pagari nagari ramah harimau rawat hutan dan cegah konflik - News | Good News From Indonesia 2025

PAGARI: Nagari Ramah Harimau, Rawat Hutan & Cegah Konflik

PAGARI: Nagari Ramah Harimau, Rawat Hutan & Cegah Konflik
images info

PAGARI: Nagari Ramah Harimau, Rawat Hutan & Cegah Konflik


Di tanah Minangkabau, hutan yang rimbun adalah rumah bagi Harimau Sumatra makhluk sakral yang dihormati dalam tradisi setempat sebagai Inyiak Balang atau tetua. Namun ekspansi pembalakan liar dan perambahan hutan memaksa sang raja rimba keluar dari habitatnya.

Masyarakat setempat mencatat empat ekor sapi diserang harimau ketika hewan ini keluar mencari mangsa. Konflik pun meningkat: di satu sisi, harimau masih dihormati dalam budaya di sisi lain, kerugian ekonomis nyata menimbulkan ketakutan. Selain itu, penebangan liar merusak keseimbangan ekosistem dan meningkatkan risiko bencana di nagari Minang.

PAGARI: Patroli Anak Nagari

Cikal Bakal Pembentukan

Untuk menjaga keharmonisan antara manusia dan harimau, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat, bekerja sama dengan Yayasan SINTAS Indonesia dan Centre for Orangutan Protection (COP), membentuk komunitas PAGARI Patroli Anak Nagari.

Komunitas lokal ini dibangun di Nagari Koto Tinggi di Kabupaten Limapuluh Kota dengan dukungan pemerintah daerah. Tujuannya adalah mencegah dan menangani konflik antara manusia dan satwa liar, khususnya harimau Sumatra, sehingga masyarakat dapat hidup berdampingan dengan satwa liar.

Bentuk dukungan pemerintah juga terlihat dari Surat Edaran Gubernur Sumbar No. 522.5/3545/Dishut‑2021 tentang pelestarian harimau Sumatra.

Filosofi dan Adat Minangkabau

Orang Minangkabau memandang harimau sebagai makhluk terhormat mereka pantang menyebut namanya secara langsung dan menggunakan sebutan seperti Inyiak, Datuak, Angku, dan Ampanglimo.

Hal ini mencerminkan keseimbangan antara penghormatan budaya dan konservasi modern. PAGARI mengadopsi filosofi tersebut dengan tagline “Nagari Ramah Harimau”, menekankan bahwa masyarakat dan harimau dapat berbagi ruang tanpa konflik.

baca juga

Program dan Kegiatan PAGARI

Pelatihan Konservasi dan Mitigasi Konflik

Anggota PAGARI dipilih oleh wali nagari dari setiap jorong (dusun). Mereka menjalani pelatihan teori selama dua hari dan praktik patroli hutan selama sehari. Materi yang diajarkan meliputi kebijakan konservasi harimau Sumatra, bioekologi, cara mengamankan hutan, perlindungan satwa liar, navigasi, penggunaan kamera jebak (camera trap), serta teknik mitigasi konflik satwa.

Setelah pelatihan, anggota PAGARI melakukan patroli kawasan dan memberikan respon cepat terhadap laporan masyarakat. Hingga Mei 2025, BKSDA dan SINTAS telah membentuk delapan tim PAGARI di beberapa kabupaten termasuk Agam, Solok, Pasaman, dan Limapuluh Kota.

Deteksi Dini dan Penanganan Konflik

PAGARI menjadi ujung tombak deteksi dini. Mereka memasang kamera jebak, memantau jejak satwa, dan mencatat interaksi harimau dengan ternak. Jika terjadi konflik, tim segera mengedukasi warga, menyingkirkan bangkai ternak, dan berkoordinasi dengan BKSDA untuk relokasi harimau ke habitat yang aman.

Kehadiran komunitas ini memungkinkan penanganan konflik lebih cepat, sehingga mengurangi kerugian dan melindungi harimau dari pembalasan warga.

Edukasi dan Keterlibatan Masyarakat

PAGARI mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga hutan dan menghormati harimau. Mereka mengadakan jambore dan pertemuan lintas nagari untuk berbagi pengalaman, belajar mitigasi medis, dan memperkuat jejaring.

Kegiatan ini melibatkan anak‑anak lewat game dan terapi seni (art therapy), menumbuhkan kepedulian konservasi sejak dini. Keterlibatan perempuan juga didorong agar perspektif gender terwakili dalam konservasi dan keamanan komunitas.

Kolaborasi dan Integrasi Kearifan Lokal

PAGARI bekerja bersama tokoh adat, lembaga pemerintah, LSM dan akademisi. Kearifan lokal seperti cerita rakyat Minangkabau diintegrasikan ke dalam materi edukasi, sehingga pesan konservasi mudah diterima.

BKSDA dan SINTAS menyiapkan modul pelatihan berbasis budaya dan sains. Kerja sama lintas sektor ini menegaskan bahwa penanganan konflik satwa tidak bisa berjalan sendiri: semua pihak harus berkolaborasi.

Dampak dan Pengakuan

PAGARI telah menekan kejadian konflik di nagari rawan dan meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa harimau bukan musuh. Banyak warga yang awalnya berniat membunuh harimau kini memilih melaporkan ke PAGARI.

Dengan patroli rutin, tim turut melindungi hutan dari perambahan. Program ini menjadi percontohan pengelolaan konflik satwa dan meningkatkan ketahanan sosial-ekologis nagari.

Pada tahun 2024, Tengku Lidra, perwakilan Yayasan SINTAS untuk PAGARI, menerima Apresiasi SATU Indonesia Award dari PT Astra untuk kategori lingkungan. Penghargaan ini mengapresiasi peran PAGARI dalam menjaga harimau Sumatra, melibatkan masyarakat, dan merawat hutan.

Penghargaan tersebut memberikan platform nasional bagi PAGARI untuk memperluas jaringannya dan mengajak komunitas lainnya membuat Nagari Ramah Harimau.

Harapan ke Depan

PAGARI berencana memperluas pembentukan tim di nagari‑nagari lain yang berbatasan dengan habitat harimau. Mereka ingin memperkuat sistem early warning berbasis teknologi melibatkan aplikasi pelaporan online dan penggunaan drone thermal untuk pemantauan.

Kegiatan ekonomi alternatif, seperti ekowisata berbasis budaya harimau dan pemasaran hasil hutan non‑kayu, akan dikembangkan agar masyarakat memperoleh manfaat ekonomi dari konservasi.

PAGARI juga berharap lebih banyak dukungan dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat luas untuk memastikan harimau Sumatra tetap berlari bebas di rimba dan nagari tetap aman dan sejahtera.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IW
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.