benteng vastenburg solo - News | Good News From Indonesia 2025

Benteng Vastenburg Solo: Saksi Bisu Kolonial yang Berubah Jadi Ruang Publik

Benteng Vastenburg Solo: Saksi Bisu Kolonial yang Berubah Jadi Ruang Publik
images info

Benteng Vastenburg Solo: Saksi Bisu Kolonial yang Berubah Jadi Ruang Publik


Di jantung Kota Solo, berdiri sebuah bangunan bersejarah bernama Benteng Vastenburg. Lokasinya sangat strategis, hanya beberapa ratus meter dari Balai Kota dan tidak jauh dari Alun-Alun Kidul.

Letaknya yang berada di tengah kota membuat benteng ini seolah menyatu dengan denyut kehidupan masyarakat modern. Bagi banyak orang, benteng ini bukan sekadar bangunan kuno, melainkan simbol perjalanan sejarah panjang yang masih terasa hingga kini.

Dulunya, keberadaan benteng ini bukan untuk pariwisata, melainkan bagian dari strategi kolonial Belanda untuk mempertahankan kekuasaan. Namun seiring waktu, fungsinya berubah menjadi ruang publik yang terbuka untuk siapa saja yang ingin menikmati suasana sejarah di tengah hiruk pikuk kota.

Awal Mula Berdirinya Vastenburg

Benteng Vastenburg dibangun sekitar tahun 1745 atas perintah Gubernur Jenderal Baron van Imhoff. Pendirian benteng ini berkaitan erat dengan kepentingan Belanda dalam mengawasi aktivitas Keraton Surakarta. Letaknya yang dekat dengan pusat pemerintahan lokal membuatnya berfungsi sebagai pos pengendali, sekaligus simbol dominasi kolonial atas tanah Jawa.

Dinding-dinding benteng terbuat dari bata kokoh, dilengkapi parit yang mengelilingi bangunan sebagai pertahanan tambahan. Pada zamannya, parit ini berfungsi untuk menghalangi serangan musuh sekaligus memberi batas jelas antara area benteng dan lingkungan luar. Untuk masuk, tersedia jembatan jungkit di sisi timur dan barat, yang bisa dinaikkan sewaktu-waktu guna menjaga keamanan.

Bentuk benteng menyerupai bujur sangkar dengan bastion di setiap sudutnya. Bastion berfungsi sebagai tempat pengawasan dan titik pertahanan, biasanya dipasangi meriam atau senjata berat.

Sementara itu, bagian dalam benteng berisi barak tentara, gudang logistik, dan ruang perwira. Di tengahnya terdapat lahan terbuka yang digunakan untuk apel atau persiapan pasukan.

Sejarah panjang benteng ini mencerminkan pergantian rezim yang mewarnai Nusantara. Pada masa kolonial Belanda, Vastenburg digunakan sebagai pusat militer sekaligus pemukiman pasukan. Ketika Jepang mengambil alih Hindia Belanda pada 1942, benteng ini jatuh ke tangan Jepang. Setelah proklamasi kemerdekaan, bangunan tersebut dipakai sebagai markas militer Indonesia, bahkan sempat menjadi pusat pelatihan TNI.

Memasuki era 1980-an, fungsi militer mulai berkurang. Benteng lebih banyak ditinggalkan dan sempat terbengkalai. Baru pada dekade 2000-an, perhatian publik dan pemerintah kembali tertuju pada nilai sejarahnya. Pada 2010, statusnya resmi ditetapkan sebagai cagar budaya, yang berarti bangunan ini harus dijaga kelestariannya dan tidak boleh dialihfungsikan secara sembarangan.

baca juga

Perubahan Fungsi Jadi Ruang Publik

Kini, Vastenburg tidak lagi dipenuhi pasukan atau derap sepatu tentara. Sebaliknya, area ini berubah menjadi ruang publik yang multifungsi. Banyak acara budaya, konser musik, hingga festival seni digelar di dalamnya. Benteng seakan bertransformasi menjadi panggung besar yang mempertemukan sejarah dengan kreativitas modern.

Keberadaan ruang terbuka luas di dalam benteng membuatnya cocok menjadi lokasi acara. Konser “Rock in Solo”, misalnya, pernah berlangsung di sini, menghadirkan ribuan penonton yang memadati lapangan tengah.

Selain itu, festival kuliner, pameran seni, hingga pertunjukan budaya tradisional juga sering digelar. Benteng pun kembali hidup, bukan lagi sebagai simbol penindasan, melainkan ruang ekspresi masyarakat.

Benteng Vastenburg menawarkan arsitektur klasik yang memikat. Dinding-dinding tebal dengan warna kusam alami memberi kesan gagah sekaligus anggun. Parit yang dulu berfungsi pertahanan kini menjadi elemen estetis, meski sebagian sudah tertutup atau tidak lagi berfungsi.

Gerbang dengan lengkungan khas Eropa, jendela besar, dan lorong panjang menambah daya tarik visualnya. Banyak pengunjung datang hanya untuk berfoto, memanfaatkan latar bangunan tua yang memiliki nuansa historis. Pohon-pohon besar yang tumbuh di sekitar benteng juga memberi nuansa teduh, seolah melengkapi suasana klasik yang sulit ditemukan di tengah kota modern.

Daya Tarik Wisata Edukasi

Selain sebagai lokasi acara, benteng ini juga berfungsi sebagai destinasi wisata edukasi. Pengunjung bisa mempelajari sejarah kolonial, memahami peran Solo dalam pergerakan politik masa lalu, sekaligus melihat langsung bukti arsitektur abad ke-18 yang masih berdiri.

Tidak hanya pelajar, banyak keluarga membawa anak-anak untuk mengenalkan nilai sejarah lewat pengalaman langsung. Harga tiket masuk yang terjangkau, bahkan sering gratis, membuat Vastenburg menjadi destinasi populer untuk semua kalangan.

Benteng Vastenburg adalah saksi bisu bagaimana kekuasaan pernah dijalankan dengan cara mengawasi rakyat. Kini, benteng yang dulunya simbol penjajahan justru menjadi ruang pertemuan, hiburan, dan pembelajaran. Transformasi ini menunjukkan bahwa sejarah tidak selamanya harus menjadi beban, melainkan bisa dihidupkan kembali sebagai bagian dari identitas kota.

Keberadaan Vastenburg mengajarkan pentingnya menjaga warisan masa lalu agar generasi mendatang dapat memahami perjalanan bangsanya. Setiap tembok tua, parit, dan gerbang bukan sekadar benda mati, melainkan cerita yang terus berbisik tentang masa lalu dan harapan akan masa depan.

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YP
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.