Bank Mandiri menyatakan neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat masih mencatatkan surplus sepanjang Januari hingga Oktober 2025, meskipun ada kebijakan tarif impor baru dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Kepala Riset Makroekonomi dan Pasar Keuangan Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina, menjelaskan bahwa fenomena front loading atau percepatan pengiriman barang oleh eksportir sebelum tarif resmi berlaku pada Agustus 2025 menjadi faktor pendorong utama.
“Dampak penerapan tarif impor Amerika belum terlalu signifikan karena banyak eksportir yang melakukan front loading,” ujar Dian Ayu dalam paparan Economic Outlook 4Q2025, dikutip dari Antara.
Data yang diolah dari BPS menunjukkan surplus perdagangan dengan AS meningkat 28,4 persen menjadi US$14,9 miliar pada periode Januari-Oktober 2025, dibandingkan US$11,6 miliar di periode yang sama tahun 2024.
Sementara itu, surplus dengan India tercatat menurun 10,3 persen menjadi US$11,3 miliar.
Di sisi lain, defisit perdagangan dengan China semakin dalam, membesar dari US$9,3 miliar menjadi US$16,3 miliar.
Struktur surplus Indonesia masih bertumpu pada komoditas utama, yaitu minyak nabati (terutama CPO) dengan surplus US$28,1 miliar, diikuti batu bara dan gas (US$22,6 miliar), serta besi dan baja (US$15,8 miliar).
Dian Ayu menekankan pentingnya memperluas perjanjian perdagangan untuk mengantisipasi tekanan ke depan. “Sehingga bisa menjadi bantalan apabila memang ada nanti potensi tekanan akibat penerapan tarif AS,” katanya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News