atatolong bondowoso sebagai crowdfunding yang melampaui zaman - News | Good News From Indonesia 2025

Atatolong Bondowoso sebagai Crowdfunding yang Melampaui Zaman

Atatolong Bondowoso sebagai Crowdfunding yang Melampaui Zaman
images info

Atatolong Bondowoso sebagai Crowdfunding yang Melampaui Zaman


Di beberapa tempat, pesta pernikahan sering kali menjadi "ajang transaksional". Tamu datang, memindai kode QR untuk memberikan angpau, menyalami pengantin, lalu pulang tanpa ada ikatan emosional yang mendalam. Kawan GNFI mungkin pernah merasakan betapa sepinya keramaian di gedung-gedung mewah itu

Namun, di Bondowoso Jawa Timur terdapat sebuah kearifan lokal bernama Atatolong yang menawarkan antitesis dari individualisme tersebut.

Tradisi itu bukan sekadar aktivitas kondangan biasa, melainkan sebuah sistem pendanaan gotong royong yang canggih, terstruktur, dan penuh makna filosofis.

Mekanisme Arisan Raksasa Berbasis Kepercayaan

Kawan GNFI mungkin familier dengan istilah crowdfunding atau urun dana yang populer lewat berbagai platform teknologi finansial seperti masa sekarang. Prinsip dasar crowdfunding adalah mengumpulkan dana dari banyak orang untuk mewujudkan satu tujuan bersama.

Tanpa sadar, masyarakat Bondowoso sudah mempraktikkan konsep modern tersebut sejak ratusan tahun lalu melalui Atatolong. Dalam tradisi tersebut, setiap orang yang menerima undangan memiliki kewajiban moral untuk menyerahkan sejumlah uang atau barang kepada tuan rumah. Hal yang membuatnya unik yaitu pencatatan yang sangat rapi dan detail.

Setiap sumbangan yang masuk, baik berupa uang maupun barang, akan dicatat dalam sebuah buku khusus oleh panitia yang ditunjuk keluarga. Buku tersebut menjadi "kitab suci" ekonomi keluarga itu.

baca juga

Mekanisme tersebut memastikan bahwa apa yang diberikan oleh tamu pada hakikatnya merupakan sebuah tabungan atau investasi sosial. Uang atau barang yang diserahkan itu prinsipnya merupakan titipan (wadhi’ah) atau pinjaman (qard).

Aset tersebut baru bisa diambil kembali saat si pemberi dana melaksanakan hajatan serupa di kemudian hari. Jadi, ketika seseorang menyumbang, orang tersebut sebenarnya sedang menanam benih kebaikan yang pasti akan dituainya saat membutuhkan.

Sistem resiprositas atau timbal balik tersebut menciptakan jaring pengaman sosial yang sangat kuat. Dengan demikian, warga yang kondisi ekonominya pas-pasan sekalipun tetap bisa menggelar pesta pernikahan yang layak berkat dukungan kolektif para tetangga dan kerabat.

Komoditas sebagai Mata Uang Persaudaraan

atatolong
info gambar

Ilustrasi membantu dana dalam Atatolong Pexels | Abubakar Ogaji


Poin menarik lainnya dari Atatolong yaitu fleksibilitas alat tukarnya. Kawan GNFI tidak harus selalu membawa amplop berisi uang tunai. Masyarakat agraris di Bondowoso masih memegang teguh nilai tukar komoditas.

Sumbangan bisa berwujud bahan pokok semisal beras, gula pasir, minyak goreng, hingga hasil bumi lainnya. Bahkan, perabot rumah tangga seperti piring dan gelas pun kerap menjadi hantaran yang lumrah.

Fleksibilitas tersebut menunjukkan betapa inklusifnya tradisi itu. Siapa pun bisa berpartisipasi sesuai dengan kemampuan dan kepemilikan aset masing-masing tanpa harus memaksakan diri mencari uang tunai.

Pemberian barang tersebut pun memiliki aturan main yang adil. Jika seseorang menyumbang gula sebanyak lima kilogram, maka kelak saat orang tersebut punya hajat, tuan rumah wajib mengembalikan gula dengan takaran yang sama.

Apabila dikembalikan dalam bentuk uang, nominalnya harus setara dengan harga gula pada saat pengembalian dilakukan. Prinsip tersebut menjaga nilai aset agar tidak tergerus inflasi.

baca juga

Secara tidak langsung, masyarakat desa sudah menerapkan prinsip lindung nilai (hedging) yang kerap dibahas oleh pakar ekonomi makro. Beras dan gula bukan lagi sekadar bahan makanan, melainkan mata uang persaudaraan yang mengikat satu warga dengan warga lainnya.

Selain materi, sumbangan dalam Atatolong juga mencakup hal non-materiil. Tenaga dan pikiran menjadi aset berharga yang turut disumbangkan. Keterlibatan fisik tersebut tidak ternilai harganya.

Rasa lelah yang dibagi bersama justru mempererat kohesi sosial antarwarga. Solidaritas organik semacam itu kian langka ditemukan di tengah masyarakat yang segala sesuatunya diukur dengan jasa profesional dan wedding organizer.

Warisan Tanggung Jawab Lintas Generasi

Aspek paling mendalam dari Atatolong terletak pada durabilitas atau daya tahannya yang melintasi batas usia. Kawan GNFI perlu tahu bahwa kewajiban mengembalikan sumbangan itu tidak gugur meskipun si penerima sumbangan meninggal dunia.

Tanggung jawab tersebut secara otomatis diwariskan kepada anak-anak atau ahli warisnya. Jika orang tua usai menerima sumbangan lalu wafat sebelum sempat mengembalikannya, maka sang anaklah yang wajib melunasi "utang budi" tersebut. Dengan demikian, tetangga yang bersangkutan mampu menggelar hajatan.

Aturan tidak tertulis tersebut mungkin terdengar memberatkan bagi sebagian orang luar. Namun dalam kacamata sosiologis, mekanisme warisan utang budi tersebut justru berfungsi merawat tali silaturahmi agar tidak putus. Ikatan persaudaraan 'dipaksa' untuk terus terjalin dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Atatolong memaksa individu untuk terus terhubung dengan akar sosialnya. Hal itu sejalan dengan konsep Hifzu Nasab atau menjaga keturunan yang menyatakan bahwa hubungan baik antarmanusia harus terus dirawat demi keberlangsungan harmoni sosial.

Di tengah gempuran modernitas yang menawarkan kemudahan instan, Atatolong mengajarkan masyarakat tentang kesabaran dan komitmen jangka panjang. Tradisi itu bukan sekadar soal uang atau beras, melainkan tentang merawat kepercayaan.

Ketika seseorang menyerahkan sumbangan, orang tersebut sedang menitipkan kepercayaan kepada tuan rumah. Sebaliknya, tuan rumah yang menerima sumbangan sedang memegang amanah yang harus dijaga kehormatannya.

baca juga

Siklus saling percaya inilah yang menjadi modal sosial terbesar bagi masyarakat Bondowoso untuk bertahan menghadapi berbagai krisis.

Revitalisasi Semangat Gotong Royong Nasional

atatolong
info gambar

Ilustrasi tolong menolong yang disebut Atatolong Pexels | Ivan S


Fenomena Atatolong di Bondowoso memberikan pelajaran berharga bagi Kawan GNFI di seluruh penjuru nusantara. Indonesia sejatinya memiliki modal sosial yang luar biasa kuat.

Semangat saling menanggung beban yang tercermin dalam tradisi pernikahan tersebut menjadi bukti bahwa bangsa Indonesia memiliki DNA gotong royong yang kental.

Sayangnya, nilai-nilai luhur itu mulai tergerus oleh gaya hidup materialistis yang mengagungkan pencapaian pribadi di atas kepentingan bersama.

Bayangkan jika semangat Atatolong tersebut diadopsi dalam skala yang lebih luas di level nasional. Bukan dalam bentuk kondangan tentu saja, melainkan dalam bentuk kepedulian sosial antarwarga negara.

Konsep saling jaga dan saling bantu bisa menjadi solusi atas berbagai permasalahan bangsa, mulai dari kesenjangan ekonomi hingga polarisasi sosial. Para pemuda tidak perlu menunggu bantuan pemerintah untuk menolong tetangga yang kesusahan. Cukup dengan mengaktifkan kembali rasa senasib sepenanggungan seperti yang dipraktikkan warga Bondowoso.

Sebagai penutup, mari renungkan kembali makna kebersamaan dalam hidup di masyarakat. Apakah sudah cukup peduli pada lingkungan sekitar? Ataukah terlalu sibuk dengan ambisi pribadi?

Bondowoso sudah mengajarkan caranya. Melalui Atatolong, masyarakat di sana membuktikan bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada seberapa mewah pesta yang digelar, melainkan pada seberapa banyak doa tulus dan dukungan yang mengalir dari orang-orang tercinta.

Indonesia butuh lebih banyak semangat Atatolong berupa semangat urun tangan, urun dana, dan urun rasa sehingga bangsa tersebut bisa melangkah maju dengan lebih solid dan bermartabat. Mari lestarikan nilai luhur tersebut sebagai identitas sejati Indonesia yang membumi, tetapi tetap relevan melampaui zaman.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

TA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.