Banyak orang tua yang merasa dekat dengan anaknya karena bisa berbagi cerita apa pun. Masalah pekerjaan, keuangan, konflik rumah tangga, hingga rasa lelah menghadapi hidup sering kali diceritakan begitu saja.
Bagi orang tua, mungkin ini dianggap sebagai kejujuran dan kedekatan. Namun bagi anak, cerita-cerita tersebut bisa berubah menjadi beban yang tidak pernah ia minta.
Anak bukanlah orang dewasa dalam tubuh kecil. Kemampuan berpikir, mengelola emosi, dan memahami masalah hidup mereka masih berkembang.
Ketika anak dibebani pikiran orang tuanya, ia dipaksa memproses persoalan yang sebenarnya berada di luar kapasitas usianya.
Anak yangTerlaluCepatDewasa
Anak yang sering mendengar keluhan orang tua cenderung tumbuh dengan rasa tanggung jawab yang berlebihan. Ia belajar untuk menahan emosi sendiri demi menjaga perasaan orang tuanya. Anak seperti ini biasa disebut " anak yang dewasa sebelum waktunya".
Dari luar, ia tampak mandiri dan kuat. Namun, di dalam, ia menyimpan kecemasan, rasa bersalah, dan ketakutan akan mengecewakan orang tuanya.
Tidak jarang jika seorang anak merasa dirinya harus menjadi seorang penenang, penengah konflik, bahkan pengganti pasangan emosional bagi orang tua.
Peran ini dikenal dengan parentification, dimana kondisi anak mengambil peran emosional orang dewasa. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mengganggu perkembangan psikologis pada anak.
KetikaCintaBerubah menjadiTekanan
Sebagian orang tua menganggap bahwa anak perlu tahu "realitas hidup" sejak dini agar bisa menjadi pribadi yang kuat. Sayangnya, tanpa disadari, hal ini justru mampu memindahkan beban emosional orang tua kepada anak.
Anak mungkin akan mulai merasa tanggung jawab atas kebahagiaan orang tuanya, atau merasa bersalah ketika tidak mampu membantu.
Tekanan ini bisa muncul dalam bentuk kecemasan yang berlebih, sulit tidur, adanya perubahan perilaku, hingga menarik diri dari sosial. Anak akan belajar bahwa perasaannya sendiri tidak sepenting masalah orang tuanya.
Dalam jangka panjang, pola ini mampu membuat anak kesulitan mengenali dan mengekspresikan emosinya saat dewasa.
FaktoryangMembuatAnakTerbebaniPikiranOrangTua
Beberapa faktor yang mampu menyebabkan anak terbebani secara emosional antara lain:
- Orang tua yang kurang memiliki dukungan emosional dari pasangan ataupun lingkungan.
- Adanya konflik rumah tangga yang terbuka di depan anak.
- Masalah ekonomi yang sering dikeluhkan tanpa penjelasan yang sesuai usia.
- Orang tua yang menjadikan anak sebagai satu-satunya tempat berbagi cerita
- Budaya yang menuntut anak agar selalu "mengerti" dan "tidak membantah".
Faktor-faktor ini tidak selalu lahir dari niat buruk. Justru sering kali muncul dari kelelahan dan keterbatasan orang tua itu sendiri.
BelajarMenjagaBatasEmosional
Menjaga kesehatan mental anak bukan berarti orang tua harus terlihat kuat atau berpura-pura baik-baik saja. Orang tua boleh menunjukkan emosinya, tetapi harus ada batas yang jelas. Anak perlu tahu bahwa orang tua memiliki masalah, tetapi anak tidak harus memikul tanggung jawab untuk menyelesaikannya.
Orang tua juga perlu memiliki ruang aman sendiri, baik melalui pasangan, teman, ataupun bantuan profesional, agar anak tidak menjadi tempat pelampiasan emosional.
Dengan begitu, hubungan orang tua dan anak dapat tetap hangat tanpa mengorbankan kesehatan mental anak.
AnakBerhak menjadiAnak
Anak berhak tumbuh dengan beban yang sesuai dengan usianya. Ia berhak bermain, belajar, marah, dan sedih tanpa harus memikirkan masalah orang dewasa.
Ketika anak di bebani pikiran orang tuanya, yang terampas bukan hanya ketenangannya, tetapi juga masa kanak-kanaknya.
Mencintai anak bukan berarti melibatkan mereka dalam semua beban hidup. Justru, mencintai anak berarti melindungi mereka dari beban yang belum saatnya mereka pikul.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


