Baru-baru ini, media sosial dan jagat raya diramaikan oleh wacana Gerakan Ayah Mengambil Rapor. Gerakan yang diluncurkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ini sontak saja ramai diperbincangkan karena pandangan yang berbeda dalam pola asuh anak yang sering kali dianggap sebagai tugas dari seorang ibu.
Lantas, apa sebenarnya isi gerakan ini dan mengapa partisipasi ayah menjadi begitu penting?
Isi Surat Edaran dan Esensi Gerakan
Dalam narasi yang beredar di media massa, BKKBN melalui surat edaran menekankan pentingnya peran ayah dalam pengasuhan atau father involvement. Gerakan ini bukan sekadar kedatangan fisik ayah ke sekolah, melainkan sayembara bagi para ayah untuk lebih berpartisipasi secara aktif terhadap perkembangan akademik dan karakter anak, serta menekan angka kemungkinan terjadinya fatherless di Indonesia.
Himbauan ini secara garis besar berisi dorongan dari institusi pendidikan dan perkantoran untuk memberikan waktu bagi para ayah agar bisa hadir di sekolah saat pembagian rapor anak. Tujuannya adalah untuk memperbarui pandangan bahwa urusan pendidikan anak adalah tugas dari seorang ibu saja. Melalui kehadiran ayah, diharapkan dapat terjadi interaksi antara si ayah dan guru mengenai catatan akademik dan sikap anak, serta kendala yang dihadapi anak selama satu semester.
Apakah Gerakan Ini Wajib, Terutama Bagi Ayah yang Bekerja?
Pertanyaan yang paling krusial adalah: "Apakah ini wajib?" karena pembagian rapor biasanya diadakan pada hari aktif kerja seperti Jumat atau Sabtu pagi, dimana banyak ayah yang masih berkutat di kantor.
Secara umum, gerakan ini merupakan himbauan nasional dan edukatif, bukan sebuah kewajiban hukum yang memiliki sanksi. Namun, BKKBN dan jajarannya merekomendasikan agar para ayah dapat hadir sebagai bentuk investasi waktu bagi anak.
Bagi ayah yang bekerja, hal ini bisa disiasati dengan komunikasi yang baik kepada atasan atau perusahaan. Baiknya, saat ini banyak perusahaan yang telah sadar akan pentingnya work-life balance yang mengizinkan karyawannya mengambil cuti singkat atau datang terlambat demi urusan sekolah anak. Jika memang ayah benar-benar tidak dapat hadir karena tuntutan pekerjaan yang mendesak, ayah tetap dapat terlibat dengan cara berdiskusi dengan ibu setelah rapor diambil, hingga menjadwalkan pertemuan daring dengan wali kelas.
Dampak Psikologis Bagi si Anak
Kehadiran Ayah dalam pengambilan rapor akan banyak menguntungkan, diantaranya berpengaruh baik bagi dampak psikologi Anak, seperti:
- Anak merasa sangat dihargai dan dicintai, karena anak akan merasa bahwa ayahnya benar-benar peduli dan hadir secara emosional dalam dunia mereka, bukan hanya sekedar pemberi nafkah yang sibuk bekerja.
- Memunculkan pikiran positif bahwa anak memiliki support system yang lengkap, karena dapat memperkuat ikatan emosional antara anak dan ayah yang jarang bertemu karena terbatasnya waktu.
- Meningkatkan prestasi akademik dan perilaku sosial anak, yang lebih baik di sekolah, karena tangki cinta yang penuh akan membuat hati anak bahagia dan semakin semangat belajar.
- Membentuk pola pikir yang sehat bagi anak di masa depan, karena anak telah belajar sejak dini bahwa pendidikan adalah tanggungjawab yang dijalankan secara bersama-sama, bukan hanya tugas satu orang saja.
- Memberi contoh kepada anak bahwa kedua orang tua memiliki peran yang sama-sama penting, karena kehadiran ayah dalam pengambilan rapor memberikan pandangan baru bahwa Ayah sama pentingnya dengan Ibu.
Demikian informasi seputar gerakan ayah mengambil rapor yang dikeluarkan oleh BKKBN, semoga informasi ini dapat mengedukasi dan membantu Kawan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


