anyaman tape warisan kerajinan anyaman yang sarat makna di gayo lues - News | Good News From Indonesia 2025

Anyaman Tape, Warisan Kerajinan Anyaman yang Sarat Makna di Gayo Lues

Anyaman Tape, Warisan Kerajinan Anyaman yang Sarat Makna di Gayo Lues
images info

Anyaman Tape, Warisan Kerajinan Anyaman yang Sarat Makna di Gayo Lues


Pernahkah Kawan GNFI membayangkan, di balik tenangnya kabut pagi di perbukitan Aceh, ada sekelompok perempuan yang tengah duduk di beranda rumah, tangan mereka lincah menenun daun pandan menjadi karya penuh makna? Di sanalah, di sebuah daerah bernama Gayo Lues, kearifan itu masih hidup hingga hari ini.

Setiap daerah tentunya punya kebudayaan, tradisi, dan warisan yang menjadi identitas serta membedakan mereka dengan daerah lain, begitu juga dengan Gayo Lues. Daerah dengan julukan Seribu Bukit ini punya alam yang subur, dikelilingi hutan dan pegunungan serta aliran sungai dari segala sisi, sehingga dari alam juga masyarakat menciptakan karya seni berupa kerajinan, salah satunya adalah anyaman dari daun pandan yang dinamakan Tape, atau anyaman Tape.

Penamaan Tape dalam bahasa Gayo berbeda dengan istilah umum yang sering kita dengar yang berkaitan dengan fermentasi. Tape dalam bahasa Gayo dimaknai sebagai anyaman yang berbentuk persegi panjang dan ada beberapa volume di dalamnya yang berfungsi sebagai pembungkus tempat nasi yang digunakan dalam acara adat, pada umumnya masyarakat Gayo Lues menggunakannya sebagai undangan untuk menghadiri acara seperti kelahiran, pernikahan, dan khitanan.

Proses Pembuatan

Proses membuat anyamanTape dimulai dari alam dengan mengambil daun pandan yang tumbuh liar di sekitar kampung, terutama dekat aliran sungai. Daun pandan kemudian diambil durinya, dihaluskan, direbus, dijemur hingga kering, diwarnai kemudian dijemur kembali hingga warna melekat.

Setelah siap, barulah mulai menganyam, menyatukan helai demi helai, dengan pola yang sudah mereka hafal di luar kepala, proses mengayam dengan membentuk motif-motif tertentu ini dinamakan dengan istilah Nayu.

Pengrajin anyaman Tape di Gayo Lues umumnya dilakukan oleh perempuan. Anyaman Tape bukan sekadar wadah atau hiasan. Ia adalah simbol dari tangan-tangan yang sabar, hati yang tekun, dan cinta pada warisan leluhur.

Dalam setiap helai pandan yang mereka anyam, ada doa, cerita, dan nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tak ada mesin, tak ada alat modern. Hanya jari-jari yang lentur dan kesabaran yang panjang.

Saat menganyam, mereka sering saling bercerita tentang anak, tentang panen, tentang masa kecil. Suasana itu membuat setiap anyaman terasa hidup, seolah di dalamnya tersimpan napas dan kehangatan pembuatnya.

Anyaman Tape yang Kaya Akan Makna

Setiap motif pada anyaman Tape punya nama dan maknanya beragam yang berasal dari kebiasaan dan kehidupan masyarakat Gayo Lues pada zaman dahulu, ada yang menceritakan sejarah, cerita rakyat, legenda, dan lain-lain.

Misalnya motif Mata Pat yang melambangkan persatuan dan kesatuan masyarakat Gayo Lues, Bunge Onom melambangkan kepercayaan dan rukun iman, Jorol Lintah melambangkan lika-liku kehidupan, Bunge Terong melambangkan kepercayaan dan kesembuhan, Sesesip melambangkan perdamaian dan silaturahmi, Leladu melambangkan kreasi tanpa batas serta kehormatan, serta Bukit Bebaris yang melambangkan bermakna tentang kekaguman akan ciptaan Tuhan, terutama alam berupa pegunungan dan bukit yang sangat banyak di Gayo Lues yang juga dujuluki sebagai "negeri seribu bukit".

Sejarah dan kehidupan masyarakat Gayo Lues pada zaman dahulu diabadikan dalam motif ini, sehingga hal ini menjadikan kerajinan anyaman Tape ini tidak hanya sekedar hiasan motif saja, namun punya makna yang beragam serta menjadi pembeda dengan daerah lain.

Tantangan di Era Digital

Kini, di tengah gempuran modernitas, keberadaan anyaman Tape memang mulai berkurang. Banyak anak muda yang lebih tertarik pada dunia digital ketimbang duduk berlama-lama menganyam daun pandan. Namun di beberapa kampung di sekitar Blangkejeren, masih ada perempuan tangguh yang setia menjaga tradisi ini.

Mereka sadar, anyaman bukan hanya benda, tapi jejak identitas. Setiap hasil karyanya seperti jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa depan. Dengan anyaman, mereka mempertahankan kebanggaan bahwa menjadi Gayo berarti mencintai budaya, menghormati alam, dan menghargai kerja tangan sendiri.

Beberapa komunitas kini mulai menghidupkan kembali tradisi ini lewat pelatihan, pameran budaya, hingga kegiatan sekolah adat. Anak-anak muda diajak belajar menganyam, bukan hanya untuk membuat benda, tapi untuk menenun makna tentang siapa mereka. Anyaman Tape mengajarkan kita bahwa keindahan tidak harus mewah, dan tradisi tidak harus kuno. Di balik setiap simpulnya, ada filosofi hidup hidup yang seimbang, sederhana, dan penuh rasa syukur.

Budaya bukanlah sesuatu yang hilang ditelan zaman, Kawan GNFI. Ia hanya menunggu untuk disentuh kembali, dihargai kembali, dan diteruskan dengan hati yang hangat.
Karena setiap anyaman yang dibuat hari ini, adalah doa agar esok kita tetap punya alasan untuk bangga menjadi Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.