Hari Nusantara jatuh pada tanggal 13 Desember. Perayaan ini bertujuan untuk melihat kembali perjuangan para pahlawan, sejak Gadjah Mada hingga Mochtar Kusumaatmadja, untuk menyatukan wilayah kedaulatan yang kini dikenal sebagai Indonesia.
Harapannya agar generasi muda dapat menumbuhkan kesadaran sebagai sebuah bangsa dengan identitas maritim yang kuat dan mendorong kontribusi setiap orang untuk menjaga ekosistem laut dari berbagai ancaman.
Namun, siapa yang pertama kali mencetuskan nama “Nusantara”? Bagaimana sejarah pulau-pulau dengan keberagaman budaya ini dapat disatukan menjadi satu bangsa? Selamat membaca!
Asal Muasal Nama “Nusantara”
Nusantara, sebuah nama yang tidak hanya menggambarkan sebuah wilayah, melainkan juga identitas keberagaman yang diikat jadi satu bangsa, yaitu Bangsa Indonesia.
Patih Gadjah Mada tidak akan pernah mengira jika “Nusantara” yang pernah dideklarasikan dalam Sumpah Palapa-nya akan menggema hingga hari ini. Saat itu, Gadjah Mada mengutarakan sebuah nazar untuk menyatukan sejumlah wilayah dan umat manusianya di bawah satu panji yang sama, Kerajaan Majapahit.
Gadjah Mada bertekad untuk berjuang tanpa henti sebelum menaklukkan area perjuangannya, mulai dari Dompo hingga Tumasik (Singapura), yang disebutnya sebagai Nusantara.
Namun, nama itu mulai tenggelam seiring modernitas yang membawa sistem baru. Kerajaan berganti menjadi kotak-kotak kolonial yang menggerogoti berbagai wilayah di Indonesia.
Nama ini baru kembali menemukan tempatnya ketika masyarakat mulai memperjuangkan kemerdekaan yang membawanya pada kesadaran akan identitas satu bangsa.
Di era pergerakan nasional yang mulai membara, nama Nusantara kembali digunakan oleh Ki Hadjar Dewantara, seorang nasionalis yang memperjuangkan hak-hak Pribumi.
Dikutip dari Tempo.co, beliau menggunakan Nusantara sebagai alternatif nama dari “Indonesia” dan “Insulinde” yang juga diinisiasi oleh Dr. Setiabudi (Ernest Douwes Dekker).
Penggunaan “Nusantara” mulai tergantikan oleh “Indonesia” saat Kongres Pemuda II (1928), tetapi Nusantara tetap menjadi padanan yang setara untuk menggambarkan sebuah bangsa yang menghidupi sebuah wilayah kepulauan yang kini dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Perjalanan Nusantara sebagai Negara Kepulauan yang Diakui Dunia
Perjuangan Indonesia menjadi negara kepulauan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Kemerdekaan Indonesia yang diserukan pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak menjadikannya satu wilayah utuh seperti yang dimiliki saat ini.
Dikutip dari artikel Hukum Online, Indonesia yang masih meraba-raba tentang konsep kewilayahan masih bersandar pada aturan kolonial Belanda yaitu Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) Tahun 1939.
Aturan ini membatasi wilayah perairan Indonesia hanya 3 mil laut, selebihnya akan diakui sebagai perairan internasional yang bebas digunakan oleh siapa pun, termasuk Belanda yang saat itu gencar menjajah kembali Indonesia pasca jatuhnya Jepang.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi Chaerul Saleh yang saat itu menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Veteran. Beliau menganggap kebebasan Belanda untuk membawa kapal-kapal perangnya di antara pulau-pulau akan mengancam kedaulatan Indonesia.
Kehadiran sosok Mochtar Kusumaatmadja akhirnya membawa jawaban. Beliau yang baru saja menyelesaikan sekolah hukumnya ditantang oleh Chaerul Saleh untuk menyelesaikan persoalan teritorial Indonesia.
Awalnya, beliau menemui kendala atas ketiadaan aturan internasional yang membahas perihal penetapan batas laut suatu negara.
Namun, beliau memperoleh inspirasi dari penyelesaian sengketa wilayah laut yang pernah terjadi antara Norwegia dan Inggris. Norwegia menarik garis pangkal lurus dari bagian terluar pulaunya.
Jika menerapkan aturan yang sama, maka Indonesia yang awalnya memiliki wilayah kedaulatan sebesar 3 mil laut, berhak atas 12 mil laut dari garis pangkal pulaunya.
Hal ini menjadikan pulau Indonesia yang dulunya terpisah oleh laut, kini dapat disatukan menjadi satu wilayah kedaulatan. Buah pemikiran inilah yang dibawa ke atas meja diskusi bersama Perdana Menteri Djuanda yang hasilnya kelak dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.
Deklarasi Djuanda: Diakui UNCLOS, Diabadikan dalam Hari Nusantara
Hari Nusantara hadir tidak jauh dari sejarah Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957. Perdana Menteri Djuanda saat itu menegaskan bahwa seluruh laut yang menghubungkan pulau-pulau di Indonesia, dengan tidak memandang daratannya, mutlak berada di bawah kedaulatan Indonesia.
Hal ini bertujuan agar semua pihak dapat mengakui geografi Indonesia yang memang tidak dapat dipisahkan oleh laut, sehingga Indonesia mengeluarkan argumen logis guna menjaga keamanan dan menegakkan keadilan bagi siapa pun yang berusaha mengganggu wilayah kedaulatannya.
Deklarasi yang menggambarkan semangat persatuan Indonesia ini berhasil membawa konsep kewilayahan baru dalam sistem Internasional, yaitu negara kepulauan (archipelagic state).
Konsep ini menarik perhatian dunia dan memperoleh pengakuannya melalui United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) pada Tahun 1982.
Melihat perjuangan panjang para pahlawan untuk menyatukan wilayah Indonesia, memantik kesadaran pemerintah untuk mengabadikannya dalam perayaan tahunan.
Ide ini pertama kali muncul saat Gus dur memegang tampuk kepemimpinan Indonesia, tetapi baru direalisasikan oleh Presiden Megawati dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 126 Tahun 2001 tentang penetapan Hari Nusantara pada tanggal 13 Desember setiap tahunnya.
Memaknai Hari Nusantara bagi Generasi Muda
Hari Nusantara bukan hanya perayaan biasa yang akan berlalu seiring berubahnya tanggal, tetapi sebuah penghormatan dan perenungan bagi generasi muda untuk melihat apa kontribusi yang bisa diberikan untuk menguatkan identitas maritim dan menjaga ekosistem laut yang kita miliki.
Pandangan yang hanya tertuju pada kesejahteraan manusia dan alam di daratan pada akhirnya membuat kita lupa, jika fondasi kehidupan yang menyatukan keberagaman kita adalah lautan yang telah diperjuangkan hingga ratusan tahun lamanya.
Hal ini menjadi fondasi pergerakan bagi generasi muda untuk menggunakan segenap potensinya untuk meningkatkan kualitas lingkungan sekaligus kesejahteraan masyarakat pesisir yang secara tidak langsung menjadi menjadi perpanjangan tangan kita dalam menjaga ekosistem laut.
Sehingga, dengan adanya Hari Nusantara dapat menjadi momentum yang tepat untuk memaknai dan menumbuhkan peran yang bisa dilakukan untuk menjaga keberlanjutan laut dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan Bangsa dan seluruh alamnya.
Dengan demikian, sejarah panjang perjuangan para pahlawan untuk menyatukan kita menjadi satu bangsa di bawah wilayah NKRI. Dalam perayaan Hari Nusantara ini, semoga kita dapat mengambil peran untuk meningkatkan kemakmuran ekosistem laut. Selamat Hari Nusantara!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News