Cianjur, identik dengan beras Pandanwangi yang menjadi warisan komoditas pertanian di daerahnya, bahkan Cianjur juga menjadi pusat produksi beras di Indonesia. Meski membanggakan, ketergantungan pada beras ini justru membatasi pengembangan komoditas pertanian lainnya.
Padahal, Cianjur memiliki lahan subur dan sumber air melimpah yang mendukung pertumbuhan berbagai komoditas pertanian lain, termasuk jagung.
Di balik kepopuleran beras Pandanwangi, ternyata tersembunyi tantangan yang dihadapi para petani, seperti stagnasi produksi dan lahan yang tidak dimanfaatkan secara optimal.
Melihat hal ini muncul inovasi pertanian ala Setya Gustina Riwayat yang ingin mengembangkan lahan pertanian untuk ditanami komoditas lain yang bernilai disamping komoditas padi penghasil beras untuk daerah Cianjur.
Kembangkan Jagung Hibrida sebagai Inovasi Pertanian Baru di Cianjur
Setya Gustina Riwayat melihat potensi jagung di Cianjur. Ia menemukan bahwa jagung bukan hanya komoditas pendamping, tapi bisa menjadi pilihan utama yang menjanjikan masa depan Cianjur, selain beras.
Mengapa? Karena uniknya, pasar terbesar jagung di Jawa justru ada di Cianjur, hal ini membuat Setya merasa penasaran dan terus berinovasi hingga menjadi pionir pengembangan jagung hibrida di daerah Cianjur.
"Program ini seperti bunuh diri sebenarnya, kita tahu kalau Cianjur terkenal dengan berasnya, tapi potensi jagung justru menjadi pasar terbesar dari Jawa," kata Setya.
Yang membedakan jagung Cianjur adalah adanya varietas jagung manis dan jagung hibrida. Jagung hibrida menjadi komoditas unggulan disini dan digunakan untuk pakan ternak, industri makanan, dengan pasar yang juga melibatkan peternak lokal.
Alasan Setya memilih jagung hibrida karena seluruh bagian tanaman ini memiliki nilai ekonomis. Bonggol bisa jadi pakan ternak atau briket, batangnya bisa digunakan untuk pakan ternak seperti sapi pedaging dan sapi perah, sementara biji jagung bisa dipakai untuk pakan ternak dan industri makanan.
Hasil panen dan pendapatan dari usaha ini bisa dicapai dengan modal awal sekitar 14-15 juta rupiah dan keuntungannya lebih besar, tetapi tantangannya ada pada konsistensi para petani dalam pengembangannya.

Panen jagung hibrida Cianjur | Foto: Instagram/@rumahpetani.indonesia
Ada juga mitra perusahaan yang menyediakan pupuk organik di mana jagung Cianjur ini tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga mandiri dan bekerja sama dengan pihak lain.
Selain itu, luas lahan jagung yang dikembangkan melalui kemitraan mencapai 72 hektar, dan jika digabungkan dengan perusahaan-perusahaan yang terlibat, totalnya mencapai 135 hektar.
“Kita memiliki standar sendiri dalam penanaman, ada SOP khusus untuk menghasilkan tanaman jagung berkualitas,” jelas Setya.
Selain itu, satu pohon jagung hibrida bisa menghasilkan tiga tongkol dengan ketinggian hingga tiga meter. Dalam waktu 70 hari bisa dipanen, dan biaya operasional untuk pengelolaannya aman hingga memberi keuntungan sampai 100 persen.
Dari sini, muncul potensi ekonomi besar disusul dengan penggunaan teknologi pertanian modern yang memberikan nilai jual tinggi dan membantah anggapan lama bahwa pertanian adalah usaha yang kotor atau tidak menjanjikan.
Baca juga: Standar Pertanian Jadi Kunci! Begini Cara Petani Padi dan Jagung Bisa Naik Kelas
Bangun ‘Rumah Petani Indonesia’ Sebagai Wadah Pembinaan Petani Cianjur

Setya Gustina Riwayat | Foto: Instagram/@rumahpetani.indonesia
Rumah Petani Indonesia menjadi wadah untuk mempersatukan para petani dalam satu komunitas sebagai tempat para petani untuk saling mendukung satu sama lain.
Tujuannya adalah mengatasi berbagai permasalahan yang sering dihadapi para petani, seperti harga pupuk dan benih yang terlalu mahal, juga sulit mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan.
Dari inisiasi Rumah Petani Indonesia, muncul kelompok tani inovasi dari Setya Gustina Riwayat dengan mengumpulkan para petani jagung untuk meningkatkan pengembangan tanaman jagung mereka.

Lahan jagung hibrida Cianjur | Foto: Instagram/@rumahpetani.indonesia
“Awalnya hanya 1,5 hingga 3 hektar, tapi ternyata jagung dari sini jadi pasar terbesar di Jawa, bahkan dari mana pun, jagung dikirim ke Cianjur. Akhirnya, saya mengajak beberapa petani, baik yang masih muda maupun yang sudah berpengalaman, untuk bergabung dalam program kemitraan di Cianjur untuk komoditas jagung,” ujar Setya Gustina Riwayat melalui sebuah wawancara di Radio Idola Semarang, Selasa (6/2/2024).
Rumah Petani Indonesia yang diinisiasi oleh Setya Gustina Riwayat juga menjadi penggerak dalam pembentukan Asosiasi Petani Jagung Cianjur. Harapan dari pemilik asosiasi ini adalah selain Cianjur dikenal sebagai lumbung padi nasional, juga bisa mencapai swasembada jagung pada tahun 2025.
Sebenarnya, Setya memiliki latar belakang dalam perdagangan internasional karena keluarga besarnya hidup sebagai petani dan berharap mereka bisa bertahan dalam kondisi ekonomi yang terus berubah.
“Asumsinya menjadi petani kotor itu sudah lama, kena lumpur atau ketemu ular. Tapi sekarang teknologi semakin berkembang. Kalau lihat petani jagung di Amerika, Eropa, atau Argentina, kita masih konvensional. Tapi bagaimana kita menggabungkan teknologi pertanian modern dengan cara-cara petani tradisional agar lebih efisien tanpa meninggalkan kearifan lama mereka,” terang Setya dalam wawancara.
Mematahkan asumsi pertanian itu kotor dan tidak menguntungkan, Setya berkeyakinan pada pengembangan jagung hibridanya untuk masa depan Cianjur lebih baik.
Bawa Jagung Hibrida Go Internasional
Berkat inovasinya, Setya Gustina Riwayat mendapat apresiasi dari SATU Indonesia Awards 2023 kategori lingkungan dari PT Astra International, Tbk sebagai bentuk inovasi nyata dalam mewujudkan swasembada jagung di Cianjur pada tahun 2025.
“Bagi kami, ini suatu kebanggaan. Saya yang dari keluarga petani, kadang-kadang masyarakat tidak menyadari, jadi petani mengapa hal ini penting? Karena pertanian selalu berhubungan dengan lingkungan. Jika pertanian semakin berkurang, minat petani juga berkurang, sehingga lahan jadi kosong dan semakin rusak. Bahkan bisa jadi lahan pertanian berubah jadi pabrik, perumahan, atau berisiko mencemari lingkungan karena banyak limbahnya. Tambah lagi urbanisasi terjadi karena lahan pertanian tidak dikelola dengan baik, padahal bertani bisa memberi keuntungan besar,” ujarnya.

Menuju Cianjur Swasembada Jagung 2025 | Foto: Instagram/@rumahpetani.indonesia
Pada tahun 2025, Setya Gustina Riwayat menggarap lahan seluas 86 hektar dengan melibatkan 600 petani. Jagung hibrida yang diproduksinya memiliki potensi besar, karena minim pesaing di wilayahnya.
Pemasarannya fokus pada sektor peternakan sebagai pakan ternak. Dan juga, saat ini, jagung hibrida mulai terus dikembangkan menjadi jagung beku untuk konsumsi dan berhasil diekspor ke Amerika, Kuwait, Bahrain, dan Qatar.
Hal ini sesuai dengan tujuannya, yaitu menjadikan Cianjur sebagai daerah swasembada jagung pada tahun 2025 hingga membawanya untuk terus Go Internasional.
“Bertani ini memiliki keuntungan luar biasa dan berdampak karena pertanian selalu berkaitan dengan lingkungan,” tuturnya.
#kabarbaiksatuindonesia
Baca juga: Desa Golosepang Sukses Budidaya Kepiting dan Lestarikan Mangrove Lewat Program Desa Sejahtera Astra
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News