Sawahlunto adalah salah satu kota di Provinsi Sumatra Barat. Kota ini merupakan kota dengan kepadatan penduduk paling rendah di Sumatra Barat.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Sawahlunto 2024 mengatakan, total luas area Kota Sawahlunto adalah 273,45 km2. Sementara itu, kota ini memiliki penduduk sebanyak 68,73 ribu jiwa, lebih sedikit dibandingkan kota-kota lain di provinsi yang sama, seperti Kota Padang, Solok, Bukittinggi, Payakumbuh, dan Pariaman. Namun, jumlah ini masih lebih banyak dibandingkan Kota Padang Panjang.
Kota Sawahlunto menjadi kota dengan kepadatan penduduk terendah alias tersepi di Sumatra Barat karena per km2-nya, hanya ada sekitar 300-an jiwa yang menghuninya. Hal ini berbanding terbalik dengan kota lain yang memiliki lebih dari 1.000 penduduk per km2. Kota Bukittinggi bahkan mencatatkan lebih dari lima ribu penduduk per km2, menjadikannya kota yang paling padat di Sumatra Barat.
Kota Kecil yang Tumbuh
Nama kota ini diambil dari dua kata, “sawah” dan “lunto”. Dulu, daerah ini hanyalah sebuah lembah subur yang dijadika sawah oleh masyarakat. Di tengahnya, ada Sungai Lunto yang mengalirinya.
Kemudian, kawasan subur itu berubah menjadi daerah pertambangan batu bara. Selama puluhan tahun, Sawahlunto menjadi kota tambang yang menjanjikan.
Setelah pertambangan ditutup, kota ini bertransformasi menjadi kota wisata. Selain itu, sektor perdagangan, keuangan, dan jasanya juga terus tumbuh. Tak ketinggalan, pertanian dan perkebunan turut menjadi penunjang perekonomian lokal.
Indeks kemiskinan di Kota Sawahlunto cukup rendah. BPS Kota Sawahlunto mencatatkan, tahun 2024, Indeks Kedalaman Kemiskinannya adalah 0,17 dan Indeks Keparahan Kemiskinannya sebesar 0,02. Angka ini cukup kecil jika dibandingkan dengan kabupaten dan kota lain di Sumatra Barat.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kota ini adalah 76,68, paling rendah dibandingkan kota-kota lain di provinsi tersebut. Namun, lebih tinggi dibandingkan seluruh kabupaten di Sumatra Barat.
Tambang Batu Bara Ombilin sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO

Tambang batu bara Ombilin yang menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO |Office of Cultural Affairs, Historical Remains and Museum
Sawahlunto memiliki Situs Warisan dunia yang ditetapkan oleh UNESCO, yakni Tambang Batu Bara Ombilin—terdaftar dengan nama resmi Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto. Penetapan ini dilakukan pada 6 Juli 2019.
Area pertambangan itu dikembangkan oleh pemerintah Hindia Belanda di akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Tambang batu bara Ombilin ini juga menjadi yang tertua di Asia Tenggara.
Aktivitas pertambangan pertama kali dimulai pada tahun 1888 setelah ahli geologi Belanda, Willem Hendrik De Greve, menemukan potensi alam menakjubkan di Sawahlunto. Konon, dikatakan bahwa kualitas batu bara di sini sangat bagus.
Dulu, pemerintah kolonial mempekerjakan masyarakat Minangkabau dan pekerja kontrak dari suku Jawa serta Tionghoa. Selain itu, buruh-buruh narapidana juga ikut diterjunkan untuk menambang.
Meskipun teknologi di era jadul belum canggih, para tapi insinyur kondang Eropa saat itu mampu mengakses, mengeruk, dan membangun kawasan tersebut menjadi industri tambang super besar. Demi mengambil batu bara, mereka sampai membuat jalur kereta api dan stasiun untuk memudahkan proses pengangkutannya.
Berkat keunikan dan kombinasi teknologi masa lampau yang mumpuni, tambang batu bara ini resmi dimasukkan dalam salah satu Situs Warisan Dunia. Sebagai tambahan informasi, menyadur dari ANTARA, ada tiga area di sekitar pertambangan yang juga ditetapkan sebagai situs cagar budaya, yakni Kota Tambang Sawahlunto, fasilitas dan infrastruktur perkeretaapian, dan fasilitas penyimpanan batu bata di Emmahaven atau yang sekarang bertransformasi menjadi Pelabuhan Teluk Bayur.
Kini, Tambang Batu Bara Ombilin sudah tidak difungsikan sebagai area pertambangan. Apalagi, pengakuan yang didapat dari UNESCO juga melarang adanya aktivitas pertambangan, sehingga kawasan itu dijadikan sebagai tempat wisata dan objek studi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News