Kebijakan insentif mobil listrik di Indonesia bersiap memasuki babak baru. Pemerintah memberi sinyal kuat bahwa sejumlah insentif mobil listrik tidak akan diperpanjang dan akan berakhir pada penghujung Desember 2025. Kebijakan ini terutama menyasar fasilitas fiskal yang selama ini menopang impor kendaraan listrik utuh atau Completely Built Up (CBU), seiring perubahan fokus ke produksi nasional dan penguatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Penting untuk diketahui, insentif mobil listrik tidak dihentikan total. Pemerintah justru mengalihkan arah insentif dari skema berbasis impor menuju produksi dalam negeri, peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dan pengembangan mobil nasional. Dengan kata lain, stimulus fiskal tetap ada, hanya saja sasarannya diubah.
Arah Baru Kebijakan Insentif Mobil Listrik Indonesia
Perubahan arah kebijakan ini disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto belum lama ini. Pemerintah menilai insentif yang selama ini diberikan telah menjalankan fungsi awal, yakni membuka pasar dan menarik minat investasi. Selanjutnya, kebijakan akan diarahkan untuk memastikan industri otomotif listrik dapat memberikan nilai tambah lebih besar bagi ekonomi nasional.
Dalam konteks ini, pemerintah ingin memastikan Indonesia tidak hanya menjadi pasar kendaraan listrik, tetapi juga basis produksi. Fokus pada TKDN dan mobil nasional dipandang sebagai langkah strategis untuk memperkuat rantai pasok, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong transfer teknologi.
Daftar Insentif Mobil Listrik yang Akan Distop Desember 2025
Selama beberapa tahun terakhir, insentif fiskal menjadi faktor utama untuk mempercepat adopsi mobil listrik. Fasilitas tersebut membuat harga kendaraan listrik lebih kompetitif dibanding mobil bermesin konvensional. Namun, sejumlah insentif kini masuk tahap evaluasi dan tidak diperpanjang. Berikut insentif mobil listrik yang akan distop pemerintah di akhir Desember 2025.
PPN DTP untuk Mobil Listrik
Salah satu insentif yang akan distop adalah Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atau PPN DTP. Skema ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2025 dan berlaku untuk mobil listrik produksi lokal dengan TKDN minimal 40 persen.
Dalam kondisi normal, mobil listrik dikenakan PPN sebesar 12 persen. Namun berkat PPN DTP, konsumen hanya membayar PPN sebesar 2 persen, sementara 10 persen sisanya ditanggung pemerintah. Skema inilah yang selama ini membuat harga mobil listrik menjadi lebih terjangkau.
Jika PPN DTP tidak diperpanjang, maka beban PPN kembali ditanggung penuh oleh konsumen, yang berpotensi mendorong kenaikan harga. Ke depan, insentif pajak diarahkan hanya untuk kendaraan listrik dengan TKDN yang lebih tinggi.
PPnBM DTP untuk Mobil Listrik
Insentif berikutnya adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah atau PPnBM DTP, yang diatur dalam PMK Nomor 135 Tahun 2024.
Melalui aturan ini, PPnBM atas mobil listrik impor CBU maupun mobil listrik rakitan dalam negeri (CKD) ditanggung pemerintah 100 persen. Fasilitas ini berlaku untuk masa pajak Januari hingga Desember 2025, dengan syarat kendaraan memenuhi kriteria investasi dan mendapatkan persetujuan dari kementerian terkait.
Tanpa PPnBM DTP, mobil listrik akan kembali dikenai pajak barang mewah sesuai ketentuan umum. Artinya, struktur harga mobil listrik akan berubah, terutama untuk model yang masih mengandalkan impor atau belum memenuhi syarat produksi nasional.
Bea Masuk 0 Persen untuk Mobil Listrik CBU
Selain pajak, pemerintah juga selama ini memberikan bea masuk 0 persen untuk mobil listrik yang diimpor secara Completely Built Up atau CBU. Dalam kondisi normal, kendaraan CBU dikenai bea masuk hingga 50 persen.
Namun, insentif ini diberikan dengan syarat ketat. Produsen wajib menyanggupi komitmen produksi lokal dengan skema 1 banding 1, dilengkapi bank garansi. Artinya, jumlah unit yang diimpor harus diimbangi dengan produksi di Indonesia pada periode 2026 hingga 2027, sekaligus mengikuti aturan TKDN yang ditetapkan.
Jika fasilitas bea masuk ini tidak dilanjutkan, maka mobil listrik CBU akan kembali dikenai tarif normal, sehingga daya saingnya di pasar domestik berpotensi menurun.
Dalam jangka pendek, kebijakan ini berpotensi memicu kenaikan harga mobil listrik dan mendorong penyesuaian strategi dari para produsen. Namun dalam jangka panjang, penyesuaian ini diharapkan memperkuat industri otomotif dalam negeri.
Bagi konsumen, perubahan ini menjadi fase transisi. Sementara bagi industri, kebijakan ini menandai upaya pemerintah untuk memastikan bahwa perkembangan mobil listrik benar-benar memberi manfaat maksimal bagi perekonomian Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


