Pohon Ficus, yang secara global dikenal sebagai figtree atau ara, merupakan genus dalam keluarga Moraceae. Nama ilmiah untuk genus ini adalah Ficus, yang mencakup lebih dari 800 spesies berbeda.
Kelompok ini mencakup pohon-pohon besar, semak, serta tumbuhan pencekik yang dikenal sebagai beringin, dan juga tanaman yang dibudidayakan untuk buahnya, seperti buah tin (Ficuscarica). Keanekaragaman yang sangat besar ini menjadikan Ficus sebagai salah satu genus tumbuhan berbunga yang paling luas.
Secara taksonomi, Ficus diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Rosales, dan keluarga Moraceae. Genus ini memiliki distribusi yang pantropis, menjadikannya komponen penting dari berbagai hutan di seluruh dunia.
Ciri-ciri Pohon Ficus
Pohon Ficus memiliki sejumlah ciri morfologi yang mudah dikenali. Ciri yang paling mencolok adalah buahnya, yang secara botani disebut sebagai syconium. Syconium sebenarnya adalah struktur berongga yang membungkus ratusan bunga kecil di dalamnya.
Buah ini berkembang menjadi buah majemuk yang berdaging dan sering kali menjadi sumber makanan bagi berbagai jenis satwa. Dari segi daun, Ficus memiliki daun yang bervariasi dalam bentuk dan ukuran, tetapi umumnya sederhana, dengan susunan yang berseling pada batang.
Banyak spesies Ficus mengeluarkan getah putih saat batang atau daunnya dilukai. Getah ini dapat menjadi iritan bagi kulit. Sistem perakarannya juga beragam; beberapa spesies seperti beringin (Ficus benjamina) mengembangkan akar gantung yang dapat tumbuh menjadi batang baru, sementara yang lain seperti Ficus carica memiliki sistem akar yang lebih konvensional.
Punya kemampuan adaptasi tinggi
Pohon Ficus memiliki persebaran yang sangat luas, terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis di seluruh dunia. Mereka tumbuh subur di berbagai benua, termasuk Asia, Afrika, Australia, dan Amerika.
Di Indonesia, pohon Ficus, yang sering disebut sebagai beringin, waringin, atau kerabatnya, mudah ditemui di hampir semua wilayah. Mereka dapat beradaptasi dengan berbagai jenis habitat, mulai dari hutan hujan dataran rendah, daerah pegunungan, hingga wilayah perkotaan.
Kemampuan adaptasinya yang tinggi membuat Ficus sering ditanam sebagai pohon peneduh di tepi jalan, taman kota, dan lingkungan kampus. Beberapa spesies bahkan memulai hidupnya sebagai tumbuhan epifit di kanopi pohon lain, lalu secara bertahap menurunkan akar ke tanah dan akhirnya dapat "mencekik" inangnya, suatu strategi hidup yang unik.
Peran Ekologis Pohon Ficus
Prof Ani Mardiastuti, pakar ekologi satwa liar dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB University, menegaskan peran sentral Ficus dalam ekosistem. “Ficus ini bisa dibilang spesies kunci. Jika tidak ada, maka ekosistem akan terganggu. Ia tidak hanya menyediakan pakan, tetapi juga menjadi tempat berteduh dan berlindung bagi banyak jenis satwa,” ungkapnya.
Pernyataan ini merujuk pada konsep "keystone species," di mana suatu organisme memiliki pengaruh yang tidak proporsional terhadap lingkungannya.
Penelitian yang dilakukan di lingkungan kampus IPB University mengungkap betapa vitalnya peran Ficus. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sedikitnya ada 18 spesies burung yang memanfaatkan pohon Ficus sebagai sumber pakan.
Yang menarik, buah Ficus bukan hanya dikonsumsi oleh burung pemakan buah, tetapi juga oleh burung pemakan serangga. Hal ini terjadi karena di dalam buah Ficus yang lunak sering ditemukan serangga yang kemudian menjadi sumber protein bagi burung-burung insektivora.
Kelebihan ekologis lainnya dari Ficus adalah kemampuannya berbuah secara asinkron, atau sepanjang tahun. Buah pada setiap individu pohon muncul secara bergiliran, sehingga ketersediaan pakan bagi satwa relatif terjaga.
“Kalau satu pohon selesai berbuah, pohon lain mulai menghasilkan buah. Dengan begitu, burung selalu punya makanan sepanjang tahun,” jelas Prof Ani. Selain burung, satwa lain seperti bajing, kelelawar, dan berbagai jenis primata juga diketahui sangat bergantung pada Ficus sebagai sumber pangan.
Konservasi Pohon Ficus
Menyadari nilai ekologisnya yang sangat tinggi, IPB University mengintegrasikan pohon Ficus dalam tata kelola kampus. Bahkan, beberapa pohon Ficus dibiarkan tetap tumbuh di sekitar jalan dan bangunan kampus. Contohnya terlihat di depan Gedung Rektorat, di mana sepasang pohon beringin ditanam secara simbolis pada masa peresmian gedung tersebut.
“Ini bukti bahwa pohon beringin bukan sekadar peneduh, tetapi juga punya nilai budaya dan simbolik,” tambah Prof Ani. Keberadaan Ficus di kampus tidak hanya mendukung keanekaragaman hayati tetapi juga berfungsi sebagai laboratorium hidup bagi kegiatan akademik dan penelitian.
Prof Ani menekankan pentingnya membangun kesadaran kolektif masyarakat kampus untuk menjaga pohon Ficus. Langkah-langkah konservasi sederhana seperti tidak menebang pohon Ficus yang sudah ada, menanam lebih banyak individu dari genus ini, dan mengintegrasikan fungsi ekologisnya dalam kurikulum pendidikan dapat memberikan kontribusi nyata.
“Ayo kita jaga dan tambah jumlahnya. Manfaatnya bukan hanya untuk burung, tapi juga untuk manusia, mulai dari penyediaan oksigen, penyerapan karbon, hingga menjaga keseimbangan air,” ajaknya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News