berburu jendela dunia di bilangan stadion diponegoro - News | Good News From Indonesia 2024

Berburu Jendela Dunia di Bilangan Stadion Diponegoro

Berburu Jendela Dunia di Bilangan Stadion Diponegoro
images info

Berburu Jendela Dunia di Bilangan Stadion Diponegoro


Ada benarnya suatu adagium lampau yang mengatakan bahwa sebagian besar ungkapan lama ternyata masih relevan dengan realitas kehidupan masa kini. Ya, ungkapan bahwa "Buku adalah Jendela Dunia" adalah ungkapan usang yang ternyata tidak usang dan masih berlaku hingga era generasi teknologi digital 4.0 ini.

Dengan sebuah buku, kita dapat menyibakkan sebagian cakrawala semesta dalam kehidupan kita. Melalui buku, kita dapat melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia. Kita dapat mempelajari kebiasaan-kebiasaan dan tradisi masyarakat dunia hingga biografi tokoh besar dunia dengan menyelami kisahnya dalam sebuah buku.

Buku dapat membuka wawasan dan cakrawala berpikir serta mempertajam intuisi kehidupan kita.

Seperti di Kota "Atlas" Semarang, pada penghujung tahun 2024 ini. Ternyata di salah satu sudut Kota Semarang masih menyimpan artefak dan harta karun ilmu pengetahuan yang bisa kita dapatkan. Persisnya di Semarang Tengah, Kawasan Stadion Diponegoro, Jalan Stadion Timur, Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah.

Belasan lapak masih berdiri tegak untuk menjajakan buku dari berbagai genre di sekitaran Stadion Diponegoro, di sisi kiri jalan aspal selebar 4 meter lebih. Jalan Stadion Timur masih bisa disesaki dua kendaraan roda empat yang lalu lalang bergerak berlawanan arah pada saat yang bersamaan.

Bukunya terdiri dari banyak varian. Mulai dari religi, iptek, olahraga, sosial budaya, sejarah, politik, cerita anak hingga kisah biografi tokoh dunia. Semua bisa Kawan bebas pilih dengan preferensi dan selera masing-masing.

baca juga

Namun, jangan berharap jika buku yang dijajakan adalah buku anyar dan gres layaknya toko buku populer pada gerai mal atau pusat perbelanjaan metropolitan. Bukunya bisa dibilang sebagai buku second atau buku bekas pakai.

Ibaratnya kalau berburu pakaian bekas pakai di Kota Semarang, kita membelinya di lapak awul-awul. Lapak awul-awul adalah lapak yang memperdagangkan pakaian dan berbagai komoditas perlengkapan rumah tangga namun bukan barang baru, melainkan barang bekas pakai.

Jadi jika kita berburu buku di kawasan Jalan Stadion Timur ini, ibarat berburu buku dengan konsep lapak awul-awul. Namun kualitas dan falsafah ilmu pengetahuan tetap bisa diserap tanpa memandang baru atau usangnya helai kertas pada buku, bukan?

Soal harga sangat kompetitif tentunya. Kita bisa membeli buku mulai banderol harga Rp20.000 hingga lebih dari Rp100.000-an. Bergantung pada kondisi fisik buku, kualitas warna hingga ketebalan sampul dan ukuran buku. Sebagai ilustrasi, sebuah buku biografi salah seorang menteri kabinet Presiden SBY lansiran tahun 2009.

Dulu buku biografi sang menteri perhubungan bertajuk "Kepemimpinan Sepanjang Zaman" ini dibanderol di toko buku terkemuka antara rentang harga 150.000 hingga 200.000 rupiah dalam kondisi baru.

Namun kali ini di penghujung tahun 2024, penulis bisa mendapatkannya dengan banderol harga 30.000 rupiah saja. Harganya sangat miring dan kompetitif, kembali ke kemampuan tawar menawar kita di lapangan.

Kualitas buku bertajuk "Kepemimpinan Sepanjang Zaman" ini masih terbilang cukup baik. Lembar demi lembar teks pada halaman masih terbaca jelas dimana foto dokumentasinya masih jelas bisa terlihat.

Namun, tekstur dan warna kertasnya tentu tidak seputih kertas buku keluaran anyar, melainkan sudah agak lawas berwarna sedikit kekuningan. Mengingat usia buku sudah memasuki 15 tahun.

Tidak semua buku "serius" yang dijajakan, tetapi banyak buku cerita ringan. Seyogianya komik, kartun, dan fiksi bisa kita dapatkan sesuai selera.

baca juga

"Wah, agak sepi memang sekarang ini dagang, bang. Karena banyak orang penggemar buku kan bisa akses buku digital sekarang," ujar salah seorang penjaja buku yang diutarakan langsung kepada penulis. Namun, nyatanya ia tetap optimis, menggelar lapak dagangannya mulai pagi hingga malam hari.

"Ayo, sukanya buku apa? Buku filsafat, pengetahuan, yang berat sampai yang ringan ada semua," selorohnya seraya menunjuk deretan buku di bagian atas rak.

Cukup menyenangkan bagi penggemar buku untuk bisa berburu buku di lokasi. Masih sangat banyak pilihan, biarpun kualitasnya sebagai buku bekas. Fisik boleh bekas. Namun kualitas, atmosfer dan isi dari buku tetap nomor wahid.

Tanpa paksaan, jika harga tidak atau belum cocok, kita pun bebas membaca atau melihat di lapak dagangan sebelahnya tanpa intimidasi atau ajakan berlebihan sebagai keharusan membeli buku.

Di tengah tengah era gempuran digital, para penjaja buku loak ini masih eksis dan bertahan. Dengan misi yang mungkin terdengar naif bagi sebagian orang, demi misi mencerdaskan bangsa dan negara, mereka tetap melakoninya.

Di saat yang sama, mereka para penjaja buku juga wajib menjaga agar api di dapur harus tetap menyala. Isi periuk nasi juga tetap harus dipastikan ada.

Kita dukung misi utama bangsa Indonesia dalam tugas mencerdaskan kehidupan bangsa. Tidak harus dari keputusan politik yang besar untuk bisa mengubah bangsa negara. Namun mulailah dari hal kecil. Dengan berburu sang jendela dunia untuk dibaca, dihayati dan diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Hobi berburu dan membaca buku biasanya menular dan bisa mewabah. Maka mari, tularkanlah hal positif itu kepada lingkungan kita masing-masing.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DR
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.