Apa yang terlintas dalam benak Kawan GNFI jika mendengar kata “Nusakambangan”? Mungkin akan ada banyak orang yang langsung menggambarkan Nusakambangan sebagai “pulau penjara” atau pulau kecil yang diajaga ketat karena dihuni banyak narapidana dengan kasus berat.
Tak salah jika menyebut Nusakambangan sebagai pulau bui. Pulau ini memiliki 12 Lembaga Permasyarakatan (Lapas) yang jika ditotal bisa menampung sekitar 3.088 orang. Area di sini juga dikenal sebagai tahanan dengan tingkat keamanan tinggi.
Berada dekat dengan Samudra Hindia, secara geografis Pulau Nusakambangan dikelilingi oleh perairan dengan ombak besar dari laut lepas. Hal ini membuatnya cocok dijadikan sebagai lokasi pengasingan berkeamanan tinggi.
Nusakambangan sudah dijadikan area terlarang sejak era Belanda. Awalnya, pemerintah kolonial berencana untuk membuat benteng pertahanan di Nusakambangan di tahun 1861 yang mempekerjakan para narapidana di masa itu untuk menjadikan Pulau Nusakambangan sebagai pulau penjara.
Tulisan Ratri Radhitya Ningrum dkk., dalam UMP, para tahanan itu dipaksa untuk bekerja membangun benteng pertahanan. Hal inilah yang menjadi awal mula masuknya narapidana di Nusakambangan.
Kemudian, pada 1905, pemerintah Hindia Belanda menetapkan Pulau Nusakambangan sebagai poelaoe boei alias pulau bui. Lokasi ini bakal digunakan sebagai tempat pengasingan pelaku kejahatan berat.
Lapas tertua yang ada di kawasan ini adalah Lapas Permisan. Dibangun pada tahun 1908, Lapas Permisan dapat menampung sekitar 400 orang dan masih kokoh dipakai hingga saat ini.
Lapas Permisan, Lapas Tertua di Nusakambangan
Setelah menetapkan Pulau Nusakambangan sebagai pulau bui, mulailah dibangun penjara-penjara secara bertahap yang dimulai dari bagian selatan pulau. Penjara tersebut dinamakan Penjara Permisan.
Penjara Permisan yang kemudian dikenal dengan Lapas Permisan itu menjadi Lembaga Pemasyarakatan pertama sekaligus tertua di Pulau Nusakambangan. Di tahun-tahun berikutnya, mulai dibangun lapas-lapas lain di berbagai sudut pulau.
Nama “Permisan” diambil dari sebuah pantai yang terletak sekitar 200 meter dari lapas. Di pantai itu, ada Monumen Permasyarakatan dan Tugu Pisau Komando milik Kopassus yang ada di atas batu Syahrir. Dulu, pantai itu juga menjadi lokasi pelantikan anggota baret merah.
Salah satu narapidana terkenal yang pernah dibui di Lapas Permisan adalah Johny Indo, penjahat kelas kakap yang pernah merampok toko perhiasan di akhir tahun 1970-an sampai awal 1980-an. Konon, sebagian hasil rampasannya dibagikan pada masyarakat miskin.
Lapas ini juga pernah mengalami kebakaran pada tahun 2013. Namun, insiden itu hanya melanda kompleks perkantoran yang ada di tengah.
Berdayakan Narapidana
Saat ini, Lapas Permisan masuk dalam kategori Lapas Kelas IIA. Sebagai informasi, melansir dari ANTARA, ada empat kategori tingkat keamanan di lapas-lapas yang ada di Nusakambangan, yakni super maximum security, maximum security, medium security, dan minimum security. Lapas Permisan sendiri termasuk di kategori medium security atau tingkat keamanan sedang.
Lapas dengan tingkat keamanan sedang berarti diperuntukkan bagi narapidana dengan risiko sedang, sudah menunjukkan perilaku kooperatif dan kemajuan dalam pembinaan, serta tidak memiliki catatan pelanggaran selama di lapas.
Pada kategori ini, narapidana juga mendapat fasilitas pembinaan, seperti pendidikan, pelatihan kerja, sampai keagamaan. Jika dibandingkan dengan super maximum dan maximum security, kegiatan di lapas dengan medium security lebih terbuka. Namun, tentu tetap ada pengawasan dari petugas, meskipun tidak seketat dua kategori di atasnya.
Kawan GNFI, narapidana yang ditempatkan di kapasitas keamanan super maksimal adalah mereka yang terlibat dalam kejahatan tingkat berat. Seseorang yang dimasukkan dalam lapas ini akan ditempatkan fasilitas spesial, yaitu satu orang satu sel (one man one cell) dengan pengawasan ekstra selama 24 jam penuh. Terbayang, kan, betapa ketatnya lapas jenis ini?
Selayaknya lapas dengan tingkat keamanan sedang pada umumnya, narapidana di Lapas Permisan diajarkan berbagai kegiatan yang bermanfaat yang dapat dijadikan bekal jika kelak selesai dipenjara. Salah satu kegiatan unggulan yang diajarkan oleh tim Lapas Permisan adalah produksi batik tulis atau cap yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Bahkan, produk buatan narapidana tersebut sudah dipasarkan hingga luar negeri.
Selain itu, tulisan Saudi Ilman Mauludin dkk., dalam jurnal Nusantara, narapidana di Lapas Permisan juga diberikan pelatihan lain, seperti pembuatan sabun, kaligrafi, bengkel, perkayuan, tataboga, sablon, dan menjahit.
Narapidana turut diberikan pembinaan rohani sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut. Besar harapan agar para narapidana tersebut betul-betul menyadari kesalahan mereka dan mau memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News