Dahulu, jika kita memiliki kendaraan entah roda dua atau roda empat dan hendak melakukan pengisian bensin, caranya cukup sederhana. Tinggal merogoh kocek, menghitung berapa jumlah nominal uang atau saldo kartu debit bahkan kartu kredit yang ada, kemudian bergegas menuju ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) resmi, baik Pertamina atau pompa bensin swasta di kota tempat tinggal masing-masing.
Petugas SPBU akan langsung mengisikan ke mulut tangki kendaraan, berdasar jenis bahan bakar yang kita kehendaki dan sesuai nominal yang dibayarkan.
Lain ladang lain belalang, lain dahulu lain pula zaman sekarang. Sejak bulan Oktober 2024 di negara kita, modal uang tunai dan saldo kartu debit atau kartu kredit tidaklah cukup jika kita ingin mengisi BBM bersubsidi di SPBU Pertamina.
Ada persyaratan tambahan, yaitu kode batang alias barcode yang wajib kita unduh di aplikasi daring MyPertamina.
Namun aturan itu berlaku bagi konsumen yang ingin mengisikan BBM bersubsidi selevel Pertalite atau Solar ke masing-masing tangki kendaraan mereka. Ingin terbebas dari kode batang ketika mengisikan BBM ke tangki kendaraan? Bisa saja, cukup mengisikan BBM non-subsidi, sekaliber Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Turbo atau Dexlite. Dijamin kita terbebas dari praktik kode batang dan aplikasi di telpon pintar.
Cukup bayar tunai, BBM non-subsidi langsung masuk tangki sesuai permintaan dan kita bisa meninggalkan SPBU tanpa perlu berurusan dengan petugas untuk menunjukkan kode batang.
Namun, bagi Kawan yang ingin mengisikan BBM bersubsidi, tentu harus mengikuti sejumlah prosedur. Mengunduh aplikasi MyPertamina dan diikuti registrasi dengan persyaratan KTP, STNK, foto kendaraan dan foto TNKB (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor) atau plat nomor kendaraan.
Setelah registrasi selesai, Kawan GNFI akan memperoleh kode batang pada telpon pintar yang wajib ditunjukkan kepada petugas SPBU Pertamina setiap ingin mengisi BBM bersubsidi pada tangki kendaraan masing-masing.
Mekanisme ini diberlakukan di pelbagai pulau (dimulai dari Pulau Jawa dan Bali) di negara kita menyikapi berbagai hal. Seperti fluktuasi harga minyak dunia, lalu semakin tinggi populasi kendaraan dunia di tengah-tengah produksi BBM dari fosil sumber non-terbarukan yang jumlahnya kian terbatas.
Selain itu, selama ini subsidi BBM yang dianggarkan mengakibatkan negara harus merogoh kocek lebih dalam untuk masyarakat yang dituding kerap salah sasaran.
Orang kaya dengan mobil mewah berkapasitas silinder mesin 3.000 cc pun ikut disubsidi negara ketika ia mengisikan BBM bersubsidi pada mobilnya. Sementara kaum nelayan atau masyarakat berpenghasilan rendah kerap harus mengisi tangki kendaraannya dengan BBM non-subsidi dengan solar non-subsidi Dexlite atau bahkan Pertamax Plus. Sungguh ironis, bukan? Terbalik.
Tidak kurang, negara kita wajib merogoh kocek sedalam 190 triliun rupiah sepanjang tahun 2024. Untuk apa? Tentu untuk pengadaan subsidi energi yaitu subsidi BBM, tabung gas 3 kilogram serta listrik bagi masyarakat. Seperti disampaikan secara detail pada situs web pertamina pada 14 Maret 2024.
Membludaknya jumlah kendaraan di Nusantara menjadi salah satu fondasi utama mengapa subsidi energi wajib tepat sasaran. Tahun 2024, kurang lebih ada 137 juta kendaraan roda dua, dengan 20 juta unit mobil pribadi berseliweran di seantero wilayah Republik Indonesia.
Yang jelas dengan pemberlakuan barcode elektronik pada transaksi pembelian BBM bersubsidi pada mobil telah merubah pola perilaku publik dan petugas. Pertama, pembeli wajib menyiapkan telpon pintar dan barcode untuk ditunjukkan kepada petugas.
Setelah itu petugas memverifikasi, lalu pengisian BBM pun berjalan seperti sediakala. Ada perubahan kebutuhan waktu yang diperlukan dalam pengisian BBM kendaraan berjenis mobil pribadi.
Dahulu sebelum pemberlakuan barcode elektronik, pengisian BBM non-subsidi pada mobil seyogianya membutuhkan rerata waktu 5 hingga 6 menit per unit. Sekarang, karena dengan pemberlakuan barcode, dibutuhkan waktu kisaran 8 hingga 10 menit per kendaraan untuk tiap pengisian mobil dengan BBM bersubsidi.
Implikasinya sudah jelas, yakni dengan pertambahan kuantitas kendaraan yang mengantre. Nah, hal ini kiranya tidak luput dari perhatian PT Pertamina (Persero) kedepan supaya populasi antrean bisa direduksi.
Negara wajib hadir untuk menjawab keterbatasan dan kebutuhan ekonomi masyarakat, khususnya kebutuhan energi masyarakat miskin atau masyarakat berpenghasilan rendah. Transisi menuju target Net Zero Emission pada tahun 2060 mungkin masih jauh panggang dari api dan masih jauh dari harapan.
Net Zero Emission adalah suatu kondisi di mana emisi karbon di negara kita tidak akan melebihi kemampuan daya dukung lingkungan, yakni kapasitas penyerapan bumi. Untuk itu, upaya sekecil apapun harus dimulai, seperti kode batang MyPertamina untuk menjamin subsidi tepat sasaran.
Jangan lagi ada mobil mewah, mahal, dan berkelas premium masih mengisi BBM bersubsidi. Kecuali kalo yang bersangkutan tidak punya urat malu, silakan saja.
Yang jelas, masyarakat dan publik sudah semakin cerdas. Jika ada praktek penyimpangan, publik bisa melaporkan dengan banyak ketersediaan kanal pelaporan dengan cepat. Zaman transformasi digital, jangan hanya aplikasi dan telpon pintar saja yang canggih.
Namun, karakter dan intelegensia publik juga harus ikut semakin canggih. Termasuk melaporkan jika ada praktek penyalahgunaan di depan mata publik.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News