Bekerja seharusnya menjadi cara untuk memenuhi kebutuhan hidup sekaligus menjaga keseimbangan mental. Namun, bagi sebagian pekerja, realitas yang dihadapi justru sebaliknya. Dengan gaji setara—bahkan di bawah—UMR, tak sedikit yang harus mengerjakan tugas di luar tanggung jawabnya.
Dalam kajian psikologi kerja, kondisi ini sering disebut sebagai effort–reward imbalance, yakni ketika usaha yang dikeluarkan tidak sebanding dengan imbalan yang diterima. Situasi tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang memicu stres kerja dan kelelahan mental.
Saat Tuntutan Kerja Lebih Besar dari Gaji
Sering kali para pekerja diberikan tuntutan tidak diiringi dengan gaji yang layak. Ketidakseimbangan ini tidak hanya berdampak pada kondisi ekonomi, tetapi juga kesehatan mental. Tuntutan kerja dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari banyaknya pekerjaan dengan tenggat waktu yang sempit, tugas yang tidak sesuai tanggung jawab, hingga prosedur kerja yang tidak jelas dan tekanan emosional di tempat kerja.
Dalam praktiknya, kondisi ini sering kali membuat pekerja berada dalam posisi serba sulit. Di satu sisi, tuntutan pekerjaan harus tetap dipenuhi demi menjaga penghasilan. Di sisi lain, beban kerja yang terus bertambah tanpa kejelasan imbalan dapat memicu kelelahan yang tidak selalu disadari sejak awal. Tekanan ini kerap dianggap sebagai bagian dari “risiko kerja”, meskipun dampaknya bisa dirasakan dalam jangka panjang.
Kondisi kerja seperti ini bukan hanya soal lelah secara fisik. Dalam psikologi kerja, pengalaman bekerja keras tanpa imbalan yang sepadan sudah lama dikenal sebagai salah satu sumber stres kerja. Salah satu konsep yang menjelaskan kondisi ini adalah ketidakseimbangan antara usaha dan imbalan dalam pekerjaan.
Effort–Reward Imbalance dan Mengapa Ia Memicu Stres
Effort–Reward Imbalanceadalah kondisi ketika usaha yang dikeluarkan dalam pekerjaan tidak dibalas dengan imbalan yang sepadan. Ketidakseimbangan ini dapat terlihat dari tuntutan kerja yang tinggi, tetapi tidak diiringi dengan imbalan yang setara, baik dalam bentuk upah, penghargaan, peluang promosi, maupun keamanan kerja.
Situasi tersebut dapat membuat motivasi kerja menurun dan berdampak buruk pada kesehatan mental. Menurut Siegrist (2017), ketidakseimbangan antara usaha dan imbalan ini dapat memicu stres, terutama ketika pekerja merasa tidak memiliki kendali atas beban kerjanya.
Dalam konteks ini, stres yang muncul bukanlah tanda kurang bersyukur, melainkan respons psikologis yang wajar terhadap kondisi kerja yang menuntut tetapi tidak memberikan timbal balik yang sepadan.
Memahami Stres Kerja sebagai Respons yang Wajar
Pekerja yang mengalami stres kerja dalam waktu lama dapat merasakan dampaknya pada berbagai aspek kehidupan. Secara psikologis, seseorang bisa merasa mudah lelah secara emosional, sulit berkonsentrasi, dan kehilangan motivasi kerja.
Dampak lainnya juga dapat dirasakan secara fisik, seperti sakit kepala, gangguan tidur, hingga menurunnya daya tahan tubuh. Bahkan, sebagian orang mengalami kesulitan untuk menikmati waktu istirahatnya.
Stres yang muncul dalam kondisi ini bukan berarti seseorang lemah atau kurang bersyukur. Perasaan lelah dan tertekan adalah hal yang wajar ketika seseorang terus berusaha, tetapi apa yang diterima terasa tidak sebanding.
Memahami stres kerja sebagai bagian dari kondisi kerja yang tidak seimbang dapat membantu pekerja untuk lebih memahami dirinya sendiri. Rasa lelah yang muncul bukan sekadar keluhan, melainkan respons alami dari usaha yang terus diberikan.
Dalam situasi yang belum tentu bisa langsung berubah, mengakui perasaan sendiri bisa menjadi langkah kecil yang bermakna. Menjaga kesehatan mental tidak selalu berarti harus kuat setiap saat, tetapi juga memberi diri sendiri izin untuk merasa lelah dan beristirahat sejenak.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


