menakar peluang dan tatangan megaproyek belt and road initiative milik tiongkok untuk indonesia apa saja - News | Good News From Indonesia 2025

Menakar Peluang dan Tatangan Megaproyek Belt and Road Initiative Milik Tiongkok untuk Indonesia, Apa Saja?

Menakar Peluang dan Tatangan Megaproyek Belt and Road Initiative Milik Tiongkok untuk Indonesia, Apa Saja?
images info

Menakar Peluang dan Tatangan Megaproyek Belt and Road Initiative Milik Tiongkok untuk Indonesia, Apa Saja?


Belt and Road Initiative (BRI) atau Inisiatif Sabuk dan Jalan adalah megaproyek investasi milik Tiongkok yang bertujuan untuk meningkatkan konektivitas, perdagangan, dan komunikasi di kawasan Asia, Eropa, Amerika Latin, dan Afrika. Proyek ini diinisiasi oleh Presiden Tiongkok Xi Jinping pada 2013 lalu.

Kerja sama ini mengoneksikan Tiongkok dengan dunia. BRI juga menjadi salah satu upaya Negeri Tirai Bambu itu untuk membangun jalur transportasi dan perdagangan global yang lebih efisien.

Secara sederhana, BRI menyediakan pendanaan bagi negara-negara yang ingin membangun infrastruktur publik, seperti pelabuhan, jalan, rel, bandara, dan sebagainya. Merangkum dari Britannica, Tiongkok mengklaim bahwa mereka mampu menciptakan lebih dari 400 ribu lapangan kerja di seluruh dunia.

Saat ini, kurang lebih 150 negara sudah ikut bergabung dalam proyek BRI, termasuk Indonesia. Namun, melalui sebuah tulisan di Council on Foreign Relations, beberapa pakar menganggap bahwa proyek ini cukup “meresahkan”.

Banyak kekhawatiran terkait jebakan utang yang kemungkinan bisa dihadapi negara yang meminjam dana dan gagal membayar utang. Pinjaman besar untuk proyek strategis di sebuah negara umumnya memiliki suku bunga dan syarat lain yang memberatkan.

baca juga

Peluang dan Tantangan BRI untuk Indonesia

Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Dr. Ali Muhammad, M.A., menjelaskan bahwa BRI merupakan salah satu strategi ekspansi pengaruh ekonomi Tiongkok di kawasan Asia, salah satunya Indonesia.

Menariknya, Indonesia disebut Ali sebagai salah satu negara dengan proyek BRI terbesar di Asia Tenggara dengan sekitar 70 proyek aktif. Beberapa contoh proyek itu adalah Kereta Cepat Jakarta Bandung, proyek nikel dan smelter di Morowali, sampai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru Sumatra Utara.

“BRI adalah mega proyek global yang bertujuan meningkatkan interkonektivitas antara Tiongkok dan negara-negara mitra melalui pembangunan infrastruktur, investasi, perdagangan, serta pertukaran sosial-budaya,” jelasnya melalui umy.ac.id.

Lebih lanjut, Ali memaparkan jika BRI memberikan peluang strategis untuk Indonesia. Proyek ini menguntungkan dari sisi akses pendanaan besar. Akses pendanaan semacam ini umumnya sulit didapatkan dari mitra tradisional seperti Amerika Serikat dan negara-negara Barat.

Padahal, Indonesia sebagai negara berkembang sangat perlu dana yang besar untuk membangun infrastruktur. Pada akhirnya, melalui BRI ini, Indonesia bisa mendapatkan sumber pembiayaan terbesar yang tidak lagi didapatkan dari Amerika Serikat.

Akan tetapi, Ali mengingatkan perlunya kewaspadaan diplomatik dalam kerangka kerja sama ini. Ada beberapa hal yang harus dijadikan perhatian serius, yakni isu kedaulatan, dampak lingkungan, dan potensi jebakan utang atau debt trap seperti yang melanda Sri Lanka.

Utang Sri Lanka pada Tiongkok disinyalir mencapai US$8 miliar. Sebagian besar utangnya dipakai untuk membiayai proyek infrastruktur di bawah skema BRI Tiongkok, salah satunya pembangunan Pelabuhan Hambantota.

“Proyek ini tidak otomatis negatif. Yang penting adalah bagaimana kita mengelola, menawar, dan memastikan posisi Indonesia tetap berdaulat. Jangan sampai hanya menjadi penerima tanpa kemampuan negosiasi,” katanya.

Meskipun demikian, proyek BRI tetap dapat memberikan manfaat besar apabila pemerintah Indonesia memainkan diplomasi ekonomi dengan cerdas dan strategis. Ali menegaskan, kerja sama Indonesia-Tiongkok bisa sangat potensial asal betul-betul dikelola dengan baik.

“Jika dikelola dengan baik, kerja sama ini sangat potensial. Namun jika diterima secara pasif, risiko ketergantungan ekonomi sangat mungkin terjadi,” pungkasnya.

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firda Aulia Rachmasari lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firda Aulia Rachmasari.

FA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.