“Cerita dan tanyakan aku apa saja ya, aku selalu ada kok, di sini” bukan lagi kalimat yang hanya dapat diucapkan oleh manusia, tetapi juga oleh teknologi kecerdasan buatan, khususnya AI Chatbot.
Pada awalnya, teknologi ini digunakan sebagai sarana pencarian informasi dan bantuan ringan. Namun, penggunaannya menjadi tidak biasa ketika AI Chatbot mulai dijadikan tempat bercerita, mencurahkan emosi, dan sumber dukungan psikologis yang menimbulkan rasa nyaman berlebihan.
Ketergantungan ini marak terjadi dikalangan generasi muda baik itu pra-remaja sampai dengan dewasa.
Sayangnya, fenomena tersebut sering dipandang sebagai hiburan semata, padahal di baliknya terdapat faktor psikologis seperti kesepian, kebutuhan afeksi, dan minimnya dukungan sosial.
Jika dibiarkan, pola keterikatan ini dapat berdampak pada kesehatan mental dan kualitas relasi sosial individu.
Ketergantungan emosional terhadap AI Chatbot merupakan bentuk adiksi digital yang berpotensi mengganggu regulasi emosi dan relasi sosial.
Oleh karena itu, artikel tersebut membahas dampak psikologis ketergantungan terhadap AI Chatbot serta posisinya sebagai teman atau musuh bagi penggunanya.
Fenomena Ketergantungan Emosional, Apakah Latar Belakangnya?
Kemajuan teknologi AI Chatbot semakin diminati karena kemampuannya merespons secara empatik dan personal.
Padahal, manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial yang membutuhkan ikatan emosional dan relasi yang berkualitas dengan orang-orang sekitar serta keterhubungan dengan tempat-tempat di dunia nyata.
Hubungan antara teknologi dan ikatan emosional ini menjadi penting karena dapat menentukan apakah penggunaan teknologi bersifat manfaat atau justru merugikan kesejahteraan dan kesehatan mental individu. (Lassotta et al., 2025).
Ketika individu mengalami kekurangan ikatan emosional, terutama pada masa stres, kesepian atau tekanan psikologis, mereka cenderung mencari sumber rasa aman alternatif, baik secara sadar maupun tidak sadar.
Dalam konteks ini, dunia virtual atau AI Chatbot dapat dilihat sebagai ruang aman yang mampu mengisi kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi.
Selain faktor kekurangan ikatan emosional, kondisi psikologis seperti kecemasan, isolasi diri, dan depresi juga memiliki hubungan timbal balik dengan penggunaan AI Chatbot.
Individu dengan kerentanan psikologis cenderung memanfaatkan dunia virtual sebagai perlindungan diri dan pengalihan emosi.
Namun, penggunaan yang berlebihan justru berpotensi memperkuat isolasi sosial serta memperburuk kesejahteraan mental, sehingga menciptakan siklus ketergantungan yang sulit dihentikan.
Mekanisme Psikologis Ketergantungan: Teori Attachment
Dalam psikologi attachment, ikatan emosional dipahami sebagai sistem dasar yang membantu individu memperoleh rasa aman (secure base) dan mengatur emosi, terutama ketika berada dalam kondisi stres atau kesepian.
Lassotta (2025) menjelaskan bahwa ikatan terhadap orang dan tempat yang bermakna berperan penting dalam menjaga stabilitas emosi dan kesejahteraan psikologis, karena memberikan rasa nyaman, identitas diri, serta dukungan psikologis yang berkelanjutan.
Namun, ketika kebutuhan “secure base” ini tidak terpenuhi melalui relasi sosial atau lingkungan, individu beresiko mengalihkan ikatan tersebut pada sumber lain yang dianggap mampu memberikan rasa aman yang instan.
Menurut Lassotta dkk (2025), kesejahteraan psikologis paling optimal ketika ikatan bersifat seimbang dan beragam, sementara ikatan yang sempit, berlebihan, atau tidak timbal balik justru meningkatkan risiko gangguan mengatur emosi.
Di sisi lain, sebagian besar pengguna tau jikalau interaksi dengan AI Chatbot adalah palsu dan dirancang sedemikian rupa untuk kebutuhan individu. Namun, rasa aman dan perasaan dipahami yang ditawarkan membuat individu terus kembali ke dunia virtual tersebut sebagai sumber kenyamanan emosional.
Dampak Ketergantungan AI Chatbot dan Upaya Penanganannya
Ketergantungan emosional terhadap AI Chatbot memiliki berbagai dampak seperti psikologis, sosial, dan kognitif khususnya pada individu yang berada dalam fase perkembangan emosional yang rentan seperti remaja.
Interaksi sosial akan berkurang ketika dunia virtual dijadikan sumber utama rasa aman dan kenyamanan.
Hal ini dapat melemahkan kemampuan individu dalam membangun relasi interpersonal yang sehat, mengelola konflik, pemecahan masalah, bahkan kemampuan berpikir sederhana.
Dalam jangka panjang, kondisi ini berpotensi meningkatkan perasaan isolasi sosial dan mengaburkan batas antara dunia nyata dan virtual, sehingga individu semakin sulit membedakan dukungan emosional yang sehat dengan kenyamanan instan yang ditawarkan AI Chatbot.
Berikut upaya baik dalam penanganan penggunaan AI:
- Jangan jadikan sumber utama
Batasi penggunaan AI Chatbot sebagai sumber utama rasa aman dalam ikatan emosional, melainkan sebagai media mencari informasi, ide, dan tujuan produktif lainnya.
- Eksplorasi kegiatan atau hobby
Mencari kegiatan baru yang bermanfaat untuk mengalihkan keinginan interaksi AI Chatbot dengan eksplorasi, kreativitas, dan hobby baru.
- Melatih pengendalian emosi tanpa teknologi
Mengembangkan kemampuan mengenali, mengekspresikan, dan mengelola emosi secara mandiri melalui refleksi diri, menulis jurnal, atau teknik relaksasi sederhana.
- Mencari relasi sehat dan bermakna
Berani mencari tahu relasi sosial yang nyata dan mempertahankan yang sehat serta bermakna untuk kesejahteraan dan kesehatan mental.
- Konsultasi nyata atau bantuan profesional
Jika sedang mengalami stres, kesepian, atau masalah psikologis lainnya, segera mencari bantuan di sekitar atau orang yang terpercaya seperti psikolog atau konselor berlisensi.
Ketergantungan ini membuktikan bahwa teknologi bukan sekadar alat, melainkan ruang baru pemenuhan kebutuhan psikologis.
Namun, ketika kenyamanan virtual mulai menggantikan relasi nyata, risiko terhadap kesehatan mental tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, kesadaran kita akan batas sehat penggunaan teknologi menjadi kunci agar AI Chatbot tetap menjadi alat bantu, bukan pelarian utama.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


