Takbenda UNESCO yang berlangsung di Asunción, Paraguay, pada 3 hingga 5 Desember 2024. Masing-masing elemen budaya menempa jalan yang berbeda untuk mencapai pengakuan internasional ini.
Kebaya berhasil masuk ke dalam Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity melalui nominasi multinasional yang diajukan bersama oleh Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Kolintang, alat musik perkusi kayu dari Minahasa, Sulawesi Utara, masuk ke dalam daftar yang sama melalui perluasan nominasi "Balafon dari Afrika Barat" yang melibatkan Mali, Burkina Faso, dan Pantai Gading.
Sementara itu, Reog Ponorogo dari Jawa Timur diterima dalam daftar yang berbeda, yaitu Urgent Safeguarding List. Kategori ini khusus bagi warisan budaya yang dinilai memerlukan tindakan perlindungan mendesak untuk memastikan kelangsungan hidupnya.
Tanggung Jawab Pelestarian
Dalam acara penyerahan sertifikat, Direktur Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan Kementerian Kebudayaan, Endah T.D. Retnoastuti, menyampaikan bahwa pengakuan UNESCO bukan sekadar kehormatan, melainkan juga membawa tanggung jawab besar.
“Penetapan UNESCO ini adalah pengakuan dunia yang menggembirakan dan menguatkan komitmen kita agar warisan budaya Indonesia terus hidup,” ujar Endah. Ia menegaskan bahwa pencapaian ini adalah buah dari kolaborasi lintas kementerian, pemerintah daerah, komunitas budaya, dan masyarakat luas.
Endah menjelaskan bahwa status UNESCO untuk Kebaya berfungsi memperkuat identitas dan kreativitas perempuan di Asia Tenggara. Pengakuan terhadap Kolintang membuka peluang baru untuk persahabatan budaya dan pertukaran dengan negara-negara di Afrika.
Adapun penetapan Reog Ponorogo dalam daftar mendesak menjadikannya prioritas utama untuk program pelindungan.
Mengenai status khusus Reog, Endah memberikan penjelasan, “Jadi perbedaannya mungkin kalau yang Reog Ponorogo itu dalam Safeguarding List, artinya menjadi perhatian dunia. Dunia ikut menjaga bahwa tradisi Reog Ponorogo itu jangan sampai punah dan itu malah menjadi support bagi kita.”
Ia menekankan bahwa status tersebut mendorong semua pihak, baik pemerintah pusat, daerah, maupun komunitas, untuk bergiat melestarikan tradisi tersebut. Pemerintah pusat, melalui Kementerian Kebudayaan, mengalokasikan dana khusus dalam anggarannya untuk mendukung upaya pelestarian ini.
“Kalau untuk pemerintah pusat pastinya ada ya. Kami terus mendukung, kalau tanya jumlahnya tentunya ada dan masuk dalam penganggaran kita,” jelas Endah. Selain dukungan pendanaan, upaya pelestarian dan pemopuleran warisan budaya juga dilakukan dengan menggandeng berbagai mitra dari sektor swasta.
Tindak Lanjut ke Depan
Dirjen Multilateral Kementerian Luar Negeri, Tri Tharyat, yang juga hadir dalam kesempatan tersebut, menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses panjang pengusulan ini.
Ia menilai pengakuan UNESCO memiliki nilai strategis untuk memperkuat karakter bangsa dan penting untuk melibatkan generasi muda dalam berbagai usaha pelestarian budaya.
Acara di Museum Nasional itu sendiri tidak hanya berisi seremonial, tetapi juga dimeriahkan oleh pertunjukan langsung ketiga warisan budaya. Tampil antara lain pertunjukan Reog Ponorogo, permainan musik Kolintang, serta peragaan busana kebaya dari berbagai daerah seperti Kebaya Encim, Kutubaru, Kartini, dan Kebaya Bali.
Sejumlah pejabat hadir menyaksikan, termasuk Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Mego Pinandito, Gubernur Sulawesi Utara Yulius Selvanus, dan Plt. Bupati Ponorogo Lisdyarita.
Arsip dan Warisan Budaya Indonesia di UNESCO
Mengenai sertifikat fisik yang diterima, sertifikat asli yang sebelumnya disimpan oleh Kementerian Luar Negeri kini akan dipindahkan untuk diarsipkan secara resmi oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Salinan sertifikat juga akan diberikan kepada pemerintah daerah terkait serta komunitas-komunitas pelestari sebagai bentuk pengakuan dan semangat untuk terus menjaga warisan tersebut.
Dengan bertambahnya tiga elemen ini, jumlah warisan budaya takbenda Indonesia yang diakui UNESCO kini mencapai enam belas. Sebelumnya, daftar itu telah diisi oleh Wayang, Keris, Batik, Pendidikan dan Pelatihan Batik, Angklung, Tari Saman, Noken, Tiga Genre Tari Tradisional Bali, Pinisi, Pencak Silat, Pantun, Gamelan, dan Jamu.
Penyerahan sertifikat ini menjadi penanda komitmen berkelanjutan Indonesia untuk memperkuat upaya pelestarian, pendidikan, inovasi, dan pemberdayaan komunitas agar kekayaan budaya tersebut tetap hidup, berkembang, dan relevan bagi generasi sekarang dan masa depan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News