penyu hijau biota laut yang mengarungi 2000 kilometer lautan - News | Good News From Indonesia 2025

Penyu Hijau, Biota Laut yang Mengarungi 2.000 Kilometer Lautan

Penyu Hijau, Biota Laut yang Mengarungi 2.000 Kilometer Lautan
images info

Penyu Hijau, Biota Laut yang Mengarungi 2.000 Kilometer Lautan


Penyu hijau (Cheloniamydas) adalah salah satu dari tujuh spesies penyu laut yang tersisa di dunia dan termasuk dalam famili Cheloniidae

Spesies ini dinamai demikian bukan karena warna tempurungnya, yang cenderung zaitun hingga coklat, tetapi karena warna kehijauan dari lemak atau jaringan adiposa di bawah cangkangnya, yang diakibatkan oleh pola makan herbivora mereka. 

Status konservasi globalnya, menurut Daftar Merah IUCN (International Union for Conservation of Nature), terdaftar sebagai "Terancam Punah" (Endangered), dengan beberapa populasi tertentu bahkan berada dalam status yang lebih kritis.

Tubuhnya relatif besar

Secara fisik, penyu hijau dewasa dapat dibedakan dari spesies penyu laut lainnya melalui beberapa karakteristik. Mereka memiliki tubuh yang relatif besar, dengan karapas (cangkang atas) yang halus dan berbentuk oval atau jantung. 

Panjang karapas rata-rata dewasa adalah 78 hingga 112 cm, dengan berat tubuh dapat mencapai 110 hingga 190 kg. Kepalanya relatif kecil dengan sepasang sisik prefrontal di antara matanya. 

Kakinya telah berevolusi menjadi sepasang kaki depan yang kuat dan berbentuk dayung untuk berenang, serta sepasang kaki belakang yang lebih pendek untuk kemudi. Warna karapas bervariasi dari hijau zaitun, coklat, hingga kehitaman dengan pola radial atau marmer yang tidak beraturan.

baca juga

Dari omnivora, jadi herbivora

Perilaku unik yang paling mencolok dari penyu hijau adalah transisi pola makannya seiring perkembangan usia. Berbeda dengan penyu laut lain yang sebagian besar tetap karnivora sepanjang hidupnya, penyu hijau mengalami perubahan ontogenetik drastis. 

Tukik dan penyu muda bersifat omnivora atau karnivora, memakan berbagai makhluk laut seperti ubur-ubur, krustasea kecil, dan sponges. Namun, saat memasuki tahap remaja dan dewasa, mereka secara bertahap beralih menjadi herbivora hampir secara eksklusif. Mereka terutama memakan lamun (sea grass) dan alga makro. 

Adaptasi ini terlihat pada rahang mereka yang bergerigi untuk membantu memotong vegetasi laut. Perilaku makan ini menjadikan mereka sebagai "pemotong rumput laut" yang vital, karena kegiatan merumput mereka membantu menjaga kesehatan dan produktivitas padang lamun.

Satu lagi perilaku unik adalah navigasi dan siklus hidupnya yang kompleks. Penyu hijau betina akan kembali ke pantai tempat mereka menetas (natal beach) untuk bertelur setelah bermigrasi ribuan kilometer. Mereka menunjukkan kesetiaan lokasi (philopatry) yang sangat kuat. 

Migrasi mereka antara daerah mencari makan (foraging ground) dan daerah bersarang (nesting beach) dapat melintasi cekungan samudera. Misalnya, populasi yang mencari makan di perairan Brazil diketahui bermigrasi untuk bertelur di Pulau Ascension di tengah Atlantik, menempuh perjalanan lebih dari 2.000 km.

Berperan penting bagi ekosistem

Di Indonesia dan secara global, penyu hijau termasuk biota yang dilindungi secara penuh. Perlindungan ini didasarkan pada beberapa regulasi dan perjanjian. 

Status perlindungan penyu hijau diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, dimana seluruh spesies penyu laut, termasuk penyu hijau, tercantum di dalamnya. 

Secara global, semua spesies penyu laut tercantum dalam Apendiks I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), yang berarti perdagangan komersial internasionalnya dilarang sama sekali.

Ancaman utama terhadap populasi penyu hijau bersifat antropogenik. Ancaman di darat mencakup perusakan dan fragmentasi habitat pesisir untuk pembangunan, pencemaran cahaya yang mengacaukan orientasi tukik, serta pengambilan telur secara ilegal. 

Ancaman di laut sangat beragam, meliputi tangkapan sampingan (bycatch) dari operasi penangkapan ikan, baik dengan jaring insang, pukat, maupun rawai, tertabrak kapal, terjerat sampah laut terutama plastik yang dikira makanan, dan degradasi habitat padang lamun akibat pencemaran dan aktivitas perairan. 

Menurut kajian dalam jurnal Global Ecology and Conservation (2020), penurunan populasi global penyu hijau terutama disebabkan oleh eksploitasi historis untuk daging dan telurnya, serta ancaman bycatch yang masih terus berlangsung. 

Meskipun beberapa populasi menunjukkan tanda-tanda pemulihan berkat upaya konservasi intensif di lokasi peneluran, ancaman di laut tetap menjadi tantangan besar yang memerlukan penanganan regional dan global.

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firdarainy Nuril Izzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firdarainy Nuril Izzah.

FN
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.