Ketika berbicara tentang pendidikan dasar di Indonesia, nama Sekolah Dasar Instrukrsi Presiden (SD Inpres) hampir selalu muncul sebagai salah satu fondasi penting dalam sejarah pendidikan nasional.
Program ini bukan hanya proyek pembangunan fisik, tetapi representasi dari keseriusan negara dalam memperluas akses pendidikan bagi seluruh anak Indonesia pada era Orde Baru.
Lahir pada tahun 1973 melalui Instruksi Presiden, SD Inpres menjadi langkah besar pemerintah untuk mengatasi krisis fasilitas pendidikan, memperluas kesempatan belajar, serta menyiapkan pondasi wajib belajar yang lebih kuat.
Meski sering dipandang sebagai proyek infrastruktur semata, jejak SD Inpres jauh lebih luas dan strategis dari itu.
Mengapa SD Inpres Diluncurkan?
Mengutip dari Jurnal Risalah Berjudul “Perkembangan SD Inpres pada Masa Orde Baru Tahun 1973–1983” oleh Panji Hidayat, pada masa awal Orde Baru, kondisi pendidikan dasar Indonesia sangat memprihatinkan.
Banyak anak usia sekolah, khususnya 7–12 tahun, tidak bisa menikmati pendidikan dasar karena fasilitas yang terbatas dan kondisi gedung sekolah yang tidak memadai. Pemerintah melihat kondisi ini sebagai ancaman bagi pembangunan nasional dan cita-cita UUD 1945
Presiden Suharto menegaskan bahwa pembangunan pendidikan harus berjalan seiring dengan pembangunan nasional. Dalam banyak pidatonya, ia menempatkan pendidikan sebagai kunci untuk mencapai tujuan Pancasila dan melaksanakan Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) dalam pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
Dari sinilah muncul pemikiran untuk membangun sekolah dasar secara besar-besaran melalui Instruksi Presiden. Pemerintah melihat bahwa untuk mewujudkan sumber daya manusia yang susila, cakap, dan demokratis, diperlukan infrastruktur pendidikan yang memadai dan merata di seluruh wilayah Indonesia.
Lahirnya SD Inpres
Program SD Inpres resmi dimulai melalui Instruksi Presiden No. 10 Tahun 1973, yang mengatur pembangunan sekolah dasar secara nasional. Pada tahap awal ini, pemerintah menargetkan pembangunan 6.000 gedung SD baru, masing-masing terdiri dari tiga ruang kelas, ruang guru, kamar kecil, serta perabot sekolah sebagai fasilitas dasar pembelajaran
Menariknya, program ini tidak berhenti pada tahun pertama. Inpres berikutnya terbit setiap dua tahun sekali, yang merupakan sebuah strategi yang memastikan proses pembangunan berjalan konsisten dan berkelanjutan.
Dalam tahap kedua, pemerintah kembali membangun 6.000 gedung SD, lengkap dengan penyediaan guru, buku pelajaran, dan bahan bacaan untuk perpustakaan sekolah dasar yang telah berdiri.
Lalu, melalui Inpres No. 6 Tahun 1975, pemerintah meningkatkan skala pembangunan dengan membangun 10.000 gedung SD tambahan, disertai fasilitas air bersih, penataran guru, buku pelajaran pokok, serta program rehabilitasi sekolah yang sudah ada agar kembali layak pakai.
Program SD Inpres kemudian terus berlanjut hingga akhir Pelita II dan memasuki Pelita III, dengan berbagai tambahan program seperti rumah dinas penjaga dan kepala sekolah di daerah terpencil.
Fokus SD Inpres
SD Inpres tidak hanya membangun gedung, tetapi juga ikut mendorong modernisasi sistem pendidikan. Salah satu wujudnya adalah lahirnya Kurikulum 1975, yang memiliki 7 unsur pokok seperti tujuan pendidikan, garis besar program pengajaran, sistem penyajian, hingga sistem penilaian dan administrasi pendidikan
Selain itu, pemerintah juga menyalurkan 179 juta buku pelajaran yang telah dinilai oleh tim ahli pendidikan dan psikologi anak, bahwa hasil tersebut merupakan sebuah angka yang sangat besar untuk masa itu.
Perpustakaan sekolah mulai hadir di banyak SD baru, memperkaya proses pembelajaran yang sebelumnya sangat minim bahan bacaan
Program pendukung seperti penataran guru, penambahan tenaga pendidik, serta penyediaan alat peraga membuat SD Inpres menjadi proyek pendidikan yang bersifat menyeluruh, tidak hanya menekankan aspek fisik.
Dampak Positif SD Inpres bagi Pendidikan Indonesia
1. Jumlah Murid SD Meningkat Pesat
Sejak awal abad ke-20, jumlah murid SD memang mengalami kenaikan, tetapi melonjak signifikan pada awal 1970-an. Pada tahun 1951, murid SD berjumlah 10,9 juta, dan terus naik tajam hingga awal Pelita II.
SD Inpres membuat sekolah lebih mudah diakses, terutama oleh anak-anak di pedesaan dan wilayah terpencil.
Itu sebabnya jumlah murid meningkat tajam, termasuk di masa 1981–1983 ketika beberapa provinsi mencatat pertumbuhan murid signifikan.
2. Pembangunan Gedung SD dalam Jumlah Besar
Dari tahun 1973 sampai awal 1980-an, ratusan ribu ruang kelas berhasil didirikan. Pemerataan masih menjadi tantangan, tetapi angka pembangunan menunjukkan komitmen pemerintah terhadap akses pendidikan yang lebih merata, bahkan di daerah-daerah terpencil.
3. Meningkatnya Akses Program Wajib Belajar
SD Inpres menjadi fondasi bagi pelaksanaan wajib belajar yang lebih realistis. Dengan jumlah sekolah yang terus meningkat, kesempatan belajar menjadi lebih inklusif dan tidak lagi terbatas oleh kondisi ekonomi atau jarak geografis.
4. Penguatan Kurikulum dan Bahan Ajar
Kurikulum 1975 menjadi rujukan penting selama beberapa dekade. Pengadaan buku, alat peraga, dan perpustakaan sekolah mengubah cara belajar dari yang sangat sederhana menjadi lebih terstruktur.
Tantangan dan Keterbatasan SD Inpres
Meski SD Inpres adalah program monumental, bukan berarti tanpa kelemahan. Salah satu catatan penting dari penelitian adalah bahwa kualitas tenaga pengajar belum memadai.
Banyak guru SD saat itu hanya lulusan SMA dan kurang berpengalaman, sehingga peningkatan kualitas pembelajaran tidak secepat perluasan kuantitas sekolah dan murid
Selain itu, pemerataan sekolah belum sempurna. Beberapa daerah terpencil masih kekurangan fasilitas, dan proses pendistribusian guru juga tidak selalu merata.
Namun demikian, program SD Inpres tetap diakui sebagai langkah strategis yang membuka jalan bagi berbagai kebijakan pemerataan pendidikan di era berikutnya.
SD Inpres merupakan sebuah terobosan penting di bidang pendidikan. Tanpa banyak retorika politik, pembangunan ribuan sekolah dasar telah mengubah struktur sosial Indonesia, membuat lebih banyak anak mendapat pendidikan layak, dan mempersiapkan generasi baru yang lebih siap menghadapi era pembangunan.
Jejaknya masih terlihat hingga kini, banyak sekolah dasar modern yang awalnya adalah SD Inpres. Di balik kelebihan dan kekurangannya, program ini tetap menjadi salah satu kebijakan Orde Baru yang paling berdampak luas dan positif dalam sejarah pendidikan Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News