benarkah blue light merusak kulit - News | Good News From Indonesia 2025

Benarkah Blue Light Merusak Kulit?

Benarkah Blue Light Merusak Kulit?
images info

Benarkah Blue Light Merusak Kulit?


Di era ketika belajar, bekerja, hingga bersosialisasi banyak dilakukan melalui layar, paparan sinar biru (blue light) menjadi bagian yang sulit dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Mulai dari ponsel, laptop, tablet, hingga lampu LED, hampir semua perangkat modern memancarkan sinar energi tinggi ini.

Namun, semakin sering kita menatap layar, semakin besar pula pertanyaan: "Apa sebenarnya dampak sinar biru pada kulit kita?"

Apa itu Sinar Biru dan Mengapa Ia Penting Dibahas?

Sinar biru adalah bagian dari cahaya tampak yang memiliki energi cukup tinggi dan gelombang pendek.

Jika sinar ultraviolet sering menjadi “pemeran utama” dalam pembahasan kerusakan kulit, kini sinar biru mulai mendapat perhatian karena sifatnya yang mampu memicu berbagai reaksi di kulit.

Mengutip The Conversation, sinar biru dapat meningkatkan produksi reactive oxygen species (ROS), yaitu molekul radikal bebas yang mampu merusak DNA serta enzim yang berperan dalam perbaikan sel.

ROS yang berlebih menjadi pemicu berbagai proses penuaan, seperti munculnya flek, warna kulit tidak merata, hingga peradangan yang dapat mempercepat kerusakan kulit.

Dampaknya pada Kulit, dari Kusam hingga Penuaan Dini

Pengaruh sinar biru bukan sekadar teori. Berdasarkan penelitian mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Surabaya (Randa D.P. Maswan), paparan gadget dalam durasi sangat lama—misalnya 14 jam per hari—menunjukkan perubahan nyata pada kulit. Beberapa responden mengalami:

  • kulit yang tampak semakin kusam

  • garis-garis halus, terutama di sekitar mata

  • munculnya flek hitam akibat peningkatan melanin

  • pengurangan elastisitas karena kerusakan kolagen

  • Hal ini terjadi karena sinar biru mampu memicu stres oksidatif yang merusak kolagen dan elastin, dua komponen penting yang menjaga kulit tetap kencang, elastis, dan sehat. Seiring berjalannya waktu, kondisi tersebut menjadi salah satu pemicu penuaan dini.

    Siapa yang Lebih Berisiko?

    Dari laporan Halodoc, efek sinar biru dapat berbeda pada setiap jenis kulit. Orang dengan kulit sawo matang hingga gelap (tipe 4–6 dalam skala Fitzpatrick) lebih rentan mengalami hiperpigmentasi ketika terpapar sinar biru. Warna gelap tersebut bahkan dapat bertahan selama beberapa minggu.

    Sebaliknya, pada orang dengan kulit lebih terang (tipe 1–2), reaksi pigmentasi cenderung minimal. Perbedaan respons ini disebabkan oleh cara melanin bereaksi terhadap paparan cahaya tampak, termasuk sinar biru.

    Meski begitu, sinar biru pada intensitas tertentu juga digunakan dalam dunia medis untuk terapi penyakit kulit seperti jerawat atau eksim. Namun pada kulit sehat, efek negatifnya tetap dianggap lebih dominan dibanding manfaatnya.

    Apakah Sinar Biru dari Layar Benar-Benar Berbahaya?

    Pertanyaan ini sering muncul, terutama karena banyak produk skincare kini mengklaim mampu melindungi kulit dari blue light. Namun, perlu dipahami bahwa intensitas sinar biru dari layar jauh lebih kecil dibanding sinar biru dari matahari.

    Laporan dari The Conversation menjelaskan bahwa paparan sinar biru selama seminggu dari layar ponsel berjarak 30 cm bahkan hanya setara dengan satu menit terpapar matahari siang hari.

    Jadi, meski layar dapat memberi efek, sumber utama sinar biru tetaplah sinar matahari.

    Akan tetapi, durasi paparan layar yang panjang—berjam-jam setiap hari—tetap dapat berdampak pada kulit, terutama jika tidak diimbangi dengan kebiasaan sehat atau perlindungan yang tepat.

    Bagaimana Melindungi Kulit dari Paparan Sinar Biru?

    Kabar baiknya, ada beberapa langkah sederhana yang bisa Kawan GNFI lakukan untuk meminimalkan dampak sinar biru:

    1. Batasi waktu menatap layar

    Durasi panjang memperbesar efek kumulatif paparan. Cobalah menerapkan aturan seperti 20-20-20 untuk mata dan istirahat berkala untuk kulit.

    2. Gunakan mode malam atau tampilan layar hangat

    Sebagian perangkat memiliki fitur night mode yang menurunkan intensitas cahaya biru.

    3. Pilih sunscreen yang mengandung iron oxide

    Menurut Halodoc, tabir surya mineral dengan oksida besi lebih efektif menangkal cahaya tampak, termasuk sinar biru, dibanding sunscreen berbahan zinc oxide atau titanium dioxide saja.

    4. Perhatikan jarak layar

    Semakin dekat layar dengan wajah, semakin besar paparan. Jaga jarak pandang sekitar 30–40 cm untuk perangkat genggam.

    5. Jalani gaya hidup sehat

    Hidrasi cukup, konsumsi makanan bergizi, olahraga, dan tidur yang cukup adalah perlindungan alami terhadap penuaan.

    6. Perlindungan dari luar ruangan tetap nomor satu

    Meskipun sinar biru dari gadget diperhatikan, paparan matahari tetap penyebab terbesar kerusakan kulit. Penggunaan sunscreen SPF setiap hari tetap menjadi langkah utama.

    Sinar biru memang bagian dari kehidupan modern, terutama di era digital yang menuntut kita terus terhubung. Meski intensitas dari gadget tidak setinggi sinar matahari, paparan jangka panjang tetap dapat memengaruhi kesehatan kulit, terutama dalam hal pigmentasi dan penuaan dini.

    Melalui pemahaman yang lebih baik, Kawan GNFI bisa mengambil langkah cerdas untuk melindungi kulit: mulai dari membatasi screen time, memilih sunscreen yang tepat, hingga menjaga jarak layar.

    Yang terpenting, ingatlah bahwa perawatan kulit bukan hanya soal produk, tetapi juga tentang pola hidup dan kesadaran diri terhadap kebiasaan sehari-hari.

    Jika dunia digital membuat kita semakin dekat dengan gawai, biarkan kesadaran menjaga diri membuat kita tetap dekat dengan kesehatan kulit yang optimal.

    Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

    Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

    NA
    KG
    Tim Editor arrow

    Terima kasih telah membaca sampai di sini

    🚫 AdBlock Detected!
    Please disable it to support our free content.