Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Rasak Bungo merupakan PLTA tertua di Indonesia yang sudah ada sejak 1908. PLTA ini dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda dan resmi dioperasikan pada 1909. Artinya, PLTA Rasak Bungo sudah berdiri selama lebih dari satu abad.
Pembangkit yang terletak di Jalan Selayo Padang, Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatra Barat tersebut berfungsi untuk menyediakan pasokan listrik untuk PT Semen Padang, perusahaan semen tertua di Indonesia dan Asia Tenggara. Listrik yang dihasilkan PLTA Rasak Bungo juga digunakan untuk menerangi berbagai fasilitas umum di lingkungan sekitar pabrik.
Sumber tenaga listrik yang dihasilkan PLTA Rasak Bungo didapat dengan membendung air Sungai Lubuk Paraku. Sementara itu, bahan bakar pabrik semen pertama di Indonesia itu menggunakan batu bara Ombilin.
Meskipun sudah berusia lanjut, PLTA masih laik dan beroperasi maksimal karena dirawat dengan baik. PLTA Rasak Bungo juga menjadi tonggak penting dalam lahirnya PT Semen Padang yang kini menjelma sebagai salah satu jenama semen kebanggaan Indonesia.
PLTA yang berdiri di lahan seluas kurang lebih 1 hektare itu masih menggunakan alat-alat yang sama sejak pendiriannya. Bahkan, di bagian turbinnya, masih ada tulisan Belanda yang menunjukkan perusahaan di mana mesin itu dibuat.
Terangi Fasilitas Umum Sekitar PT Semen Padang

Pembangunan PLTA Rasak Bungo yang dipakai untuk mendukung operasional PT Semen Padang | PT Semen Padang
PT Semen Padang dulunya bernama NV Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM). Perusahaan ini berdiri dua tahun setelah PLTA Rasak Bungo—pada 18 Maret 1910.
Dibangun oleh seorang perwira Belanda berkebangsaan Jerman, Carl Christophus Lau atau CC Lau, NV NIPCM yang ada di Padang itu sebenarnya adalah kantor cabang dari NV NIPCM yang ada di Prins Hendrikkade 123, Amsterdam.
Pabrik semen ini konon dikatakan sebagai tonggak awal dari sejarah industri besar di Indonesia dan Asia Tenggara. Hasil produksinya pun besar, yakni sekitar 76,5 ton per hari.
Kemudian, setelah merdeka, pabrik ini menjadi milik Indonesia seutuhnya. Melalui laman resmi PT Semen Padang, tepat pada 5 Juli 1958, pabrik tersebut diasionalisasi dan mulai direhabilitasi serta mengembangkan kapasitas pabrik.
Namun, pada 1999, perusahaan tersebut resmi menghentikan pengoperasian Pabrik Indarung I (salah satu dari beberapa pabrik milik PT Semen Padang). Kini, Pabrik Indarung I sudah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 54/M/2023.
Kawan GNFI, sejak awal pendiriannya, pabrik semen kebanggaan warga Padang ini menggunakan PLTA Rasak Bungo untuk memenuhi kebutuhan listriknya. Dulu, PLTA Rasak Bungo menjadi salah satu fasilitas penting yang mendukung operasional Pabrik Indarung I.
Seiring berjalannya waktu, listrik yang dihasilkan PLTA itu tidak hanya digunakan untuk pabrik saja, tetapi juga fasilitas umum di sekitar perusahaan. Melansir dari ANTARA, berbagai fasilitas umum yang digunakan oleh masyarakat dialiri listrik dari PLTA Rasak Bungo.
Memiliki kapasitas 2x500 kW, PLTA Rasak Bungo ikut menerangi musala, masjid, kantor pemuda, sampai pos polisi di Simpang Indarung. Tak hanya itu, ada juga sekolah yang memanfaatkan aliran listrik dari pembangkit ramah lingkungan itu.
Bantuan listrik PT Semen Padang untuk fasilitas umum di lingkungan perusahaan menjadi wujud bakti dan kepedulian perusahaan pada masyarakat dan lingkungan. Pendistribusian listrik di lingkungan sekitar juga merupakan bagian dari program efisiensi berbasis pemberdayaan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News