Wael Nene Salamahu adalah salah satu sungai kecil yang ada di Negeri Ureng, Maluku. Ada sebuah cerita rakyat dari Maluku yang menceritakan tentang legenda asal usul Wael Nene Salamahu tersebut.
Bagaimana kisah lengkap dari legenda yang satu ini? Simak legenda asal usul Wael Nene Salamahu dalam artikel berikut.
Legenda Asal Usul Wael Nene Salamahu di Negeri Ureng, Cerita Rakyat dari Maluku
Dikutip dari artikel Masnun Laitupa, "Salamahu (Cerita Rakyat dari Negeri Ureng" dalam buku Antologi Cerita Rakyat Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, dikisahkan pada zaman dahulu di Negeri Ureng hiduplah seorang gadis yang cantik jelita bernama Salamahu. Dirinya merupakan anak dari Urumbessy.
Urumbessy sendiri merupakan orang yang menjaga mahkota Raja Negeri Ureng. Tidak hanya itu, dia juga yang memasangkan mahkota tersebut pada raja ketika ada upacara adat.
Kelak Urumbessy ini merupakan leluhur dari keturunan mata rumah Tanassy yang ada di Negeri Ureng. Kembali ke Salamahu, seiring berjalannya waktu dirinya mulai tumbuh dewasa dan menjadi wanita yang menarik perhatian banyak pria.
Di masa lalu, daerah Maluku menjadi salah satu tujuan yang dituju oleh bangsa Eropa untuk mendapatkan rempah-rempah. Negeri Ureng sering kali menjadi tempat singgah dari kapal-kapal orang Eropa di daerah tersebut.
Pada suatu hari, kapal orang Portugis terlihat bersandar di Negeri Ureng. Seperti biasa, para awak kapal biasanya akan turun dan melihat daerah yang ada di sekitarnya.
Salah satu awak kapal Portugis ini ternyata melihat Salamahu dari kejauhan. Dirinya langsung tertarik dengan kecantikan gadis tersebut.
Awak kapal Portugis ini kemudian langsung mendekati Salamahu. Dia langsung menyatakan akan menikahi Salamahu.
Hal ini tentu ditolak oleh Salamahu mentah-mentah. Namun penolakan ini membuat dirinya diculik dan dinodai oleh awak kapal Portugis tersebut.
Perbuatan bejat awak kapal Portugis itu membuat Salamahu merasa sedih. Namun dia tidak ingin melaporkan kejadian itu pada kedua orang tuanya.
Jika Urumbessy tahu, maka tentu akan ada pertikaian dengan orang-orang Portugis. Bukan tidak mungkin semua masyarakat Negeri Ureng juga akan turun tangan dalam pertikaian tersebut.
Salamahu merasa uring-uringan. Di satu sisi dia masih tidak menerima perlakuan yang dia terima.
Namun dia juga tidak ingin ada pertumpahan darah di kampung halamannya. Akhirnya Salamahu memutuskan untuk memendam perasaan tersebut hingga kapal orang Portugis itu pergi berlayar.
Hari demi hari Salamahu hanya mengurung diri di kamar. Dia hanya keluar untuk keperluan penting saja.
Pada awalnya, Urumbessy dan istrinya tidak merasa aneh dengan hak tersebut. Mereka mengira jika Salamahu memang butuh waktu sendiri.
Namun setelah berhari-hari berlaku demikian, Urumbessy kemudian memanggil anak gadisnya itu. Dirinya kemudian menanyakan mengapa Salamahu berlaku demikian.
Akhirnya Salamahu menceritakan apa yang dia alami. Apalagi kapal Portugis sudah pergi berlayar dari kampung halamannya.
Urumbessy tentu terkejut dan marah mendengarkan hal tersebut. Namun setelah mendengarkan alasan Salamahu tidak memberitahu sebelumnya, Urumbessy bisa memahami maksud dari putrinya tersebut.
Namun Urumbessy berkata bahwa Salamahu tidak bisa terlepas dari hukuman yang diputuskan oleh mata rumah atau keluarga. Salamahu kemudian menjawab bahwa dia siap menerima hukuman yang diberikan pada dirinya.
Setelah dilakukan perundingan, Salamahu kemudian dihukum untuk diusir dari negeri tersebut. Hukuman ini diberikan jika ada anak gadis yang hamil sebelum menikah.
Tepat pada hari penghukuman, Salamahu kemudian diantarkan ke dalam hutan. Namun setiap rombongan keluarganya pulang, Salamahu juga berusaha untuk kembali ke rumahnya.
Melihat hal ini, pihak keluarga kemudian bersepakat untuk membuat sirihmasa atau tempat sirih sebagai bekal Salamahu di tempat pembuangan. Mereka percaya jika sirihmasa akan membuat Salamahu hilang secara gaib.
Keesokan harinya, Salamahu kembali diantarkan ke tempat pembuangan. Kali ini pihak keluarga meninggalkan sirihmasa bersamanya.
Tidak lama kemudian, sebuah peristiwa gaib benar-benar terjadi. Tiba-tiba Salamahu dan sirihmasa hilang dari tempat tersebut.
Sejak saat itu, tempat hilangnya Salamahu dan sirihmasa ini dikenal dengan nama Wael Hatulue atau Wael Nene Salamahu. Tempat ini merupakan sungai kecil di Negeri Ureng yang terus mengalir sepanjang waktu.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News