Jika Kawan GNFI sering melakukan perjalanan darat melewati jalur selatan Jawa, Kota Kebumen pasti sudah tak asing lagi. Seringkali kota ini dianggap sebagai tempat singgah sejenak untuk meluruskan kaki atau sekedar membeli oleh-oleh lanting.
Padahal, jika kita menyusuri lebih dalam, Kebumen menyimpan harta karun dunia yang usianya jauh lebih tua dari peradaban manusia itu sendiri.
Bukan sekadar deretan pantai atau bukit hijau biasa, Kebumen adalah rumah bagi Geopark Kebumen. Dulunya dikenal sebagai Geopark Karangsambung-Karangbolong yang membentang seluas 543.599 km2.
Kawasan ini mencakup wilayah Utara, Tengah dan Kawasan Karst di Selatan dengan morfologi yang bervariasi mulai dari perbukitan, lembah, pedataran hingga pantai.
Geopark adalah bukti dari peristiwa tumbukan lempeng bumi maha dahsyat yang terjadi ratusan juta tahun lalu.
Siapa sangka, batuan yang kita injak di pegunungan Kebumen dulunya adalah lantai samudra yang berada jauh di dasar laut?
Kotak Hitam Pembentukan Pulau Jawa
Sebelum kita menikmati keindahan pemandangannya, kita harus paham dulu betapa "mahalnya" nilai sejarah tempat ini. Kawasan Karangsambung di utara Kebumen sering dijuluki sebagai Black Box atau "Kotak Hitam" proses pembentukan Pulau Jawa oleh para ahli geologi.
Melansir dari data Badan Geologi, di sinilah tempat bertemunya Lempeng Samudra Indo-Australia dan Lempeng Benua Eurasia yang terjadi pada Zaman Kapur, sekitar 119 juta tahun yang lalu.
Akibat tumbukan hebat itu, batuan dasar samudra terangkat ke permukaan dan kini bisa terlihat dengan mata telanjang.
Salah satu buktinya adalah situs Watu Kelir di Desa Seboro. Di sini, Kawan GNFI bisa melihat batuan beku lava bantal dan rijang yang membentuk lapisan warna-warni merah dan hijau yang kontras. Ini bukan cat buatan manusia, melainkan endapan laut dalam (abisal) yang terbentuk secara alami selama ribuan tahun.
Dari Perut Bumi menuju 'Selandia Baru'
Bergeser sedikit ke arah selatan, lanskap Kebumen berubah drastis menjadi kawasan Kars Gombong Selatan yang membentang luas. Jika di utara kita belajar sejarah bumi, di selatan kita akan dimanjakan oleh eksotisme Kawasan Karangbolong.
Kawasan ini menawarkan perpaduan tebing kars terjal dan pantai berpasir putih yang memukau. Salah satu primadonanya, yaitu Pantai Menganti.
Dikelilingi tebing kars yang menjulang tinggi sisa gunung api purba, pantai ini sering disandingkan dengan keindahan lanskap di Selandia Baru (New Zealand).
Tak hanya di permukaan, keindahan Geopark Kebumen juga tersembunyi di perut bumi. Goa Jatijajar dan Goa Petruk adalah saksi bisu proses pelarutan batuan kapur yang memakan waktu jutaan tahun. Stalaktit dan stalagmit yang menghiasi goa-goa ini seolah menjadi galeri seni alami yang tak ternilai harganya.
Perjalanan menuju Pengakuan Dunia
Kabar baiknya, potensi luar biasa ini tidak didiamkan begitu saja. Pada tahun 2022 Pemerintah Kabupaten Kebumen memulai proses pengusulan ke UNESCO Global Geopark (UGGp).
Pada tahun 2023 dilakukan perubahan dasar meliputi perluasan wilayah yang tadinya 12 kecamatan menjadi 22 kecamatan yang terdiri dari 374 desa.
Dan juga dilakukan perubahan nama dari Geopark Karangsambung-Karangbolong menjadi Geopark Kebumen dengan tema “The Glowing Mother Earth of Java”.
Transformasi ini bukan hanya sekadar ganti nama. Ini adalah komitmen untuk mengintegrasikan keragaman geologi (geodiversity), hayati (biodiversity), dan budaya (cultural diversity) menjadi satu kesatuan wisata yang berkelanjutan. Hingga saat ini telah terdata 42 Geosite, 9 Tanjible Cultursite, 15 Intanjible culture site, dan 8 Biosite.
Masyarakat lokal pun dilibatkan, mulai dari menjadi geoguide hingga mengolah kerajinan lokal seperti anyaman pandan dan jenitri yang sudah mendunia.
Dari perjalanan menelusuri Geopark Kebumen, kita jadi sadar satu hal yaitu berwisata bukan hanya soal foto-foto cantik, tapi juga memahami bumi tempat kita berpijak. Kebumen membuktikan bahwa tumpukan batu pun bisa bercerita banyak tentang sejarah panjang nusantara.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News