Perlu kita ketahui Kawan GNFI bahwa ternyata pemikiran Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) saat ini kembali menjadi rujukan yang penting untuk menjawab berbagai masalah persoalan keagamaan dan sosial yang selalu muncul di masyarakat, di tengah dinamika perkembangan zaman.
Di sini kita akan membahas siapa tokoh yang berkontribusi besar pada pembentukan kerangka pemikiran ini? Di mana dan kapan warisan pengetahuannya masih bisa kita temukan?
Bagaimana prinsip pendidikan yang beliau gagas bisa diterapkan pada era kontemporer ini? Mari, kita bahas bersama sama tentang bagaimana pemikiran Ahlussunnah wal Jama’ah dan pendidikan KH. Hasyim Asy’ari di era kontemporer ini.
Biografi Hasyim Asy'ari
KH. Hasyim Asy’ari yang bernama lengkap Muhammad Hasyim Asy’ari lahir pada tanggal 14 Febuari 1871 di Tambakrejo, Jombang Jawa Timur. Beliau seorang tokoh ulama besar yang ada di Indonesia sekaligus merupakan pahlawan nasional.
Beliau merupakan pendiri dari Nadlatul Ulama atau NU, dan juga merupakan pendiri dari Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang Jawa Timur.
Ini merupakan pesantren tertua dan sangat terkenal, karena pondok pesantren Tebuireng menjadi pusat dari pendidikan Islam yang melahirkan banyak sekali tokoh-tokoh nasional, yang pada saat itu menjadi peran adanya Nadlatull Ulama (NU).
Fakta menarik mengenai KH. Hasyim Asy’ari adalah beliau mempunyai silsilah keturunan dari Nabi Muhammad SAW dan juga mempunyai silsilah keturunan Sunan Giri dari ayahnya. Beliau juga merupakan keturunan dari Raja Majapahit (Brawijaya VI) dari ibunya.
KH. Hasyim Asy’ari memiliki nama julukan yaitu Hadratussyaikh, artinya mahaguru yang telah hafal Kutub At-Tis’ah 9 kitab hadis dan juga memiliki gelar sebagai Syaikhu al-Masyayikh yang berarti gurunya para guru. (Mukminin, Rismanto, Siregar, & Iskandar, 2022)
Pemikiran KH Hasyim Asy'ari di Era Kontemporer
Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang menjaga Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) ini berasal dari keyakinannya bahwa ajaran Islam itu harus dijalankan dengan cara yang seimbang, tanpa adanya unsur paksaan.
Beliau juga menyatakan bahwa Aswaja berfungsi sebagai pedoman untuk memastikan bahwa umat Islam ini tetap berada pada jalannya yang moderat dengan menunjung Ahlussunnah wal Jama’ah, dengan tetap mempertahankan penghormatan terhadap tradisi keagamaan yang baik dan juga tidak bertentangan dengan syari’at.
KH. Hasyim Asy’ari dalam pandangannya mengikuti mazhab, terutamanya pada mazhab Syafi’i. Alasannya karena sebagai cara untuk mencegah pemahaman hukum Islam yang salah.
Bukan hanya itu, beliau juga menekankan bahwa betapa pentingnya pengalaman dalam tasawuf yang berfokus pada pengembangan akhlak dari pada ajaran yang menyimpang.
Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari ini juga meneguhkaan Aswaja sebagai fondasi keagamaan yang moderat, toleran dan relevan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Beliau mengaplikasikannya dengan melalui Pesantren Pendidikan Islam yang berbasis adab dengan tujuan untuk menjaga kemurnian ajaran Aswaja sambil melindungi umat Islam dari gerakan ajaran yang ekstrim.
Pada era kontemporer ini, pemikiran KH. Hasyim Asy’ari terutama digunakan sebagai dasar moderasi beragama dan juga dalam menjaga keseimbangan kehidupan masyarakat yang semakin beragam.
Gagasannya itu ada pada Islam yang toleran, tidak extreme, dan juga menghargai tradisi yang baik yang masih digunakan untuk menjaga hubungan sosial dan mengahadapi tantangan seperti radikalisme.
KH. Hasyim Asy’ari pada pandangannya melihat pendidikan itu sebagai proses dari pembentukan karakter dan spiritualitas manusia, bukan hanya sebagai sarana untuk mentransfer ilmu pengetahauan dari guru ke murid saja.
Beliau memiliki tujuan utama pada pendidikannya yaitu untuk mewujudkan manusia yang bukan hanya cerdas secara intelektual. Namun, juga memiliki akhlak yang mulia, bertakwa, dan juga mampu untuk menjalankan tanggung jawab sosial.
Menurut KH. Hasyim Asy’ari, adab dan ilmu itu tidak bisa dipisahkan. Karena jika ilmu tidak disertai akhlak yang baik, itu akan kehilangan makna dan keberkahan dari ilmu teresbut, serta menjadi beban bagi orang yang menerima ilmu tersebut.
Karena itu KH. Hasyim Asy’ari menulis kitab yang berjudul “Alim wal Muta’alim” yang berisi pedoman moral dan etis dalam pendidikan. Pada kitab ini juga tertulis bahwa proses pendidikan itu harus dimulai dengan niatnya yang tulus, sungguh-sungguh dalam belajar dan juga pengormatan kepada guru. (Jamil, Dewi, & Sutarmo, 2025).
Karena menekankan pada pendidikan Islam yang menyeluruh yang mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu umum, dan juga penanaman karakter melalui adab dan moral, dengan itu pemikiran KH. Hasyim Asy’ari masih dianggap relevan hingga saat ini di era kontemporer.
Dengan adanya sistem pendidikan Islam yaitu pesantren yang dikembangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari sendiri, ia menggunakan pendekatan tradisional tetapi tetap terbuka pada evolusi zaman.
Ini memungkinkan orang untuk bisa beradaptasi terhadap perubahan tanpa kehilangan identitas keagamaannya.
Di sini juga terlihat di era kontemporer ini semakin tampak relevan, dengan melihat perkembangan dari Pesantren Tebuireng yang mampu mengikuti perekmbangan zaman dengan mempertahankan nilai keislamannya.
Pesantren Tebuireng menggabungkan pendidikan kontemporer dengan tradisi keilmuan klasik, dengan ini menunjukan pemikiran pendidikan KH. Hasyim Asy’ari di era kontemporer.
Pada prinsip-prinsipnya beliau mengenai moralitas, kedisiplinan, dan pentingnya menguasai ilmu agama dan pengetahuan umum yang masih menjadi dasar dari manajemen pesantren.
Tujuannya menggunakan metode prinsip ini agar bisa membangun santri yang lebih religius, berkarakter, dan siap untuk menghadapi tantangan zaman dengan mempertahankan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News