boles melestarikan warisan budaya sunda - News | Good News From Indonesia 2023

Boles: Menghidupkan Warisan Budaya Sunda

Boles: Menghidupkan Warisan Budaya Sunda
images info

Boles: Menghidupkan Warisan Budaya Sunda


#LombaArtikelPKN2023
#PekanKebudayaanNasional2023
#IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Budaya merupakan warisan berharga yang membentuk dasar kehidupan umat manusia. Sebagai hasil dari akal pikiran dan perasaan yang memberikan identitas serta makna dalam hidup, kebudayaan bukanlah sesuatu yang jauh dari pola perilaku manusia, melainkan menjadi bagian tak terpisahkan dari langkah kehidupan setiap insan.

Bukan sekadar kumpulan tradisi dan adat istiadat, budaya merupakan cerminan jiwa dan fondasi spiritual yang mengakar kuat dalam pribadi tiap-tiap umat. Maka dari itu, setiap individu adalah pemilik sejati atas kebudayaan yang membentuknya.

Indonesia dengan beragam keunikan budaya yang dimilikinya, menjadi harta karun berharga yang tak boleh terkubur begitu saja. Budaya milik kita perlu dijaga, karena itu adalah bagian penting dalam diri ini yang mencerminkan nilai serta akal budi kita sebagai manusia.

Ini adalah salah satu budaya milik kita bersama yang perlu dirayakan keberadaannya, yaitu permainan bola tangan api asal Sukabumi, yang merupakan perpaduan indah antara seni bela diri dengan latihan jasmani, serta pengendalian rohani dalam suatu tradisi, bernama Bolés yang merupakan singkatan dari Bola Leungeun Seuneu.

Warisan Kebudayaan Padjadjaran

Permainan Bola Leungeun Seuneu (Bolés) | Dok. PKM RSH UPI 2023/ Instagram @bolesforlocalwisdom
info gambar

Permainan Bola Leungeun Seuneu (Bolés) | Dok. PKM RSH UPI 2023/Instagram @bolesforlocalwisdom


Dilansir dari hasil penelitian Faridah pada tahun 2020, penamaan Bolés diambil dari bahasa sunda yang secara harfiah dapat diartikan sebagai permainan bola api yang dilakukan dengan tangan. Tradisi ini berasal dari permainan nyonyoo seuneu (memainkan api) yang muncul pada abad ke-13 hingga abad ke-15 Masehi, ketika wilayah bagian barat Pulau Jawa dikuasai oleh Kerajaan Padjadjaran yang dipimpin oleh Prabu Siliwangi.

Kesenian ini ditemukan dalam Kitab Suwasit yang kini tersimpan di Museum Prabu Siliwangi, yang terletak di Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath, Kota Sukabumi. Pada saat itu, Bolés biasanya dipentaskan dalam acara penyambutan kedatangan raja maupun berbagai upacara kerajaan lainnya.

Setelah menghilang selama berabad-abad lamanya, Prof. Dr. KH. Muhammad Fajar Laksana, keturunan sah ke-17 dari Prabu Siliwangi sekaligus pimpinan Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath, yang mendapat kepercayaan dari leluhurnya untuk menjaga Kitab Suwasit, mempelajari dan menghidupkan kembali permainan nyonyoo seuneu pada tahun 2011, melalui perguruan silat Maung Bodas yang bekerja sama dengan IPSI Kota Sukabumi, untuk menghadirkan kembali seni pertunjukan dan pertandingan bola tangan api, yang konsep dasarnya diilhami oleh kebiasaan Sang Prabu dalam Kitab Suwasit.

Kini, tradisi Bolés dipertunjukkan dengan berbagai paduan indah dari seni bela diri pencak silat, ngagotong lisung (membawa lesung), serta cambuk api yang diiringi dengan irama merdu dari kendang pencak.

Perpaduan Spiritual dan Keindahan Budaya

Permainan Bola Leungeun Seuneu (Bolés) | Dok. PKM RSH UPI 2023/ Instagram @bolesforlocalwisdom
info gambar

Permainan Bola Leungeun Seuneu (Bolés) | Dok. PKM RSH UPI 2023/Instagram @bolesforlocalwisdom


Luthfiah (2015) dalam penelitiannya, menyebutkan bahwa permainan Bolés muncul sebagai inisiatif KH. Muhammad Fajar Laksana di Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath, Kota Sukabumi untuk memberikan para santri pengalaman yang tak hanya dalam bidang agama, tetapi juga dalam melestarikan budaya Sunda, yang merupakan bagian penting dari pembentukan identitas mereka.

Perpaduan unik antara permainan, olahraga, dan kesenian tradisional khas Sukabumi ini dimainkan oleh dua tim yang masing-masing terdiri dari 6 pemain, dengan 4 pemain utama dan 2 orang pemain cadangan, bersaing untuk mencetak skor dengan melempar dan melambungkan bola api, kemudian memasukkannya ke dalam keranjang lawan yang berbentuk seperti ring basket.

Bola yang digunakan dalam permainan ini terbuat dari tempurung kelapa tua yang telah direndam dalam minyak tanah selama 1-2 hari dan dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2 jam. Hal tersebut dilakukan agar bola api tidak berhamburan saat dibakar selama permainan.

Permainan Bolés membutuhkan kekompakan, ketangkasan, dan kecepatan dalam mengoper bola api. Pemain diizinkan memegang bola api selama 3-5 detik untuk menghindari luka bakar. Hal tersebut memiliki filosofi yang berkaitan dengan pengendalian hawa nafsu manusia, di mana bola api adalah simbol dunia tempat manusia terbuai dengan kenikmatan sesaat. Jika pemain tidak mampu mengendalikan diri dalam permainan dengan memegang bola terlalu lama, mereka bisa terluka, mengingat tangan dalam permainan ini diibaratkan sebagai alat untuk mengendalikan hawa nafsu.

Selain itu, permainan ini memiliki dimensi spiritual yang dalam. Para pemain harus berani menyentuh bola api, yang mencerminkan keberanian dan keyakinan pada kekuasaan Tuhan. Mereka juga perlu merencanakan strategi dengan baik dan mengutamakan pentingnya kerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Permainan ini pun mengajarkan keterampilan berpikir cepat, kekuatan fisik, dan tidak mudah patah semangat dalam menghadapi berbagai rintangan.

Permainan Bola Leungeun Seuneu tidak melibatkan unsur sihir, tetapi mengandalkan kecepatan dan ketangkasan. Bola api tidak terasa panas saat dipegang berkat Air Kekebalan Al-Fath (AKAL), yang mengandung campuran lemon, bawang putih, dan sirih. Kandungan antiseptik dan antibiotik dalam campuran air tersebut menjaga tangan pemain agar tidak terbakar saat memegang bola api. Lamanya permainan ini adalah 6 menit, karena air kekebalan hanya mampu menahan panas selama waktu tersebut. Jika lebih dari itu, maka dapat membahayakan para pemain.

Kini, Bolés dapat dimainkan oleh siapa saja dengan aman melalui pengawasan ahli. Sehingga, masyarakat tidak perlu takut untuk mencoba permainan ini. Karena, penggunaan trik, kecepatan tangan dan kaki, serta ramuan khusus dari Pondok Pesantren Al-Fath dapat digunakan untuk menahan panas dari bola api.

Upaya tersebut dilakukan Pondok Pesantren Al-Fath untuk memperluas aksesibilitas Bolés kepada publik, agar budaya Sunda dapat tumbuh dan berkembang dalam jiwa masyarakat. Karena, pada esensinya, Bolés bukan sekadar permainan biasa, melainkan perpaduan antara budaya, spiritualitas, dan kecerdasan fisik yang mengajarkan berbagai pengalaman berharga kepada mereka yang memainkannya. Di mana, dalam setiap lemparan bola api, terkandung makna yang mendalam tentang pengendalian diri, kerja sama tim, dan pelestarian warisan budaya.

Dalam setiap tradisi, cerita, dan elemen budaya, terdapat pesan-pesan kebijaksanaan bagi setiap insan dalam menjalani kehidupan. Maka dari itu, mari kita bersama-sama menjaga dan mengelola lumbung budaya ini, agar nilai-nilai yang kita junjung tinggi dapat terus bersemi, sehingga warisan budaya yang luhur ini dapat kita nikmati dan senantiasa lestari.

Referensi:

Faridah, H.R.R. (2020). Perancangan Informasi Permainan Tradisional Bola Leungeun Seuneu (Boles) Melalui Media Novel Dengan Ilustrasi. (Skripsi). Universitas Komputer Indonesia, Bandung.

Luthfiah, E. (2015). “Permainan Bola Api (Boles)” Antara Sakral dan Profan di Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath Sukabumi. Ekspresi Seni: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni, 17(2), 222-229. DOI: https://dx.doi.org/10.26887/ekse.v17i2.104

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

WA
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.