Pernah tidak sih, Kawan tiba-tiba merasa menjadi orang paling spesial di dunia karena perhatian seseorang yang baru saja dikenal? Bayangkan, baru kenal hitungan hari, tetapi ponsel Kawan hampir tidak pernah berhenti bergetar karena notifikasi darinya.
Chat selalu dibalas secepat kilat. Setiap foto yang Kawan unggah dipuji setinggi langit. Bahkan, ia sudah berani memanggil Kawan dengan sebutan "sayang" atau "jiwa belahan" meski belum tahu banyak tentang kita.
Sekilas, momen ini terasa seperti adegan manis di film romantis. Namun, Kawan perlu sedikit waspada. Perhatian manis yang datang secara bertubi-tubi dan terasa berlebihan itu bisa jadi bukan tanda cinta yang tulus.
Dalam dunia psikologi, fenomena ini dikenal dengan istilah love bombing. Sebuah pola manipulasi emosional yang kini semakin sering menjerat kalangan remaja maupun orang dewasa.
Fenomena ini menjadi kian marak karena banyak dari kita yang belum sepenuhnya memahami garis tipis antara kasih sayang yang sehat dan obsesi yang manipulatif.

Mengenal Wajah Asli Love Bombing
Secara sederhana, love bombing adalah sebuah taktik manipulasi di mana seseorang memberikan kasih sayang, perhatian, dan pujian secara berlebihan untuk menciptakan ketergantungan emosional yang instan.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Nada Khairunisa (2023), love bombing bahkan dikategorikan sebagai salah satu bentuk kekerasan berbasis gender dalam hubungan pacaran.
Mengapa demikian? Karena pada intinya, pelaku sedang memanfaatkan emosi Kawan untuk bisa mendominasi dan mengendalikan hubungan.
Pada fase awal, pelaku akan tampil sebagai sosok "pasangan idaman" yang sangat peka. Namun, begitu Kawan sudah merasa nyaman dan merasa tidak bisa hidup tanpanya, wajah aslinya mulai terlihat.
Ia mulai menunjukkan sikap posesif, menuntut kabarmu setiap menit, melarang Kawan berteman dengan lingkungan lama, hingga mudah marah jika tidak dituruti keinginannya.
Ciri-Ciri yang Perlu Kawan Waspadai
Agar Kawan tidak terjebak lebih jauh, penting untuk mengenali sinyal bahaya atau red flags berikut ini:
Perhatian Intens yang Terasa "Terlalu Cepat": Pelaku sering kali ingin bergerak sangat cepat dalam hubungan. Mereka tidak ragu memberi hadiah mahal, mengirim pesan tanpa henti, atau membuat janji-janji masa depan yang muluk padahal baru mengenal Kawan sebentar saja. Penelitian Ongkisutanti (2024) menyebutkan bahwa ini adalah strategi untuk mendapatkan kepercayaan Kawan secara instan.
Kontrol yang Dibungkus Kepedulian: Setelah Kawan merasa dekat, pelaku mulai mengatur segala kegiatan kawan. Semuanya dibungkus dengan alasan yang terlihat manis seperti, "Aku melarangmu pergi karena aku terlalu sayang dan tidak mau kamu kenapa-napa." Padahal, Kawan, cinta yang sehat adalah cinta yang membebaskan, bukan mengekang.
Permainan Psikologis atau Gaslighting: Saat Kawan mulai merasa ada yang salah dan mencoba bertanya, pelaku biasanya akan memutarbalikkan keadaan. Kamu justru dibuat merasa bersalah, dianggap tidak bersyukur, atau disebut terlalu berlebihan dalam merespons cintanya. Menurut Christian (2023), taktik inilah yang membuatmu makin sulit untuk melepaskan diri.
Kelelahan Mental yang Luar Biasa: Hubungan yang awalnya manis ini perlahan akan menguras energi. Kawan mungkin mulai merasa stres, kehilangan rasa percaya diri, dan selalu merasa cemas jika tidak memenuhi ekspektasi pelaku.
Langkah Bijak Menjaga Hati
Kawan, setiap orang berhak memiliki hubungan yang setara dan saling menghargai. Jika kamu merasa sedang berada dalam situasi ini, berikut beberapa langkah yang bisa diambil:
Tentukan Batasan yang Jelas: Kawan tetaplah individu yang merdeka, berhak memiliki waktu pribadi, tetap berkumpul dengan sahabat, dan memiliki ruang untuk diri sendiri tanpa harus merasa bersalah.
Nilai Perilaku secara Logis: Jangan hanya terpaku pada kata-kata manis. Perhatikan bagaimana konsistensi perilakunya dalam jangka waktu yang lebih panjang. Apakah ia menghormati keputusanmu saat kamu berkata "tidak"?
Jangan Ragu untuk Bercerita: Penelitian menunjukkan bahwa seseorang akan lebih cepat pulih dan sadar ketika mendapat perspektif dari orang luar. Ceritakan apa yang Kawan alami kepada sahabat atau keluarga yang kamu percayai.
Beri Jarak untuk Berpikir: Jika suasana sudah terasa menyesakkan, jangan ragu untuk mengambil jarak. Mengurangi kontak sejenak bisa membantumu melihat hubungan tersebut dengan lebih jernih.
Love bombing mungkin terlihat seperti ledakan kembang api yang indah di awal. Namun, ternyata ia bisa menjadi racun yang merusak kesehatan mental secara perlahan.
Dengan mengenali tanda-tandanya sejak dini, Kawan dapat melindungi diri dan belajar bagaimana membangun hubungan yang benar-benar sehat. Karena pada akhirnya, cinta sejati tidak akan menuntutmu untuk kehilangan jati diri.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


