“Hari ini kita membutuhkan frekuensi bersama, di mana setiap anak bangsa merasa terhubung, terlibat, dan optimistis tentang masa depan Indonesia. Yang terjadi justru sebaliknya. Banyak orang merasa terasing, pesimis, bahkan kehilangan rasa memiliki. 2045 Hz adalah ajakan untuk menyetel ulang arah itu,” ujar Fahd.
Indonesia sedang bergerak menuju usia 100 tahun kemerdekaan. Banyak sejarawan dan ilmuwan politik melihat 100 tahun sebagai fase kedewasaan negara. Akan tetapi, menuju 2045 nanti, apakah bangsa ini benar-benar berjalan ke arah pendewasaan?
Pertanyaan itulah yang melandasi Fahd Pahdepie menghadirkan buku 2045 Hz. Buku ini menjadi sebuah karya reflektif yang mengajak generasi muda meninjau ulang arah perjalanan bangsa menuju satu abad Indonesia merdeka.
Buku 2045 Hz diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) bekerja sama dengan Pear Press. Peluncurannya digelar di Aula Nurcholish Madjid, Universitas Paramadina, dan dihadiri lebih dari 250 peserta dari berbagai latar belakang, mulai dari mahasiswa, akademisi, aktivis, hingga tokoh muda nasional.
Indonesia sebagai Ruang Kesadaran Bersama
Alih-alih berbicara soal target ekonomi atau peta jalan pembangunan, Fahd memilih untuk memandang Indonesia sebagai ruang kesadaran kolektif. Indonesia adalah tempat yang bisa membuat perasaan terhubung; harapan dan arah bersama yang seharusnya tumbuh.

Peluncuran Buku 2045 Hz
“Hari ini kita membutuhkan frekuensi bersama, di mana setiap anak bangsa merasa terhubung, terlibat, dan optimistis tentang masa depan Indonesia. Yang terjadi justru sebaliknya. Banyak orang merasa terasing, pesimis, bahkan kehilangan rasa memiliki. 2045 Hz adalah ajakan untuk menyetel ulang arah itu,” ujar Fahd.
Istilah frekuensi di sini dimaknai sebagai keselarasan cara berpikir, merasa, dan bertindak sebagai bangsa. Ketika frekuensi tidak sama, masyarakat mudah terpecah, saling curiga, dan kehilangan tujuan bersama.
Buku ini diposisikan sebagai manifesto generasi yang ingin melihat masa depan bangsa dengan imajinasi, harapan, dan arah yang lebih jernih.
Rumus Energi Peradaban
Salah satu bagian paling unik dan menonjol dalam 2045 Hz adalah pengenalan konsep Energi Peradaban (EP). Konsep ini merupakan cara sederhana untuk menjelaskan faktor-faktor yang membuat sebuah bangsa bisa melompat maju.
Fahd merumuskannya dengan konsep:
EP=(Narasi × Imajinasi × Tata Kelola) ÷ Disparitas
Narasi merujuk pada cerita besar yang dipercaya bersama. Imajinasi adalah kemampuan membayangkan masa depan yang lebih baik. Tata kelola berarti cara negara dan institusi bekerja dengan integritas. Sementara disparitas menggambarkan kesenjangan, bukan hanya ekonomi, tetapi juga kesadaran dan akses.
Menurut Fahd, energi bangsa akan melemah jika narasi tidak menyatukan, imajinasi tumpul, dan tata kelola kehilangan kepercayaan publik. Sebaliknya, energi peradaban bisa menguat jika ketiganya berjalan seiring, sambil terus menekan berbagai bentuk ketimpangan.
Kampus sebagai Ruang Lahirnya Gagasan Bangsa
Peluncuran buku ini juga menjadi ruang diskusi lintas generasi. Sejumlah tokoh hadir memberikan respons, di antaranya Asisten Khusus Presiden RI Dirgayuza Setiawan, Staf Khusus Menko PMK Ferro Ferizka, Sherly Annavita, Nadia S. Habibie, Ali Affandi, Arih Budi Utomo, serta akademisi Prof. Didik J. Rachbini dan Dr. Aan Rukmana.
Dirgayuza Setiawan menekankan pentingnya narasi bersama dalam menjaga keutuhan bangsa.
“Saya menyambut buku ini, bangsa ini memang memerlukan narasi kolektif untuk tetap bersatu dan tidak tercerai berai, hari ini dan ke depan,” kata Dirgayuza.
Sementara itu, Aan Rukmana mengingatkan kembali peran kampus dalam sejarah gagasan kebangsaan. Bahwa gagasan-gagasan besar biasanya muncul dari diskusi akademik di dalam kampus.
“Gagasan besar tentang bangsa sering lahir dari ruang kampus. Diskusi seperti ini penting untuk menjaga imajinasi dan arah generasi muda,” ujarnya.
Untuk itu, Muhammad Adam, selaku Project Manager kegiatan, menyampaikan bahwa buku ini akan menjadi pintu awal gerakan yang lebih luas. Ke depan, 2045 Hz direncanakan hadir dalam bentuk roadshow ke berbagai kota. Tujuannya membuka ruang percakapan publik, mempertemukan ide, dan menumbuhkan kembali optimisme menuju 2045.
Langkah ini ditujukan agar gagasan-gagasan yang ada di dalam buku ini tidak berakhir di rak atau lemari buku saja. Ia ingin menghidupkannya di dalam ruang-ruang diskusi, perdebatan, dan refleksi bersama.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


