budaya tradisi dan moderasi harmoni islam nusantara di tengah globalisasi - News | Good News From Indonesia 2025

Budaya, Tradisi, dan Moderasi: Harmonisasi Islam Nusantara di Tengah Globalisasi

Budaya, Tradisi, dan Moderasi: Harmonisasi Islam Nusantara di Tengah Globalisasi
images info

Budaya, Tradisi, dan Moderasi: Harmonisasi Islam Nusantara di Tengah Globalisasi


Islam Nusantara merupakan konsep keislaman yang tumbuh, hidup, dan berkembang diseluruh wilayah indonesia dengan corak khas yang adaptif dan harmonis. Dalam konteks globalisasi yang ditandai dengan arus informasi, budaya dan ideologi yang semakin cepat.

Islam Nusantara yang menghadirkan model keberagaman yang moderat dan mampu menjadi penyeimbang antara tradisi lokal dan ajaran universal islam.

Menurut Azyumardi Azra Islam di Indoneisa telah lama berkarakter kosmopolit dan inklusif berkat dengan proses akulturasi budaya yang panjang (Azra, 2015)

Islam masuk ke Nusantara bukan lewat perang atau penaklukan tetapi melalui jalur perdagangan yang damai dan pergaulan sehari-hariantara para pedagang, ulama dan masyarakat setempat.

baca juga

Mereka menyampaikan ajaran Islam dengan pendekatan yang lembut dan kultural, sehingga tidak bentrok dengan tradisi yang sudah hidup di tengah masyarakat. Justru nilai-nilai Islam perlahan menyatu dengan adat setempat, baik melalui kesenian, bahasa, kegiatan sosial maupun upacara adat. Koentjaraningrat menyebut bahwa budaya masyarakat Indonesia memiliki sifat yang adaptif.

Artinya, masyarakat Nusantara mudah menerima unsur baru tanpa harus meninggalkan jati diri dan tradisi mereka sendiri. Karena sifat inilah proses penyebaran Islam berjalan secara damai dan alami (Koentjaraningrat, 2009). 

Contoh nyata akulturasi terlihat pada tradisi selametan, tahlilan, dan berbagai upacara adat yang diisi dengan nilai-nilai keislaman tanpa menghilangkan makna kulturalnya.

Moderasi beragama menjadi salah satu konsep penting dalam kehidupan sosial di Indonesia. Dalam konteks Islam Nusantara, moderasi ini tampak dari cara tradisi dimanfaatkan sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai Islam yang damai, toleran, dan sesuai dengan realitas masyarakat.

Nurcholish Madjid juga menegaskan bahwa tradisi yang masih relevan dan baik (al-muhafazhah ‘ala al-qadim al-shalih) tetap perlu dipertahankan karena dapat menjadi jalan keberagamaan yang menumbuhkan pencerahan.

Namun, tradisi itu tetap harus dipadukan dengan pemikiran dan pembaruan yang lebih modern (al-akhdzu bi al-jadid al-aslah) agar praktik keagamaan terus relevan dengan perkembangan zaman (Madjid, 1998).

baca juga

Tradisi seperti musyawarah, gotong royong dan adat Basandi Syarak. Syarak Basandi Kitabullah memperlihatkan bagaimana masyarakat memadukan nilai Islam dengan kearifan lokal untuk menciptakan keseimbangan sosial.

Globalisasi membawa berbagai tantangan baru seperti masuknya ideologi transnasional, munculnya ketegangan identitas, serta banjir informasi keagamaan yang tidak selalu tersaring. Dalam kondisi seperti ini, Islam Nusantara dapat berfungsi sebagai benteng kultural yang membantu menjaga masyarakat dari pengaruh paham-paham ekstrem.

Yusuf Qaradawi melalui konsep al-wasathiyyah juga menegaskan bahwa sikap moderat adalah jalan tengah yang menolak baik ekstremisme konservatif maupun ekstremisme liberal.

Menurutnya, keberagamaan yang sehat adalah keberagamaan yang mampu menempatkan diri secara seimbang menghargai tradisi tanpa menolak pembaruan, serta terbuka pada perubahan tanpa kehilangan pijakan nilai dasar (Qaradawi, 2001). 

Islam Nusantara menerapkan nilai wasathiyyah dengan cara membuka ruang dialog dan membangun komunikasi yang baik antarberbagai kelompok. Sikap ini juga disertai penghargaan terhadap perbedaan budaya dan pandangan keagamaan, sehingga keragaman dipandang sebagai kekayaan yang harus dijaga.

Dalam praktiknya, Islam Nusantara mampu menyesuaikan diri dengan budaya lokal tanpa meninggalkan inti ajaran Islam.

Prinsip moderasi ini juga tampak dari penolakannya terhadap segala bentuk kekerasan dan intoleransi, sehingga kehidupan beragama dapat berjalan dengan damai dan saling menghargai.

Budaya bukan hanya warisan, tetapi juga sarana membangun identitas Islam yang humanis. Kesenian seperti wayang, hadrah dan samrah menjadi sarana dakwah yang efektif dan santun. Melalui budaya, nilai Islam hadir dalam keseharian tanpa paksaan.

Menurut studi Yudi Latif, budaya Nusantara telah berabad-abad membangun karakter moderat bangsa yang berbasis musyawarah, toleransi, dan kebersamaan (Latif, 2018).

Inilah yang menjadikan Islam Nusantara bukan sekedar konsep keagamaan, tetapi identitas kebudayaan yang meneguhkan keindonesiaan.

baca juga

Islam Nusantara merupakan model keberislaman yang harmonis dengan budaya lokal dan relevan di tengah derasnya arus globalisasi. Melalui akulturasi budaya, tradisi lokal, dan komitmen pada moderasi, Islam Nusantara mampu menjadi kekuatan penyeimbang yang mencegah ekstremisme dan menjaga keutuhan sosial.

Globalisasi memang membawa tantangan, tetapi dengan memperkuat budaya, tradisi, dan nilai moderat, Islam Nusantara tetap menjadi wajah Islam yang ramah, inklusif, dan memperkaya identitas bangsa.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NN
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.