ibu dan cinta yang tak menunggu momentum - News | Good News From Indonesia 2025

Ibu dan Cinta yang Tak Menunggu Momentum

Ibu dan Cinta yang Tak Menunggu Momentum
images info

Ibu dan Cinta yang Tak Menunggu Momentum


Pernahkah Kawan GNFI benar-benar menyadari betapa lelahnya pengorbanan seorang ibu untuk kita? Di tengah keramaian publik yang mengunggah foto bersama ibu dengan ucapan “Selamat Hari Ibu” setiap 22 Desember, ada cinta seorang ibu yang kerap tidak terlihat.

Media sosial pun dipenuhi ungkapan cinta dan penghargaan untuk ibu. Namun sayangnya, semua itu seringkali hanya berlangsung sesaat, keesokan harinya realitas kembali berjalan seperti semula.

Kasih dan cinta seorang ibu tidak pernah dapat diukur oleh materi apa pun. Sepanjang hidup, kita pun tak akan mampu membalas seluruh pengorbanannya.

Cinta itu telah ada sejak kita dalam kandungan, hadir dalam bentuk yang paling sederhana, melalui kesabaran yang panjang, dan perhatian yang datang tanpa syarat.

Ibu sebagai Sekolah Pertama Anak

Seorang penyair ternama, Hafiz Ibrahim mengungkapkan bahwa al-ummu madrasatul ula yang berarti ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya.

Sejalan dengan gagasan tersebut, penelitian oleh Dhea Pratiwi et al. (2023) dalam buku Bidadari Itu adalah Ibu karya Ninik Handrini menegaskan bahwa ibu memegang peran penting dalam mendidik dan membentuk karakter anak sebagai bekal menuju kesuksesan di masa depan.

Melalui tutur kata dan keteladan sehari-hari, anak belajar tentang rasa aman, bahasa, nilai, dan kasih sayang. Pendidikan ini tidak berlangsung di ruang kelas, melainkan hadir dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai sekolah pertama, ibu tidak hanya mengajarkan soal pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan kepribadian anak.

Inilah wujud cinta seorang ibu yang sering kali tidak terucap. Meski kita menyebut guru sebagai pendidik pertama ketika memasuki sekolah formal, tetapi ibu adalah sekolah pertama dalam kehidupan anak.

Karena itu, cinta seorang ibu bukan sekadar perasaan, melainkan proses panjang dalam membimbing anak tumbuh menjadi manusia seutuhnya.

Kasih Ibu yang Tidak Pernah Tidur

Cinta seorang ibu terasa hangat dalam pelukan, memberikan kesejahteraan emosional, serta melangitkan doa-doa tanpa henti. Setiap hari, ibu berjaga mengiringi langkah anak tanpa mengenal waktu.

Tak jarang, yang memenuhi pikirannya hanyalah satu hal yaitu kebahagiaan anaknya. Ketika malam masih gelap, ia tetap mengurus rumah dalam sunyi, memastikan segalanya siap sebelum memulai pagi.

Bahkan saat kita memiliki banyak teman untuk berbagi cerita, ibu tetap menjadi pendengar yang paling setia. Selalu bersikap tenang dan memberi ruang bagi anak untuk terus tumbuh, belajar, dan kembali pulang tanpa rasa takut.

Tanpa disadari, cinta ini bekerja dalam senyap tanpa pernah sekalipun menuntut pengakuan.

Ibu sebagai Manusia, Bukan Sekadar Peran

Tugas seorang ibu tidak hanya mengurus rumah, mengatur keuangan, melahirkan, dan mengasuh anak, melainkan juga menjalani peran sebagai manusia utuh yang bisa merasa lelah, kecewa, takut, dan membutuhkan ruang untuk didengar (Fauziah et al., 2024). Ketika ibu dipahami hanya sebagai peran, pengorbanannya tidak cukup untuk digambarkan.

Padahal, setiap hal yang ia lakukan menjadi bermakna: bangun dalam gelap, menahan emosi, mengalahkan lelah, dan tetap hadir bagi anak-anaknya.

Oleh karena itu, seorang ibu berhak dihargai batasnya, didengarkan suaranya, dan memperoleh kebahagiaan.

Mengakui ibu sebagai manusia menyadari bahwa kasih sayangnya bukan kewajiban semata, tetapi pilihan yang lahir dari kesadaran dan cinta.

Hari Ibu Hanyalah Pengingat, Bukan Batas

Meski diperingati sebagai hari nasional, ibu tak hanya layak dirayakan hanya setiap 22 Desember. Setiap hari yang dijalani sesungguhnya adalah hari untuk ibu.

Karena itu, Hari Ibu seharusnya menjadi pengingat bagi anak bahwa kasih sayang seorang ibu tidak lahir dari momen singkat, tetapi dari pengorbanan yang tidak pernah berhenti.

Pada akhirnya, ibu tidak pernah menuntut balasan. Ia hanya berharap anak-anaknya tumbuh menjadi manusia yang berakhlak.

Maka, merayakan hari ibu tidak berhenti pada unggahan foto, ucapan atau hadiah saja, tetapi diwujudkan dalam bentuk sikap sehari-hari dengan cara menghormati dan menghargainya dengan tulus.

Ibu layak dicintai bukan semata karena peringatan nasional, melainkan karena kasih sayang dan kehadirannya yang setia menemani sepanjang hidup kita.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

ZN
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.