Pernah merasa ada yang kurang ketika streamer favorit jarang live stream dan idol digital belum juga update kabar?
Padahal kita tidak pernah benar-benar mengenal mereka. Tidak pernah berbicara langsung dan tidak pernah hadir di hidup masing-masing. Tapi entah kenapa, rasa terikat itu tetap muncul.
Tenang, perasaan seperti ini bukan lebay atau berlebihan. Dalam psikologi, ada istilah khusus untuk fenomena ini, yaitu parasocial relationship. Hubungan satu arah yang terasa seperti dua arah. Kita merasa dekat, sementara mereka bahkan tidak tahu siapa kita.
Kenal Setiap Hari, tetapi Tidak Pernah Saling Mengenal
Fenomena parasocial relationship sebenarnya sudah lama ada. Dulu, penonton televisi bisa merasa dekat dengan presenter atau artis favoritnya. Bedanya, di era digital, bentuk kedekatan itu terasa jauh lebih intens.
Streamer dan idol digital bukan sekadar tampil, tetapi juga berbagi cerita personal, emosi, dan keseharian. Mereka menyapa penonton, membalas komentar, bahkan memanggil nama penggemar saat siaran. Interaksi kecil seperti ini membuat hubungan terasa nyata, padahal tetap berlangsung sepihak. Kita mengenal mereka lewat kebiasaan dan cerita, sementara mereka mengenal kita sebagai bagian dari kerumunan.
Mengapa Rasa Terikat Itu Bisa Muncul?
Menariknya, otak manusia tidak terlalu membedakan hubungan yang timbal balik dan yang tidak. Selama ada rasa ditemani, otak akan memprosesnya sebagai koneksi sosial. Inilah yang disebut illusion of intimacy, perasaan dekat yang muncul dari interaksi yang terlihat personal, meski sebenarnya terjadi di ruang publik.
Bagi sebagian orang, streamer atau idol digital juga berfungsi sebagai social surrogacy. Kehadiran mereka menjadi pengganti rasa kebersamaan, terutama saat seseorang sedang merasa sepi, lelah, atau kurang terhubung dengan lingkungan sekitarnya. Tidak heran jika absennya figur digital favorit bisa memengaruhi suasana hati.
Dari Hiburan Ringan ke Beban Emosional
Masalah mulai muncul ketika hubungan ini tidak lagi berhenti sebagai hiburan. Misalnya, merasa cemas ketika streamer tidak muncul, kecewa berlebihan saat idol jarang update, atau cemburu ketika mereka terlihat dekat dengan orang lain.
Dalam psikologi, kondisi ini sering berkaitan dengan anxious attachment, yaitu kecenderungan untuk cepat terikat karena kebutuhan afeksi yang tinggi.
Di titik ini, parasocial relationship bisa berubah menjadi hubungan yang parasitic, bukan lagi memberi energi, tetapi justru menguras emosi.
Tidak Selalu Buruk, Asal Tahu Batasnya
Penting untuk dicatat, parasocialrelationship tidak selalu berdampak negatif. Banyak orang merasa lebih termotivasi, terhibur, atau menemukan inspirasi dari streamer dan idol digital favoritnya. Selama disadari bahwa hubungan ini bersifat satu arah dan tidak menggantikan relasi nyata, dampaknya masih tergolong sehat.
Yang perlu diwaspadai adalah ketika hubungan digital ini menjadi satu-satunya sumber kenyamanan emosional. Saat itu terjadi, relasi di dunia nyata bisa mulai terabaikan, dan rasa lelah justru muncul dari sesuatu yang awalnya menyenangkan.
Menjaga Jarak Supaya Tetap Sehat
Solusinya bukan berhenti menyukai streamer atau idol digital. Yang lebih penting adalah menempatkan mereka secara proporsional. Jadikan kehadiran mereka sebagai hiburan atau inspirasi, bukan pusat kehidupan emosional.
Memperkuat hubungan nyata dengan teman, keluarga, atau komunitas juga membantu menjaga keseimbangan. Dengan begitu, kedekatan digital tetap bisa dinikmati tanpa berubah menjadi ketergantungan.
Pada akhirnya, pertanyaannya bukan lagi kenapa mereka tidak mengenal kita, melainkan kenapa kita bisa begitu terikat. Parasocial relationship adalah bagian dari cara manusia modern mencari koneksi. Selama kita sadar batasnya, hubungan ini bisa hadir sebagai teman singgah, bukan tempat bergantung sepenuhnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


