Suasana malam penuh warna dan semangat kebudayaan mewarnai Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang pada Sabtu, 26 April 2025, dalam gelaran Pusparagam Budaya 2025 #1. Acara yang diinisiasi oleh Sanggar Perwira Budaya ini mengusung tema “Seni Berkisah, Budaya Bernyawa”, menegaskan peran seni sebagai sarana menghidupkan kembali nilai-nilai budaya, sejarah, dan kearifan lokal.
Acara ini terbuka untuk umum dengan harga tiket masuk (HTM) gratis, sehingga siapa saja dapat menikmati ragam pertunjukan seni tanpa biaya.
Pusparagam Budaya 2025 menghadirkan kolaborasi berbagai sanggar dan komunitas seni, baik dari Semarang maupun luar kota. Di antara peserta yang tampil adalah Canthas Production Semarang, Sanggar Perwira Budaya, Sanggar Sekar Arum, Paguyuban Tari Jawa Yasa Budhaya Semarang, Program Studi Pendidikan Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNNES, serta Sanggar Setyo Langen Budoyo Wonosobo yang akan berkolaborasi dengan komunitas Swatantara.
Ayok Eko Pertiwi, Ketua Panitia Pusparagam Budaya, dalam sambutannya menyampaikan bahwa, "Dengan diadakannya kegiatan ini kami berharap acara ini dapat menjadi wadah untuk para seniman yang ada di kota Semarang atau di luar kota Semarang agar bisa mengenal budaya di Semarang atau di daerah masing-masing." Ia juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara ini.
Perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang mengapresiasi terselenggaranya acara ini dan menegaskan komitmen pemerintah kota dalam mendukung kemajuan seni dan budaya.
"Semoga kegiatan malam ini menjadi barometer bagi sanggar-sanggar seni di Kota Semarang untuk terus mendorong dan memajukan seni tari, khususnya memajukan seni budaya di Kota Semarang," ujarnya. Ia menambahkan bahwa Dinas Kebudayaan terus berupaya memfasilitasi kemajuan seni budaya yang ada di Kota Semarang.
Disampaikan pula bahwa hingga tahun 2024, sebanyak 11 karya budaya dari Kota Semarang telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda tingkat nasional. Upaya terus dilakukan agar karya-karya ini dapat diakui hingga tingkat internasional oleh UNESCO.
Acara dibuka secara simbolis dengan pemukulan kentongan bersama oleh Kepala UPTD TBRS Semarang, Agung Ciptoningtyas, S.E., Ayok Eko Pertiwi, dan perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang.
Rangkaian Pertunjukan Penuh Makna
Jingle Sanggar Perwira Budaya satukan penampil dan tamu undangan UNNES dalam flashmob bersama. | Foto: Dokumentasi Pribadi
Pusparagam Budaya 2025 menampilkan delapan pertunjukan dari berbagai sanggar dan komunitas, diawali dengan peluncuran Jingle Sanggar Perwira Budaya. Tari Angon dari Canthas Production membuka pentas, mengajak generasi muda untuk tetap cerdas, ceria, dan sederhana di tengah kemajuan teknologi. Sanggar Perwira Budaya menampilkan Tari Sigrak yang menggambarkan semangat pantang menyerah dan Tari Rancak Denok yang menggambarkan kebanggaan terhadap Kota Semarang, serta kaitannya dengan tradisi Dugderan.
Sanggar Sekar Arum memukau penonton dengan Topeng Geyol, yang mengisahkan kebahagiaan sepasang kekasih yang menari bahagia layaknya pengantin. Paguyuban Tari Jawa Yasa Budhaya menghadirkan Tari Bang Ceng Ceng, sebuah tari guyonan yang merespon realita nusantara.
Penampilan yang tak kalah memukau datang dari para penari Wonosobo, yaitu Sanggar Setyo Langen Budoyo yang berkolaborasi dengan Swatantra, menampilkan Tari Topeng Lengger yang memukau dengan kekayaan kesenian Jawa Tengah.
Prodi Pendidikan Seni Tari FBS UNNES memukau penonton dengan "Karya Kalibrasi", sebuah tari kontemporer yang awalnya merupakan ujian koreografi semester 5. Hafiz Nur, salah satu penari sekaligus koreografer, mengungkapkan bahwa tarian ini berkisah tentang ambisi seorang penari, perjuangan meraih mimpi, serta emosi yang bercampur aduk dalam proses tersebut.
Penampilan ini menjadi angin segar bagi dunia tari kontemporer di Semarang, yang menurut Hafiz masih minim. "Fun fact saat ujian koreografi, banyak yang nangis nonton karya kita, bahkan kita sendiri yang nari... karena rasa sakit itu bener-bener muncul," kenang Hafiz.
Sanggar Perwira Budaya memukau dengan Tari Kridho Utomo, suguhkan kisah cinta dan pengorbanan di Pusparagam Budaya 2025. | Foto: Dokumentasi Pribadi.
Sanggar Perwira Budaya menutup rangkaian pertunjukan dengan Tari Kridho Utomo, yang mengisahkan cinta abadi dan pengorbanan Dewi Arimbi kepada ksatria Brotoseno.
Cerita di Balik Panggung
Beberapa penari dari Sanggar Perwira Budaya, mengungkapkan bahwa persiapan untuk tampil di acara ini telah dilakukan selama satu bulan. “Dari sanggar kami menampilkan beberapa tarian, salah satunya Kridho Utomo yang bercerita tentang kisah cinta Dewi Arimbi dan Brotoseno,” ujar mereka.
Salah seorang penari Tari Rancak Denok Semarang, juga menyampaikan rasa bangga bisa tampil di Pusparagam Budaya. “Senang sekali bisa ikut serta, persiapan kami juga sekitar satu bulan. Untuk Tari Rancak Denok ini penampilnya anak-anak SMP, ada lima orang,” katanya.
Sementara itu, Hafiz Nur, mahasiswa Pendidikan Seni Tari UNNES, kembali membagikan kisah di balik Karya Kalibrasi. “Tari ini menceritakan ambisi seorang penari untuk menjadi profesional. Lewat karya ini, kami ingin membuka wawasan tentang tari kontemporer di Semarang, yang masih minim. Harapannya, semakin banyak yang tertarik belajar dan mengapresiasi tari kontemporer,” jelas Hafiz.
Acara ditutup dengan penyerahan sertifikat apresiasi kepada para peserta, flashmob, dan sesi foto bersama, menandai semangat kebersamaan dan keberagaman yang menjadi kekuatan utama Pusparagam Budaya 2025.
Pusparagam Budaya 2025 membuktikan bahwa seni dan budaya adalah denyut nadi kehidupan kota, sekaligus ruang ekspresi yang mempertemukan tradisi, kreasi, dan inovasi generasi muda.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News