Indonesia memiliki beragam jenis hutan dengan karakteristik dan vegetasi yang berbeda. Pulau Sumatera menempati posisi ketiga sebagai hutan paling luas di Indonesia dengan luas mencapai 16,01 juta ha pada 2024.
Di sini, tepatnya di wilayah Sumatera Utara, terdapat hutan rawa gambut yang menjadi habitat orang utan, tepatnya di Hutan Batang Toru yang dihuni oleh spesies orang utan Tapanuli (Pongo tapanuliensis).
Keberadaan spesies tersebut saat ini menjadi yang paling terancam di dunia. Diperkirakan populasi orang utan Tapanuli hanya sebanyak 577–760 yang tersebar di Hutan Batang Toru.
Orang utan rawan terkena penyakit. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan stres yang berdampak pada menurunnya respons imun dan akan semakin rentan terhadap infeksi. Salah satu pemicu utama penyakit orang utan disebabkan oleh bakteri patogen.
Escherichia coli (E. coli) dan Salmonella spp. merupakan patogen yang umum diidentifikasi dari feses primata. Salmonella typhi (S. typhi) merupakan penyebab utama diare orang utan dengan tujuh dari 28 kasus mengakibatkan kematian. Kualitas makanan yang buruk tentu akan menyebabkan orang utan terancam terkena penyakit terutama diare.
Orang utan mengonsumsi buah mencapai 71,06%, angka ini lebih tinggi dibandingkan monyet yang hanya sebesar 33,5%. Konsumsi buah yang tinggi ini karena orang utan sepenuhnya bergantung pada diet dan makanannya dipercaya mengandung senyawa bioaktif dengan potensi efek terapeutik terhadap infeksi.
Sumber makanan yang bersifat antibakteri sangat penting bagi orang utan. Sebagai rumah orang utan Tapanuli, Hutan Batang Toru menyimpan flora yang menjadi makanan primata tersebut.
Terdapat lima spesies buah di Hutan Batang Toru yang menjadi sumber makanan utama dan favorit orang utan Tapanuli, yaitu
- Campnosperma auriculatum (C. auriculatum),
- Agathis borneensis (A. borneensis),
- Artocarpus heterophyllus (A. heterophyllus),
- Castanopsis argantea (C. argantea), dan
- Aglaia tomentosa (A. tementosa).
Kelima buah ini memiliki musim berbuah dari Oktober sampai Desember.
C. argentea mengandung karbohidrat sebesar 84,09%, A. tomentosa mengandung protein 8,52%, C. auriculatum mengandung lemak 3,73%, serta kandungan abu pada A. borneensis 5,32% dan kandungan airnya sebesar 15,98%. Di sisi lain, buah A. heterophyllus telah dimanfaatkan sebagai penawar tuberkulosis, gangguan limpa, disentri, malaria, dan diare.
Penelitian Herna Febrianty Sianipar et al. pada tahun 2025 menunjukkan bahwa lima sampel makanan orang utan yang terdiri dari lima jenis buah-buahan yaitu C. auriculatum, A. borneensis, A. heterophyllus, C. argantea,dan A. tementosa, menunjukkan adanya aktivitas antimikroba terhadap E. coli dan S. typhi.
C. auriculatum mempunyai potensi antibakteri terhadap E. coli paling tinggi, sedangkan A. heterophyllus menunjukkan aktivitas antibakteri paling tinggi terhadap S. thypi. Ekstrak C. auriculatum dan A. borneensis terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. typhi.
Glikosida dan vitamin C ditemukan pada kelima sampel buah dengan kandungan paling tinggi dimiliki oleh C. auriculatum. Selain itu, A. borneensis dan A. tomentosa mengandung leukoantosianidin yang bermanfaat sebagai antioksidan dan antiradang.
Penelitian tersebut membuktikan kelima buah yang tumbuh di Hutan Batang Toru memiliki manfaat terhadap kesehatan orang utan. Keberadaan hutan harus selalu dijaga mengingat hutan menjadi rumah bagi berbagai jenis makhluk hidup.
Jika hutan terus dilakukan alih fungsi tanpa mempertimbangkan kelestariannya, tidak hanya mengancam keberadaan tumbuhan dan hewan, tapi juga kehidupan manusia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News