cerita rakyat dari riau kisah awang garang sang panglima elang hitam di laut bermata satu - News | Good News From Indonesia 2025

Cerita Rakyat dari Riau, Kisah Awang Garang Sang Panglima Elang Hitam di Laut Bermata Satu

Cerita Rakyat dari Riau, Kisah Awang Garang Sang Panglima Elang Hitam di Laut Bermata Satu
images info

Cerita Rakyat dari Riau, Kisah Awang Garang Sang Panglima Elang Hitam di Laut Bermata Satu


Pernahkah Kawan mendengar salah satu cerita rakyat dari Riau yang berkisah tentang Awang Garang? Dalam ceritanya, Awang Garang merupakan salah satu tokoh yang berhasil menumpas bajak laut Sulu yang ada di daerah Riau dulunya.

Berkat kepiawaiannya, Awang Garang mendapatkan gelar Panglima Elang Hitam di Laut Bermata Satu atas keberhasilannya tersebut. Bagaimana kisah Awang Garang yang terdapat dalam cerita rakyat dari Riau tersebut?

Kisah Awang Garang, Cerita Rakyat dari Riau

Dinukil dari buku Agnes Bemoe yang berjudul Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara, dikisahkan pada zaman dahulu di daerah Riau hiduplah seorang pemuda bernama Awang Garang. Dirinya merupakan seorang pembuat kapal yang rajin dan ulet.

Pada suatu hari, Awang Garang melihat datuk dan batin atau kepala daerah tengah berdiskusi. Wajah datuk dan batin terlihat gelisah dalam diskusi tersebut.

Melihat hal itu, Awang Garang kemudian mendekat dan bertanya mengapa datuk serta batin terlihat risau. Mereka kemudian berkata bahwa masih belum berhasil membuat penjajap hingga saat itu.

Penjajap merupakan kapal perang yang digunakan untuk memerangi para lanun atau bajak laut Sulu. Lanun Sulu memang dikenal suka mengganggu nelayan yang ada di Riau Lingga pada waktu itu.

Awang Garang kemudian menawarkan diri untuk membantu dan membuat penjajap. Pada awalnya, datuk dan batin menolak dan mencemooh Awang Garang yang memiliki penampilan kumal.

Namun Awang Garang berjanji akan bersedia dihukum pancung jika gagal membuat penjajap. Akhirnya datuk dan batin kemudian setuju memberikan tugas ini kepada Awang Garang.

Awang Garang pun mulai mengerjakan pembuatan penjajap. Dalam tiga bulan, bentuk penjajap sudah mulai terlihat.

Kerja keras Awang Garang ternyata sampai ke telinga sultan. Akhirnya sang sultan memberikan hadiah emas kepada Awang Garang atas kinerjanya.

Hadiah yang diterima Awang Garang ternyata memunculkan iri hati pada datuk dan batin. Mereka kemudian mencari cara agar Awang Garang gagal menyelesaikan tugasnya.

Pada suatu hari, mata kanan Awang Garang tiba-tiba terkena potongan kayu kecil saat proses pengerjaan. Hal ini membuat mata kanannya tidak bisa melihat lagi.

Datuk dan batin kemudian mendengar kabar ini. Mereka kemudian memutuskan untuk mengusir Awang Garang karena dianggap sudah cacat dan tidak bisa menyelesaikan penjajap.

Awang Garang merasa sedih dan kecewa atas perlakuan tersebut. Dirinya kemudian bersumpah bahwa kapal perang yang dibuatnya itu tidak akan bisa turun ke laut.

Ucapan Awang Garang ini ternyata terbukti kebenarannya. Datuk dan batin kemudian meminta maaf kepada Awang Garang.

Mereka meminta Awang Garang untuk mencabut sumpahnya. Akhirnya Awang Gara bersedia untuk mencabut sumpahnya dengan memberikan tiga syarat.

Pertama, Awang Garang meminta untuk disiapkan 37 pemuda. Selain itu, dia juga meminta beberapa perkakas, seperti kapak, palu, dan gergaji.

Kedua, Awang Garang meminta datuk dan batin ikut menurunkan penjajap ke laut. Namun datuk dan batin mesti menggunakan penutup mata hitam.

Terakhir, Awang Garang meminta disiapkan tujuh orang perempuan yang tengah hamil tua dan menggunakan pakaian dengan tujuh warna berbeda. Perempuan yang hamil tua ini mesti saudara atau putri dari datuk dan batin.

Semua persyaratan itu kemudian dipenuhi datuk dan batin. Tepat pada hari yang ditentukan, mereka semua berkumpul untuk menurunkan penjajap ke laut.

Tepat saat ayam berkokok, penjajap berhasil turun ke laut. Selain itu, terdengar juga suara tangis tujuh orang bayi yang juga lahir pada waktu bersamaan.

Para bayi ini kemudian diberi nama Awang Merah, Awang Jingga, Awang Kuning, Awang Hijau, Awang Biru, Awang Nila, dan Awang Ungu. Pemberian nama ini sesuai dengan warna baju yang dikenakan oleh ibu mereka.

Kelak 18 tahun kemudian, ketujuh bayi tumbuh dewasa dan menjadi panglima di bawah pimpinan Awang Garang. Pasukan inilah yang kemudian berhasil menumpas para lanun Sulu yang ada di sana.

Atas keberhasilannya ini pula, Awang Garang kemudian mendapatkan gelar Panglima Elang Hitam di Laut Bermata Satu. Begitulah kisah Awang Garang dari yang awalnya hanya pembuat kapal hingga menjadi panglima penumpas bajak laut dalam cerita rakyat dari Riau.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Irfan Jumadil Aslam lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Irfan Jumadil Aslam.

IJ
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.