Harga perak dunia kembali mencetak rekor baru pada akhir November 2025, melampaui puncak yang sempat terjadi pada Oktober.
Logam mulia ini ditutup di sekitar 55,66 Dolar AS per ons, didorong oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga Federal Reserve dan derasnya arus masuk investasi. Para analis menilai tren penguatan harga perak ini belum selesai.
Kenaikan harga ini sejalan dengan pasokan yang makin ketat. Paul Syms, Kepala Pendapatan Tetap ETF di Invesco, menjelaskan bahwa pasar perak yang jauh lebih kecil dibanding emas membuatnya rentan terhadap gejolak harga.
Kelangkaan ini terlihat dari menipisnya cadangan di London dan Shanghai. Kondisi kekurangan ini sempat mendorong biaya pinjaman perak melonjak ekstrem, dengan suku bunga sewa semalam menembus 200 persen pada Oktober 2025.
Permintaan yang melonjak datang dari dua arah, yaitu investasi dan industri. Di Asia, India menjadi konsumen perak terbesar yang didorong oleh musim panen dan perayaan, sehingga harga perak di sana sempat naik 85 persen.
Secara global, defisit pasokan terjadi karena pesatnya kebutuhan di sektor industri seperti kendaraan listrik (EV), kecerdasan buatan (AI), dan panel surya.
Analis StoneX, Rhona O’Connell, mencatat bahwa produksi tambang perak global terus menurun selama satu dekade terakhir. Dengan konduktivitas listrik yang tinggi, perak kini berada di persimpangan antara logam mulia dan logam industri, sehingga memiliki potensi besar seiring dunia bergerak menuju elektrifikasi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News