Berbagai lembaga kini mulai membahas langkah awal menuju redenominasi rupiah, termasuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menyatakan kesiapan melakukan riset serta memberikan rekomendasi kebijakan. Kepala BRIN, Arif Satria, menegaskan bahwa lembaganya akan mendukung pemerintah dalam kajian penyederhanaan nilai rupiah, yang juga melibatkan Bank Indonesia. Kajian ini dianggap sebagai bagian dari isu strategis nasional yang membutuhkan landasan ilmiah dan koordinasi antar-lembaga.
Dari pihak Bank Indonesia, Gubernur Perry Warjiyo menegaskan bahwa proses redenominasi bukanlah langkah instan. Proyek tersebut menurutnya bisa memakan waktu hingga lima sampai enam tahun dari penerbitan undang-undang (UU) Redenominasi hingga masa transisi ketika uang lama dan baru beredar bersama. Selain regulasi soal transparansi harga, BI perlu mempersiapkan desain dan pencetakan uang baru agar perubahan berlangsung mulus tanpa membingungkan publik.
Istilah “redenominasi” mengacu pada upaya menyederhanakan angka dalam pecahan mata uang, seperti mengubah nominal Rp1.000 menjadi Rp1, tanpa mengurangi nilai riil maupun daya beli masyarakat. Langkah ini bertujuan membuat transaksi keuangan lebih efisien dan mudah dipahami, terutama dalam sistem pembayaran digital yang terus berkembang. Penyederhanaan nominal juga diharapkan membantu memperkuat kredibilitas rupiah di tingkat internasional.
Perlu dicatat bahwa gagasan penyederhanaan nilai rupiah bukanlah hal baru. Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan kemudian Joko Widodo (Jokowi) kebijakan serupa pernah diusulkan, namun tidak pernah terealisasi. Wacana kini kembali muncul di masa pemerintahan saat ini sebagai bagian dari langkah kaji matang bersama.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News