apa yang mewarnai daging sapi jawabannya bukan darah tetapi pigmen - News | Good News From Indonesia 2025

Pigmen Pewarna Merah pada Daging Sapi, Ini Fakta Ilmiahnya!

Pigmen Pewarna Merah pada Daging Sapi, Ini Fakta Ilmiahnya!
images info

Pigmen Pewarna Merah pada Daging Sapi, Ini Fakta Ilmiahnya!


Pernahkah Kawan GNFI lihat daging sapi yang awalnya merah cerah, lalu lama-lama berubah jadi agak cokelat atau kusam? Terkadang, orang bisa berpikir bahwa itu darah yang masih tersisa atau dagingnya tidak segar, padahal sebenarnya bukan begitu Kawan GNFI.

Warna merah itu muncul karena pigmen di otot, namanya myoglobin. Pigmen ini bertugas menyimpan oksigen di dalam otot dan sebenarnya yang paling menentukan warna daging.

Bentuk myoglobin bisa berubah-ubah tergantung oksigen, pH, dan suhu penyimpanan, jadi warna yang kita lihat bisa berubah tanpa harus dagingnya rusak (Tushar et al., 2023).

Hal ini membuat warna daging sering disalahpahami. Padahal perubahan warna adalah proses biokimia yang sangat umum dan terjadi pada semua jenis daging merah.

baca juga

Di Indonesia, daging dari sapi lokal ternyata punya warna yang berbeda-beda, tergantung jenis sapi dan umur hewan. Misalnya, sapi Bali dan Wagyu warnanya berbeda meski sama-sama segar.

Selain itu, studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti peternakan menunjukkan jika sapi yang lebih tua biasanya dagingnya lebih gelap karena akumulasi myoglobin lebih banyak. Perbedaan pola makan, aktivitas fisik, dan lokasi otot juga menentukan seberapa tinggi kandungan pigmen tersebut.

Jadi warna daging itu tidak hanya soal “darah” atau “kesegaran”, tetapi juga faktor biologis sapi sendiri. Kondisi stres sebelum pemotongan pun bisa memengaruhi warna akhir daging karena berhubungan dengan kadar glikogen otot, yang akhirnya berpengaruh terhadap pH.

Selain itu, hal yang terjadi setelah sapi dipotong juga pengaruh sama warna daging. Ternyata mitokondria di otot, meski sapi udah mati, masih bisa mengonsumsi oksigen dan memengaruhi pigmen myoglobin (Ramanathan dan Mancini, 2018).

Maka dari itu, daging bisa tetap merah lebih lama kalau kondisi pasca potongnya tepat. Kalau tidak, myoglobin berubah jadi metmyoglobin yang bikin daging terlihat cokelat. Proses oksidasi ini sebenarnya wajar dan bisa terjadi hanya dalam hitungan jam tergantung kondisi penyimpanan.

Cara potong, jenis otot, dan perlakuan pasca-mortem menentukan seberapa cepat warna cokelat muncul. Jadi, tidak heran jika daging lokal di pasar bisa berbeda warna walau sama-sama dari sapi tropis.

baca juga

Bahkan perbedaan ventilasi, paparan cahaya, dan kebersihan tempat penyimpanan bisa membuat warna berubah lebih cepat.

Jika berbicara tentang penyimpanan atau olahan, ternyata kita bisa membuat warna daging tetap merah. Misalnya, menggunakan antioksidan alami atau kemasan vakum bisa memperlambat oksidasi.

Strategi ini penting supaya daging tetap menarik untuk konsumen dan tidak disalahdiartikan sebagai bahan yang rusak. Industri pengolahan daging modern bahkan menggunakan teknologi atmosfer termodifikasi (MAP) untuk menjaga kadar oksigen sesuai kebutuhan, sehingga warna merah cerah bisa bertahan lebih lama di rak toko.

Bahkan saat dimasak pun, perubahan warna dari merah muda ke cokelat abu-abu itu normal karena myoglobin mengalami denaturasi, bukan berarti dagingnya tidak bagus (Beyer et al., 2024).

Banyak konsumen salah mengira perubahan warna saat memasak sebagai “ketidakmatangan” atau “overcooked”. Padahal itu hanya reaksi kimia biasa akibat panas. Suhu internal daging, jenis metode memasak, dan kadar lemak ternyata juga berpengaruh pada warna akhir masakan.

Singkatnya, warna merah daging sapi ditentukan myoglobin, hemoglobin hanya sedikit kontribusi. Perubahan warna dari merah ke cokelat lebih banyak dipengaruhi status oksidasi pigmen, umur sapi, jenis otot, cara potong, penyimpanan, dan pemasakan.

Selain itu, kondisi lingkungan seperti cahaya, udara, dan tingkat kelembapan selama penyimpanan turut mempercepat reaksi oksidasi. Dengan mengerti ini, kita tidak akan mudah salah paham tentang warna daging.

Kita jadi bisa menilai daging secara lebih objektif tanpa terjebak pada mitos-mitos lama soal “darah” atau “daging tak segar”.

baca juga

Bagi pelaku industri juga penting supaya bisa mempertahankan warna daging lebih lama, tapi tetap aman dan menarik buat konsumen. Teknik penanganan yang tepat bukan hanya berpengaruh pada tampilan, tetapi juga meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap mutu daging.

Jadi, warna itu lebih dari sekadar tampilan, tetapi ada ilmu biokimia yang bikin kita lebih paham kenapa daging bisa terlihat seperti itu.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.