ketika kesuksesan terasa seperti kebetulan mengenal impostor syndrome - News | Good News From Indonesia 2025

Mengenal Impostor Syndrome, Ketika Kesuksesan Terasa Seperti Kebetulan

Mengenal Impostor Syndrome, Ketika Kesuksesan Terasa Seperti Kebetulan
images info

Mengenal Impostor Syndrome, Ketika Kesuksesan Terasa Seperti Kebetulan


Di balik pencapaian yang tampak meyakinkan di media sosial atau lingkungan profesional, tidak sedikit orang justru menyimpan keraguan pada dirinya sendiri. Nilai bagus, promosi jabatan, atau pujian dari orang lain sering kali tidak diikuti rasa bangga, melainkan pertanyaan dalam hati: “Aku benar-benar pantas di sini, atau hanya kebetulan?”

Perasaan semacam ini dikenal sebagai Impostor Syndrome, sebuah kondisi psikologis ketika seseorang meragukan kemampuan dan pencapaiannya sendiri, meskipun bukti keberhasilan nyata ada.

Impostor Syndrome bukan gangguan mental resmi, tetapi dampaknya cukup besar dalam keseharian, terutama pada kepercayaan diri, produktivitas, dan kesehatan mental.

Mereka yang mengalami Impostor Syndrome cenderung menganggap kesuksesan sebagai hasil keberuntungan, bukan kerja keras. Pujian terasa canggung, bahkan dianggap tidak sesuai kenyataan.

Di saat yang sama, muncul dorongan perfeksionisme yang tinggi dan ketakutan akan “ketahuan” tidak sepintar atau sekompeten yang orang lain kira.

Fenomena ini banyak dialami oleh mahasiswa, pekerja muda, hingga profesional berprestasi pada saat ini. Dari sisi internal, rendahnya self-esteem, kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain, serta pola pikir negatif berperan besar.

Sementara dari sisi eksternal, tekanan akademik, budaya kompetitif, dan ekspektasi sosial yang tinggi sering kali memperkuat perasaan tidak cukup tersebut.

Sayangnya, jika dibiarkan, Impostor Syndrome dapat berdampak panjang. Rasa percaya diri menurun, stres meningkat, dan kelelahan emosional menjadi lebih mudah muncul.

Dalam dunia pendidikan dan karier, kondisi ini bahkan bisa menghambat potensi seseorang untuk berkembang, karena takut mencoba hal baru atau merasa tidak layak menerima kesempatan.

Kabar baiknya, Impostor Syndrome bukanlah sesuatu yang tidak bisa diatasi. Langkah sederhana dapat dimulai dengan mengubah cara memandang pencapaian—mengakui bahwa hasil yang diraih adalah buah dari proses, usaha, dan ketekunan.

Berbagi cerita dengan orang yang dipercaya juga sering kali membantu menyadarkan bahwa keraguan tersebut tidak selalu sejalan dengan realitas.

Belajar menerima pujian, memberi apresiasi pada diri sendiri, serta melatih mindfulness dan refleksi diri dapat membantu mengelola pikiran negatif yang berulang. Yang tak kalah penting, memberi ruang untuk menikmati kesuksesan tanpa rasa bersalah adalah bagian dari kesehatan mental yang sering terlupakan.

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang religius, Impostor Syndrome juga dapat dipahami melalui nilai syukur, ikhlas, dan tawakal.

Usaha yang dilakukan manusia tetap memiliki nilai, sementara hasil yang diperoleh dapat dipandang sebagai amanah yang patut dijaga, bukan diragukan.

Pada akhirnya, merasa ragu bukan berarti lemah. Justru, Impostor Syndrome sering muncul pada mereka yang peduli pada kualitas diri dan tanggung jawab. Dengan mengenali tanda-tandanya dan berani mencari dukungan, kita bisa belajar berdamai dengan pencapaian sendiri dan melangkah lebih percaya diri ke depan.

Mengakui keraguan sebagai bagian dari proses tumbuh juga membantu kita melihat bahwa belajar dan berkembang tidak pernah benar-benar selesai. Perlahan, kita dapat membangun kepercayaan diri yang lebih sehat, bukan dari tuntutan untuk selalu sempurna, melainkan dari penerimaan atas usaha dan perjalanan yang telah dilalui.

Dengan begitu, kita tidak lagi mengukur nilai diri dari pengakuan orang lain semata, tetapi dari kesadaran bahwa setiap langkah, sekecil apa pun, tetap memiliki makna dalam proses menjadi versi diri yang lebih utuh.

Kesadaran ini menjadi bekal penting untuk terus melangkah tanpa terus-menerus meragukan diri, sekaligus memberi ruang bagi proses refleksi dan penerimaan diri yang lebih jujur.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KR
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.