UI melalui Festival Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (Pengmas) kembali menghadirkan rangkaian kegiatan edukatif. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap berbagai isu strategis nasional, Kamis (4/10).
Salah satu agenda yang menarik perhatian pengunjung adalah talkshow yang diselenggarakan oleh Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) UI dengan tajuk Penerapan Teknologi dalam Upaya Konservasi Alam. Akrivitas ini berlangsung di area pameran dekat Alfamart Perpustakaan UI dan terbuka untuk seluruh sivitas akademika serta masyarakat umum.
Talkshow tersebut membuka diskusi dengan menyoroti dua permasalahan besar yang masih dihadapi Indonesia hingga saat ini, yaitu krisis pangan dan keterbatasan akses air bersih.
Kedua isu itu tidak hanya berdampak pada aspek lingkungan, tetapi juga berpengaruh langsung terhadap kesehatan, kesejahteraan, dan keberlanjutan hidup masyarakat.
Melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat, SIL UI berupaya menghadirkan solusi berbasis teknologi yang aplikatif dan berorientasi pada kebutuhan nyata di lapangan.
Pengelolaan sumber daya pangan menjadi topik utama yang dipaparkan oleh Dr. Ir. Sri Setiawati Tumuyu, M.A. Dalam pemaparannya, ia menekankan persoalan Food Loss and Food Waste yang masih menjadi tantangan serius di Indonesia.
Berdasarkan data yang disampaikan, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai penyumbang limbah makanan terbesar di Asia Tenggara dengan total mencapai 14,7 juta ton per tahun. Angka tersebut mencerminkan rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengelola pangan secara bijak, baik pada tahap produksi, distribusi, maupun konsumsi.
“Target pengmas ini ditujukan kepada ibu-ibu PKK dan anak-anak, karena merekalah yang berperan penting dalam pengelolaan pangan di tingkat rumah tangga. Edukasi perlu dilakukan sejak dini agar masyarakat tidak terbiasa membuang sisa makanan,” ujar Dr. Sri Setiawati.
Melalui kegiatan pengmas ini, limbah bahan makanan yang sebelumnya dianggap tidak bernilai kemudian diolah menggunakan teknologi kebaruan menjadi pupuk organik.
Produk pupuk tersebut turut dipamerkan dalam Festival Pengmas UI sebagai bentuk hasil nyata dari kegiatan pengabdian sekaligus sarana edukasi bagi masyarakat.
Selain berkontribusi dalam pengurangan limbah, pengolahan limbah makanan menjadi pupuk organik juga mendukung praktik pertanian berkelanjutan.
Dengan memanfaatkan sisa bahan pangan, masyarakat dapat mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia serta menciptakan siklus pemanfaatan sumber daya yang lebih ramah lingkungan.
Pendekatan ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran kolektif mengenai pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian alam.
Isu keterbatasan air bersih menjadi topik berikutnya yang disampaikan oleh Dr. Hayati Sari Hasibuan, S.T., M.T. Melalui program pengmas yang dilakukannya, ia memperkenalkan Rainwater Harvesting (RWH) sebagai solusi alternatif dalam pemanfaatan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat.
RWH diterapkan di wilayah Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, yang meskipun dikenal sebagai kawasan wisata paling premium, masih menghadapi persoalan serius terkait akses air bersih.
“Di beberapa daerah, masyarakat harus menempuh jarak sekitar tiga kilometer dengan medan naik turun bukit hanya untuk mengambil air dari sungai,” jelas Dr. Hayati.
Kondisi tersebut berdampak pada munculnya berbagai permasalahan kesehatan, seperti stunting, dehidrasi, serta kekurangan gizi, terutama pada anak-anak.
Keterbatasan air juga memengaruhi pola hidup masyarakat, termasuk kebiasaan ‘menyayangkan’ penggunaan air bersih untuk keperluan sanitasi dan kebersihan.
Menurut Dr. Hayati, risiko stunting tidak hanya disebabkan oleh kekurangan asupan pangan, tetapi juga oleh terbatasnya akses terhadap air bersih. Oleh karena itu, penerapan RWH menjadi salah satu bentuk mitigasi yang efektif dalam mencegah berbagai penyakit akibat minimnya ketersediaan air.
Sistem ini memungkinkan masyarakat untuk menampung dan memanfaatkan air hujan secara optimal, terutama pada wilayah dengan curah hujan yang cukup tinggi.
Selain diterapkan di Labuan Bajo, teknologi RWH juga dikembangkan di dua pesantren. “Menariknya, pesantren pertama sebelumnya harus mengeluarkan biaya hingga dua juta rupiah per bulan untuk mendapatkan air bersih. Dengan adanya RWH, pengeluaran tersebut dapat ditekan secara signifikan,” ungkapnya.
Sementara itu, pesantren kedua diarahkan untuk mengintegrasikan pengelolaan sumber daya pangan dengan pengelolaan air bersih, sehingga tercipta sistem yang saling mendukung dan berkelanjutan.
Menanggapi berbagai inisiatif tersebut, Prof. Dr. Kosuke Mizuno menegaskan bahwa konsep ekonomi sirkular sangat relevan dalam upaya konservasi alam.
Menurutnya, pengelolaan sumber daya pangan dan air bersih yang berbasis ekonomi sirkular memungkinkan masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya secara efisien tanpa merusak lingkungan.
“Ekonomi sirkular memberikan manfaat keberlanjutan karena sumber daya alam dapat digunakan dalam jangka waktu yang lebih panjang dan bertanggung jawab,” ujarnya.
Melalui talkshow ini, SIL UI menegaskan komitmennya dalam mendorong penerapan teknologi yang tidak hanya inovatif, tetapi juga berpihak pada masyarakat dan lingkungan.
Festival Pengmas UI menjadi wadah penting untuk mempertemukan akademisi, praktisi, dan masyarakat dalam satu ruang dialog, guna bersama-sama mencari solusi atas berbagai permasalahan lingkungan yang dihadapi Indonesia saat ini.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


