Kuda Sandelwood, yang secara lokal di Pulau Sumba disebut sebagai "Kuda Sandel" atau "Kuda Sumba," merupakan salah satu ras kuda asli Indonesia yang memiliki nilai historis, budaya, dan ekonomi yang tinggi.
Nama "Sandelwood" atau "Cendana" diambil dari peran historis kuda ini dalam perdagangan kayu cendana, di mana mereka menjadi komoditas pertukaran yang berharga.
Secara taksonomi, kuda Sandelwood termasuk dalam spesies Equus caballus, yang merupakan spesies yang sama dengan semua kuda domestik modern.
Kuda ini diklasifikasikan sebagai kuda tipe ringan (light horse) yang lebih banyak digunakan untuk tunggang dan perlombaan daripada untuk menarik beban berat.
Keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sumba, menjadikannya simbol status dan bagian integral dari berbagai upacara adat.
Punya Daya Tahan Lari yang Tinggi
Kuda Sandelwood memiliki sejumlah karakteristik fisik yang membedakannya dari ras kuda lainnya. Secara umum, tinggi kuda Sandelwood berada dalam kisaran 120 hingga 130 sentimeter (cm) pada umur dewasa, yang menempatkannya dalam kategori kuda yang cukup compact dan tangguh.
Bentuk tubuhnya proporsional, dengan dada yang bidang, kaki yang kuat dan kokoh, serta kuku yang keras yang sangat sesuai untuk medan di Pulau Sumba.
Warna bulu yang paling khas dan banyak ditemui adalah warna coklat (bay) dan hitam, meskipun variasi warna lain seperti abu-abu juga dapat dijumpai.
Ciri yang paling menonjol dan menjadi kebanggaan adalah performa dan ketahanannya. Kuda Sandelwood dikenal memiliki daya tahan (endurance) yang sangat baik dalam berlari jarak menengah.
Mereka mampu mempertahankan kecepatan tinggi dalam trek balap seperti pada festival Pasola, sebuah tradisi permainan ketangkasan berkuda. Secara temperamen, kuda ini cenderung memiliki jiwa yang "api" atau semangat tinggi, namun tetap dapat dilatih dan patuh kepada perawatnya.
Kombinasi antara kekuatan, kecepatan, dan ketahanan inilah yang membuatnya sangat dihargai, baik untuk keperluan adat maupun olahraga.
Dari Mana Asal Kuda Sandel?
Asal-usul Kuda Sandelwood tidak terlepas dari sejarah perdagangan dan migrasi di Nusantara. Kuda ini diduga merupakan hasil persilangan alamiah dan selektif antara kuda-kuda lokal Sumba dengan kuda impor yang dibawa oleh para pedagang asing.
Berdasarkan penelitian dari jurnal Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan (2021), sejarah genetik menunjukkan adanya pengaruh dari kuda-kuda Arab dan Mongol yang masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan rempah-rempah berabad-abad yang lalu.
Pulau Sumba, dengan padang savana yang luas, menyediakan lingkungan yang ideal untuk pengembangbiakan dan pelestarian ras kuda ini.
Pengembangbiakannya dilakukan secara tradisional oleh masyarakat Sumba, di mana kuda-kuda terbaik dipilih untuk dijadikan pejantan guna memperbaiki kualitas keturunan. Proses seleksi alam juga turut berperan dalam membentuk kuda yang tangguh dan adaptif dengan kondisi tropis Pulau Sumba.
Kuda-kuda ini dibiarkan berkeliaran di padang penggembalaan, namun tetap mendapatkan perhatian dan perawatan dari pemiliknya. Program pemerintah, seperti dari Kementerian Pertanian, juga telah dilakukan untuk menjaga kemurnian dan meningkatkan populasi kuda Sandelwood melalui pendirian pusat-pusat pembibitan.
Kuda Sandel dalam Budaya Masyarakat Sumba
Dalam struktur sosial masyarakat Sumba, kuda Sandelwood menempati posisi yang sangat penting, jauh melampaui fungsi ekonomi biasa. Kuda adalah simbol martabat, kekayaan, dan kekuasaan. Nilai sosial-budaya ini paling nyata terlihat dalam tradisi pemberian mahar (belis atau bola).
Dalam pernikahan adat Sumba, kuda Sandelwood yang berkualitas tinggi merupakan komponen mahar yang wajib dan sangat bernilai, selain kerbau dan benda-benda adat lainnya. Kualitas, jumlah, dan warna kuda yang diberikan mencerminkan status sosial keluarga mempelai laki-laki dan menjadi penentu kehormatan dalam prosesi adat.
Selain sebagai mahar, kuda Sandelwood adalah pusat dari berbagai ritual adat dan festival. Yang paling terkenal adalah Pasola, sebuah festival tahunan yang melibatkan ratusan peserta yang menunggang kuda dan saling melempar lembing kayu.
Dalam Pasola, kuda Sandelwood bukan hanya tunggangan, tetapi merupakan mitra yang menentukan ketangkasan dan keselamatan penunggangnya. Kuda dengan kecepatan, kelincahan, dan kestabilan terbaik akan sangat mendukung penunggangnya dalam permainan tersebut.
Fungsi praktis kuda dalam kehidupan sehari-hari juga masih relevan, terutama sebagai alat transportasi di daerah yang sulit dijangkau kendaraan bermotor dan membantu pekerjaan di ladang.
Upaya Pelestarian Kuda Sandel
Meskipun memiliki nilai yang tinggi, populasi dan kemurnian genetis Kuda Sandelwood menghadapi beberapa tantangan. Perkawinan silang dengan ras kuda lain, berkurangnya lahan penggembalaan, dan perubahan gaya hidup masyarakat merupakan ancaman serius.
Untuk mengatasi hal ini, berbagai upaya pelestarian telah digalakkan. Pemerintah daerah, bersama dengan Kementerian Pertanian, telah menetapkan kawasan-kawasan konservasi dan mendorong program pemuliaan yang terarah untuk mempertahankan karakteristik asli kuda Sandelwood.
Selain itu, potensi ekonomi kuda ini juga terus dikembangkan, tidak hanya terbatas pada konteks adat. Kuda Sandelwood memiliki prospek yang cerah dalam industri olahraga berkuda dan pariwisata. Event-event seperti Pasola telah menjadi daya tarik wisatawan domestik dan mancanegara, yang pada akhirnya meningkatkan nilai ekonomis kuda ini.
Dengan menjaga kemurnian genetiknya dan mempromosikan keunggulannya, Kuda Sandelwood tidak hanya akan tetap menjadi kebanggaan budaya Pulau Sumba, tetapi juga dapat menjadi aset nasional dalam dunia peternakan dan pariwisata Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News