Akhir-akhir ini media sosial menjadi panggung utama bagi semua orang terutama generasi muda. Dance pada platform tiktok, tren hijab kekinian, model tumbler yang sedang viral, dan masih banyak lagi hal-hal yang dijadikan kiblat oleh semua orang terutama generasi muda. Anehnya, banyak sekali orang yang terinspirasi untuk melakukan hal tersebut.
Padahal, tidak ada seorang pun yang memerintah ataupun memberi sanksi apabila kita tidak mengikuti tren tersebut. Mengapa hal itu bisa terjadi? Apakah ada kaitannya dengan pengaruh mental seseorang? Ternyata hal tersebut pernah diteliti oleh seorang psikolog asal Kanada, yaitu Albert Bandura.
Sosial Learning Theory (Albert Bandura)
Albert Bandura pernah melakukan eksperimen yang melahirkan teori belajar sosial (social learning theory). Teori ini menjelaskan bahwa kita belajar bukan hanya dari pengalaman langsung, melainkan juga dari proses mengamati dan meniru orang lain. Bandura membuktikan teori ini melalui ekperimen yang sangat fenomenal, yaitu “Bobo doll”.
Dalam eksperimen tersebut sekelompok anak dibagi menjadi dua bagian. Kelompok pertama disuguhkan dengan video orang dewasa yang sedang memukul, menendang, dan berteriak pada boneka plastik tersebut. Sementara itu, kelompok anak lainnya diperlihatkan orang dewasa yang sedang bermain Bobo doll dengan tenang. (Bandura,1971)
Hasil Uji Coba/Eksperimen (Bobo Doll)
Hasilnya, kelompok anak yang melihat tindakan agresif terhadap Bobo doll cenderung meniru kekerasan tersebut. Sebaliknya, anak-anak yang melihat interaksi tenang dengan Bobo doll cenderung menunjukkan perilaku yang tenang pula. Hal ini membuktikan bahwa perilaku seseorang, baik positif maupun negatif, dapat menjadi pola yang ditiru oleh orang lain.
Apakah segala sesuatu yang kita lihat akan selalu kita jadikan panutan? Jawabannya tentu bergantung pada individu. Di satu sisi, ada manusia yang cenderung mengikuti apa yang ia lihat dan mudah terpengaruh atau terhasut.
Di sisi lain, terdapat manusia yang pada dasarnya memiliki kemampuan untuk berpikir kritis. Terutama pada generasi muda saat ini, banyak yang memiliki kesadaran untuk memilih seseorang sebagai panutan (role model) secara selektif, bukan secara sembarangan.
Mengatasi FOMO di Era Modern
Semakin berkembangnya zaman, terutama pada era media sosial seperti saat ini, teori tersebut semakin relevan. Hal ini dikarenakan setiap orang bisa menunjukan kemampuannya dan menjadikan dirinya sebagai panutan (role model) dengan media sosial, tidak terbatas pada selebriti saja. Selain itu, pertemanan dan lingkungan juga memiliki pengaruh besar terhadap jati diri seseorang.
Menjadikan seseorang sebagai panutan memiliki pengaruh besar dalam menentukan jati diri dan kemampuan kita untuk mengambil keputusan. Buktinya, banyak sekali seorang remaja yang rela melakukan apa pun demi memiliki gaya hidup mewah seperti artis idolanya, seperti membeli baju, tas, dan handphone dengan harga jutaan rupiah yang tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka. Maka, tak heran jika banyak anak muda yang rela melakukan pinjaman online demi mengikuti tren di media sosial yang mengikuti artis idamannya.
Hal tersebut membuktikan teori Bandura yang menjelaskan bahwa manusia belajar bukan hanya dari pengalaman saja, tetapi dari apa yang kita amati. Maka dari itu, penting untuk kita memilih dan memilah seseorang yang ingin kita jadikan panutan agar kita bergerak ke arah yang positif dan tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif.
Selain itu, kita juga perlu menentukan lingkungan yang sehat untuk berkembang agar dapat mengamati serta meniru perilaku positif yang mampu mengembangkan potensi kita.
Maka, ketika kita ingin melakukan sesuatu yang sedang ramai di bicarakan atau sedang viral, hendaknya kita mampu mengontrol diri dan mencari tahu apakah itu baik atau tidak, aman atau berbahaya untuk dilakukan.
Ketika kita menerima informasi di media sosial, kita harus mempertanyakan "Apakah hal tersebut ditujukan untuk menyindir dan memprovokasi atau justru sekadar memberikan informasi pada khalayak umum?"
Kawan GNFI harus memiliki filter dalam menerima atau membuat suatu informasi. Jangan mudah terprovokasi hal yang belum jelas masalahnya. Sebab, tindakan negatif akibat provokasi hanya akan mencemari nama baik kita sendiri dan memicu kegaduhan di tengah masyarakat.
Ketika kita keliru dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Mereka cenderung menerimanya secara utuh tanpa melakukan verifikasi (crosscheck) terlebih dahulu. Minimnya filter informasi ini membuat seseorang mudah terprovokasi, bahkan rentan diadu domba oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


