Di masa Timor Leste masih berada di pangkuan Ibu Pertiwi, Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) pernah mengudara di sana. Media ini menjadi sumber informasi, hiburan, dan alat pemersatu identitas kebangsaan.
Kawan GNFI, dibangun dan diberikannya fasilitas penunjang informasi ini sebenarnya dilatarbelakangi dari kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat. Di masa-masa awal Timor Leste bergabung ke pangkuan NKRI, 76,6 persen penduduknya masih buta huruf.
Berdirinya RRI, TVRI, dan media informasi lain di sana merupakan upaya pemerintah agar pembangunan nasional lebih merata.
Munculnya TVRI di Timor Leste
Jejak TVRI di Timor Leste yang sudah tiada | Wikipedia/Antonio Matabean
Menyadur dari buku elektronik Sejarah Perjuangan Rakyat Timor Timur yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, TVRI lebih dulu mengudara di Bumi Lorosae dibandingkan RRI. Siaran TVRI dari stasiun Jakarta resmi diterima di Timor Leste pada 16 Juli 1978, setelah diresmikannya stasiun relay TVRI di Marabia, Dili.
Setelah di Dili, dibangunlah stasiun relay lainnya di Maliana, Baucau, Lospalos, Suai, Viqueque, dan Ambeno. Sebagai informasi, stasiun TV relay ini menerima sinyal siaran dari stasiun TVRI induk di Jakarta dan dipancarkan kembali di daerah-daerah di Timor Leste.
Fasilitas yang diberikan oleh pemerintah Indonesia itu membuat masyarakat Timor Leste—dulu masih bernama Timor Timur—mengetahui perkembangan pemberitaan nasional dan internasional.
Berdirinya RRI Dili
Beberapa tahun berselang, pemerintah mulai menggarap radio di Dili. RRI Dili dibangun pada tahun 1981. Saat itu, daya pancarnya adalah 1 Kwh.
RRI Dili mengudara selama 24 jam penuh dan menjangkau seluruh wilayah Timor Timur. Lewat radio ini, masyarakat disuguhkan berbagai berita, termasuk program-program pemerintah, siaran keagamaan, siaran pedesaan, siaran untuk wanita, ilmu pengetahuan, siaran soal daerah-daerah di Indonesia, sampai hiburan.
Siaran di RRI Dili dulunya menggunakan bahasa Indonesia. Namun, pada jam tertentu, masyarakat akan mendengar si penyiar berbicara dengan bahasa Tetun, bahasa daerah Timor Leste.
Agar pelayanannya betul-betul dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, pemerintah turut membagikan radio cassette. Perangkat ini kemudian dibagikan kepada kepala sekolah serta kepada dan sekretaris desa di Timor Timur.
Media Cetak Jadul di Timor Timur
Untuk mendukung akses informasi di Timor Timur, pemerintah juga menerbitkan sejumlah brosur, buletin, hingga surat kabar. Dulunya, RRI, TVRI, dan media cetak semacam itu berada di bawah wewenang Departemen Penerangan.
Kantor Wilayah Departemen Penerangan menerbitkan berbagai buletin, salah satunya Buletin Penerangan. Menariknya, beberapa daerah di kabupaten tertentu juga ikut menerbitkan media cetak sederhana, misalnya Nabilan yang diterbitkan oleh Kantor Wilayah Departemen Penerangan Kabupaten Baucau.
Wanita-wanita di pedesaan juga diberikan buletin yang bertajuk Penerangan Wanita Pedesaan. Namun, di masa itu, penerbitan media cetak di Timor Timur masih sangat sederhana.
Tulisan-tulisan itu dicetak dengan mesin stensil dan kertas stensil buram. Hurufnya pun tidak terlalu jelas. Meskipun demikian, penerbitan itu dirasa cukup untuk membantu menyebarkan berita pembangunan.
Siaran Terakhir TVRI dan RRI di Timor Timur
Konflik besar yang terjadi di Timor Timur mendorong terjadinya referendum di tahun 1999. Di tengah gejolak tahun 1999 itu, TVRI dan RRI merampungkan siaran terakhir mereka.
TVRI Dili ditutup terlebih dahulu. Lalu, pada 23 September 1999, RRI Dili ikut menyusul. Gedung TVRI dan RRI pernah digunakan sebagai Radio e Televisão de Timor-Leste (RTTL), tetapi sekarang sudah dipugar.
Rekaman siaran terakhir RRI juga sudah dipublikasikan. Dalam siaran itu, penyiar menyampaikan salam perpisahan yang menyayat hati. Kini, jejak TVRI dan RRI di Timor Leste hanya tinggal nama dan kenangan.
Radio Suara PBI di Dili
Saat ini, Timor Leste dan Indonesia menjalin kerja sama di bidang pendidikan dan budaya lewat Radio Suara Pusat Budaya Indonesia (PBI) di Dili.
Radio Suara PBI mengudara di frekuensi 104.0 FM. Lokasinya berada di PBI Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Dili. Siaran radio ini bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat di Kota Dili dan sekitarnya.
Radio Suara PBI menyajikan berbagai program edukatif, seperti pendidikan, bahasa, seni, dan budaya. Harapannya, radio ini dapat memperluas akses informasi dan mempererat hubungan budaya antarmasyarakat dua negara.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News